BAB 24

208 30 1
                                    

"Yu," kata Wahyuni sambil membelalakkan matanya, ketika Tatjana baru saja menyelesaikan apa yang ingin ia sampaikan. "Kulo tidak tahu apakah kulo diperbolehkan mendengar semua ini."

Dengan sangat tenang, Tatjana menuangkan teh ke cangkirnya lalu memasukkan dua buah gula batu. Kemudian, ia mengaduknya perlahan untuk memastikan kalau gula itu sudah benar-benar larut. Dibiarkannya teh yang masih mengepulkan asap itu, lalu ia menatap Wahyuni yang sekarang sudah menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.

"Aku sudah memutuskan untuk menceritakannya, dan kamu tidak bisa mengembalikan apa yang sudah kamu dengar dan ketahui," kata Tatjana yang masih terlihat tenang.

Sementara Wahyuni yang baru saja mengetahui dua hal besar, pertama kenyataan bahwa ternyata Tatjana sudah mengingat semuanya--tentu saja hal ini sangat mengejutkan baginya--dan kedua, hal yang tidak kalah mengejutkannya adalah bahwa Sekar adalah dalang di balik semua kejadian yang terjadi empat tahun lalu.

Bukan. Tidak hanya pada empat tahun yang lalu, tapi bertahun-tahun yang lalu.

Sekar menjadi penyebab dari banyak hal.

Hal itulah yang membuat Wahyuni berpikir kalau dirinya tidak bisa mendengarkan semua ini. Ia hanyalah seorang abdi dalem dan tidak sepantasnya mengetahui rahasia seperti ini.

"Kulo akan bersikap tidak tahu tentang hal ke dua yang Gusti Raden Ayu ceritakan," kata Wahyuni ketika ia sudah melepaskan kedua tangan dari mulutnya. Lalu, ia tersenyum untuk kembali berkata, "Tapi kulo merasa bahagia karena ternyata Gusti Raden Ayu sudah mengingat semuanya."

Tatjana membalas senyuman Wahyuni. "Aku tahu kamu akan sangat bahagia. Tapi, Wahyuni, bisakah kamu merahasiakan hal ini dari siapapun? Aku perlu bersikap bodoh untuk sekarang. Dan aku tidak ingin kamu melupakan hal kedua yang aku ceritakan. Aku menceritakannya kepada kamu, karena selain Derish dan Gusti Raden Ayu Araya, kamu adalah orang yang sangat aku percayai."

"Mengapa Gusti Raden Ayu mempercayakan hal ini kepada kulo?" tanya Wahyuni.

"Karena, selain memastikan kalau sanggulanku tetap kencang dan tidak ada sehelai rambutpun yang keluar dari tempatnya, atau memastikan kalau aku mengenakan pakain dan semua atribut ini dengan baik, aku menganggapmu sebagai sahabattku, Wahyuni."

Tanpa disadari, Wahyuni merasa kalau kantung matanya sudah penuh karena air mata. Ia merasa sangat istimewa karena bisa melayani sang ratu. kemudian, ia tidak pernah bermimpi kalau sang ratu akan menganggapnya sebagai sahabat.

"Berjanjilah untuk mengingat semua ini," kata Tatjana lagi.

Akhirnya, Wahyuni menganggukkan kepalanya, mengiyakan kedua-dua permintaan Raden Ayu-nya ini. "Tapi.. Gusti Raden Ayu sudah menceritakannya juga kepada Gusti Raden Ajeng Nariah. Apakah semuanya akan baik-baik saja?"

Untuk menjawab hal itu, Tatjana mengambil cangkir tehnya yang kini sudah bisa ia nikmati. Tatjana meminum tehnya, sementara Wahyuni menunggu dengan gusar. Ia takut kalau keputusan Tatjana memberitahukan rahasia kalau ia sudah mengingat semuanya, akan menjadi bumerang untuk Tatjana sendiri.

"Aku memutuskan untuk membiarkan dia memilih," kata Tatjana pada akhirnya, setelah ia meletakkan cangkirnya kembali ke tatakan.

Tatjana memang tidak mendapatkan jawaban dari Nariah pada malam itu. Namun, ia tidak mempermasalahkannya. Ia tahu kalau Nariah adalah orang yang sangat pintar. Lagipula, ia memutuskan untuk mengatakan semuanya kepada Nariah adalah karena ia memang harus memulainya.

Pertandingan baru bisa dimulai ketika salah satu pihak maju. Untuk hal ini, Tatjana lah yang maju lebih dulu.

"Apa Gusti Raden Ayu tidak mau menceritakan semuanya kepada sang raja?" tanya Wahyuni. "Sang raja sangat mencintai Gusti Raden Ayu. Beliau pasti akan sangat senang jika mengetahui hal ini."

"Aku sangat ingin melakukannya. Tapi aku takut jika semakin banyak yang tahu, akan semakin banyak celah rahasia ini terbongkar. Aku akan mengurus Derish dan perasaanku sendiri. Mungkin, aku akan perang dingin dengannya. Tapi semua itu aku lakukan untuk melindunginya."

"...."

"Kalau aku gagal kali ini, entah rencana apa lagi yang akan dilakukan oleh Gusti Raden Ayu Sekar. Jika aku mengatakannya sekarang, tidak akan ada yang percaya. Semuanya harus terbongkar pada waktu yang tepat."

Lalu, Tatjana menatap ke sekitarnya, menatap hamparan Padang hijau tempat dimana para pangeran berlatih kuda. Di salah satu sisi padang rumput, ia melihat sosok Derish yang sepertinya sedang mengajak tamu kerajaan berjalan bersama.

Derish.

Ia sangat merindukan Derish. Selama ini, ia merasa sakit setiap kali melihat Derish kecewa karena dirinya yang tidak mengingat apapaun. Ia juga merasa sedih karena tidak bisa menceritakan apa-apa.

Ia hanya berharap kalau Derish baik-baik saja hingga mereka bisa kembali seperti dulu.

***

Nariah mengunjungi payon omah Sekar pada sore itu. Wajahnya terlihat kusut dan tidak seperti biasanya. Biasanya, ia adalah putri raja yang sangat tenang dan bisa menguasai dirinya. Namun sekarang, ia tidak bisa menyembunyikan kegusarannya.

Bahkan, dayang pribadinya pun beberapa kali bertanya apakah dirinya merasa sakit.

"Nariah.. Bulik merindukan kamu, nduk," kaya Sekar hangat ketika Nariah memasuki beranda payon omah.

Sekar memang sudah menunggu kedatangan Nariah karena Mariah mengabarinya terlebih dahulu. Nariah sudah tiba di kedhaton sejak tiga hari yang lalu, namun Nariah selalu melewatkan acara sarapan bersama dan makan malam bersama anggota kerajaan.

Setelah tiga hari, akhirnya ia bisa melihat keponakannya ini.

"Apakah kamu sakit? Wajahmu terlihat pucat dan banyak pikiran," kata Sekar sambil menyentuh pipi Nariah.

"Kulo baik-baik saja, Bulik," kata Nariah dan kata-kata itu membuatnya terduduk di sebuah kursi.

Sekar yang melihat hal itu pun meminta dayangnya untuk menyiapkan teh. "Benar kamu baik-baik saja, Nariah? Yang kamu katakan justru terlihat sebaliknya. Kamu terlihat sakit."

"Bulik," kata Nariah yang masih terlihat gusar. "Kulo tidak sanggup menatap wajah sang ratu. Itulah sebabnya kulo tidak sarapan ataupun makan malam bersama.."

"Apakah sang ratu mengatakan sesuatu?"

Untuk beberapa waktu, Nariah diam. Ia terlihat sedang berpikir. Lalu, ia menganggukkan kepalanya. "Sang ratu sudah menginjak harga diri Kulo, Bulik. Sang ratu mengajak Kulo untuk bertemu dan menyudutkan Kulo—"

Nariah tidak melanjutkan kata-katanya karena kini, dirinya terisak, seolah apa yang ia alami tidak dapat lagi ia ceritakan. Sekar mengelus punggung Nariah, berusaha untuk menenangkannya.

"Kamu bisa berhenti jika sudah tidak sanggup untuk bercerita," kata Sekar.

Nariah menatap Sekar dan menganggukkan kepalanya. Lalu, ketika ia sudah meras lebih tenang, ia kembali berkata, "Kulo ingin menyingkirkannya, Bulik. Dia tidak bisa berada di dalam kedhaton ini."

Sekar tersenyum dan memeluk Nariah. "Akan sulit menyingkirkannya, karena dia sudah menjadi seorang ratu. Tapi, kita bisa menyingkirkannya perlahan."

Kini, ia sudah memiliki Nariah. Maka, ia bisa menjalankan rencana untuk menyingkirkan Tatjana perlahan. Seperti yang ia lakukan kepada Araya, bertahun-tahun yang lalu.

Bersambung

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang