BAB 45

266 23 0
                                        

Derish memutuskan untuk pergi ke bukit untuk berdoa. Dari cerita yang ia dengar dari para tetua, kuil yang ada di bukit ini sudah ada sejak pertama kali Balwanadanawa berdiri dan terus dijaga hingga kini. Artinya, bangunan dari kayu ini sudah menyaksikan banyak sekali doa dan harapan dari orang-orang di kedhaton ini, dari masa ke masa.

Sesampainya ia di kuil, ia melihat sepasang sepatu yang sangat ia kenali. Itu adalah milik Aghiya dan sepatu yang ia lihat ini adalah hadiah darinya ketika Aghiya menginjak usia tujuh belas tahun.

Mengetahui Aghiya berada di sini, membuatnya bertanya-tanya. Apa yang ingin dilangitkan adiknya itu, sehingga ia berdoa di kuil ini?

Ia melepaskan sepatunya dan melakukan ritual ketika di depan pintu. Setelah itu, ia berjalan masuk tanpa suara dan melihat Aghiya sedang duduk membelakanginya dengan kedua tangan yang terpaut rapat di depan dadanya.

Ia duduk di sebelah Aghiya dan gerakan itu tidak membuat Aghiya menyadari keberadaannya.

Ditatapnya wajah Aghiya yang sedang sangat serius dengan doanya. Apakah Aghiya merindukan ibunya, hingga adiknya itu berdoa di tempat ini? Apakah ia sudah melakukan hal yang kejam dengan memisahkan Aghiya dan ibunya?

Tiba-tiba saja, Derish merasa sangat bersalah dan kasihan kepada Aghiya.

"Dimas?" panggil Derish, membuat Aghiya membuka matanya. Ia tersenyum dan bertanya, "apa yang sedang kamu doakan?"

Aghiya akan memberikan salam hormat kepada Derish, namun Derish menahannya. Ia ingin bicara sebagai seorang kakak kepada adiknya sekarang. Lagipula, tidak ada siapapun di sini.

"Kulo malu untuk mengatakannya, Kang Mas. Tapi Kulo berdoa untuk keselamatan Mbakyu dan juga calon pangeran," jawab Aghiya.

Ada satu hal yang berubah dari Aghiya, yang sangat Derish sadari. Bahwa adiknya itu terlihat sangat dewasa. Ia akan bersikap biasa saja jika perubahan itu terjadi perlahan dan memakan waktu lama. Namun, perubahan itu terjadi sangat tiba-tiba.

"Mengapa kamu tidak menemui Mbakyu-mu selama ini, jika kamu sangat mengkhawatirkannya? Kang Mas baru sadar kalau kamu tidak pernah mengunjunginya," kata Derish lagi.

"Kulo merasa bersalah dengan Mbakyu. Kulo juga tidak tahu harus bersikap bagaimana jika nanti, sang pangeran sudah tumbuh dewasa. Apakah kulo bisa menemuinya dengan semua rasa bersalah ini, Kang Mas?" tanya Aghiya lagi.

"Dimas.."

Aghiya menatap wajah Derish dan ia memperlihatkan semua rasa bersalahnya pada kakak yang sangat ia kagumi ini. "mungkin semua ini adalah salah Ibu, Kang Mas.. tapi sebagai putranya, seharusnya Kulo bisa mencegah semua ini. Kulo sudah dewasa, tapi tidak tahu cara menjaga Ibu sama sekali."

"...."

Derish memilih untuk diam, membiarkan Aghiya mengeluarkan semua kesahnya. Walaupun ia mengkhawatirkan Tatjana, namun ia yakin kalau Tatjana juga ingin dirinya untuk bicara dengan Aghiya di saat seperti ini.

"Walaupun kamu sudah bisa menebaknya, tapi Kang Mas ingin mengatakan ini, Dimas. Bahwa semua ini bukan salahmu. Walaupun Ibu Sekar sudah melakukan kesalahan, Kang Mas masih sangat menyayanginya. Bisa kita lupakan masalah itu dan bisa kamu hilangkan semua rasa bersalah itu, Dimas?" tany Derish.

"Kang Mas.. bisa Kulo meminta sebuah permohonan? Pada kelahiran Kerajaan, hal biasa bagi seorang raja untuk mengabulkan permintaan orang-orang."

Mendengar itu, Derish menganggukkan kepalanya. Awalnya, ia sempat ragu untuk mengiyakan keinginan Aghiya. Ia takut kalau-kalau permintaan Aghiya adalah untuk meminta Sekar kembali. Walaupun ia memiliki wewenang untuk melakukannya, namun hal itu tidak akan pernah bisa wujudkan.

Ia tidak ingin Sekar menyakiti istri dan anaknya lagi.

Akan tetapi, permintaan Aghiya berada di luar pemikirannya.

"Izinkan Kulo untuk keluar dari kedhaton, Kang Mas. Kulo ingin hidup dan mundur dari anggota keluarga kerajaan. Kulo tidak bisa lagi berjalan di kedhaton dengan semua rasa bersalah ini. Kulo akan bekerja dan memulai hidup sebagai orang dewasa, San menjenguk Ibu sesekali," pinta Aghiya dengan mata berkaca-kaca.

Derish sama sekali tidak menyangka jika itu adalah hal yang diinginkan oleh Aghiya.

Selama ini, ia sangat sibuk dengan urusan kerajaan dan kebahagiaan atas kembalinya Tatjana, tanpa ingat kalau ada Aghiya.

Aghiya dan Ajinata pasti sangat terpukul dengan semua yang sudah terjadi. Sebagai seorang kakak, ia sudah melakukan kesalahan dengan melupakan adik-adiknya.

Apakah itu alasan Ajinata memutuskan untuk melanjutkan pendidikan sarjana di luar negeri?

"Dimas.. Kang Mas tidak ingin mengabulkan permintaanmu. Sudah sangat banyak orang-orang yang Kang Mas cintai, yang pergi dari kedhaton. Kang Mas tidak bisa melepaskan mu dengan keadaan begini," jelas Derish.

"...."

"Jika kamu meminta untuk tinggal di luar kedhaton dengan alasan lain, mungkin Kang Mas akan mengabulkannya. Namun, alasanmu tidak bisa Kang Mas terima. Ini semua bukan salahmu. Bukan tanggung jawabmu untuk merasa bersalah, Dimas.."

Lalu, untuk pertama kalinya, Aghiya yang terlihat sangat ceria di mata Derish menangis. Tangisan itu membuat Derish kembali menyadari kenyataan bahwa selama ini, Aghiya pasti selalu berusaha untuk ceria di hadapannya, hanya untuk menyenangkan hatinya.

Lagi-lagi, ia adalah seorang kakak yang buruk.

"Tapi tekad Kulo sudah bulat, Kang Mas.. Kulo tidak berhak tinggal di kedhaton lagi," kata Aghiya lagi.

Derish tahu kalau pembicaraan ini tidak akan berakhir dengan mudah hingga akhirnya, ia menjawab, "Kang Mas memberikan waktu untuk kamu berpikir malam ini. jika kamu masih menginginkannya, temui Kang Mas di Kedhaton Utama besok pagi dan buatlah permintaan resmi kepada Kang Mas, sebagai seorang raja, bukan sebagai kakakmu."

Aghiya menganggukkan kepalanya.

"Hapus air matamu, Dimas. Kita akan berdoa untuk menyambut sebuah kehidupan. Putra Kang Mas pasti sangat bangga memiliki paman sepertimu."

Bersambung

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang