BAB 9

252 36 0
                                    

Tatjana mengerutkan alisnya dan mengaru pucuk hidungnya yang tidak gatal. Ia terlihat sedang menimbang sesuatu yang ada di hadapannya. Ada tiga setel tuksedo di hadapannya, dan ia sedang memilih tuksedo mana yang harus dikenakan oleh sang raja Balwanadanawa, yang tidak pernah memilih sendiri pakaiannya ini.

Sebenarnya, ia juga tidak ingin memilihkan setelan yang harus dikenakan oleh Derish. Tapi, ia merasa bertanggung jawab karena sudah menumpahkan anggur merah di setelan pria itu. Sang raja tenttu saja tidak boleh berjalan mengelilingi ballroom dengan setelan bernoda.

Setidaknya, bukan di acara nenek dan kakeknya. Ia bukannya memikirkan sang raja, tapi ia memikirkan acara nenek dan kakeknya yang tidak boleh memiliki cela sedikitpun.

"Kamu harus pakai William Westmancott," kata Tatjana pada akhirnya. "Dari awal, tentu aku tidak suka dengan Kiton. Tapi aku bingung harus pilih Brioni atau William Westmancott. Dan kayaknya, William Westmancott yang paling sesuai untuk kamu malam ini."

Derish tersenyum. Sekarang mereka sedang berdiri di belakang mobilnya, dengan bagasi yang terbuka, yang berisi beberapa pakaian dan perlengkapannya. "Kamu tahu cukup banyak tentang setelan pria."

"Oh tentu saja. Aku punya lima kakak laki-laki yang kadang memusingkan aku dengan urusan pakaian mereka. Tapi beruntungnya mereka sudah memiliki wanita mereka masing--masing. Kecuali Emmett. Emmett masih aja merepotkan aku," jawab Tatjana sambil mengambil setelan William Westmancott yang ia piilih lalu menyodorkannya ke dada Derish.

"Aku akan memakainya di dalam mobil," kata Derish sambil mengambil setelan itu dan menarik lembut lengan Tatjana. "Kamu juga harus masuk."

"Untuk melihat kamu topless?" tanya Tatjana.

"Untuk membuat aku merasa tenang," jawab Derish yang membuat Tatjana tidak mengerti. Namun, ia mengikutii keinginan Derish dengan masuk ke dalam kursi sebelah kemudi.

Lalu, ketika ia duduk, kepalanya terasa sakit, membuatnya merintih sambil memegangi kepalanya sendiri.

"Ta?" panggil Derish yang tiba-tiba merasa khawatir.

"Aku gak apa-apa," jawab Tatjana. "Cepetan masuk. Aku harus ada di Ballroom lagi sebelum kakek dan nenekku menyadari satu-satunya cucu perempuan mereka enggak ada."

Derish masih terlihat khawatir, namun Tatjana langsung menutup pintu, membuat Derish mau tak mau memutari mobil untuk masuk ke kursi kemudi. Tatjana diam untuk beberapa waktu. Sebenarnya, ia baru saja mendapatkan sebuah kelebat ingatan yang membuatnya bingung.

Ketika dirinya duduk, ia mengingat kenangan dengan mobil ini, seolah diriya memang sudah biasa duduk di kursi yang sekarang ia duduki. Apakah itu kenangannya sebelum dirinya kehilangan sebagian ingatannya?

"Kamu benar-benar tidak apa-apa?" tanya Derish lagi.

"Ya. Cepat ganti pakaian kamu," jawab Tatjana lalu mengambil setelan yang sedari tadi dipegang oleh Derish, supaya pria itu bisa membuka pakaiannya.

Dengan patuh, Derish mulai membuka kancing tuksedo, melepaskan tuksedo itu, sehingga Tatjana bisa melihat kemeja putih dengan noda merah pada bagian perutnya.

Lalu, Derish mulai membuka kancing teratas kemejanya, dan terus turun hingga pria itu menarik sisa kemeja yang dimasukkan ke dalam celana kain pria itu. Tatjana menggigit bibirnya, berpikir kalau mengapa gerakan pria itu terlihat sangat.. seksi?

Setelah itu, Derish benar-benar menanggalkan kemejanya, memperlihatkan tubuh bagian atas pria itu dan otot-ototnya. Bahkan, Tatjana bisa melihat dengan jelas enam roti sobek pria itu.

"Jangan pakai Kiton lagi," kata Tatjana dan ia memberikan kemeja putih bersih kepada Derish, karena pria itu sudah menyodorkan tangannya.

"Kenapa, Ta?" tanya Derish.

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang