BAB 40

220 26 1
                                    

Pagi hari ini, Tatjana tidak langsung bergerak dari kasurnya. Pagi ini, ia memusatkan perhatiannya pada layar iPad yang sedang menyala di hadapannya. Sejak semalam, ketika ia membaca sebuah artikel tentang Derish yang mengisi sebuah acara televisi dan kini sudah diunggah di YouTube, ia sekuat tenaga menahan keinginan untuk menonton video itu.

Akan tetapi, sepertinya pagi ini ia harus menonton video itu. Karena keinginan bayinya.

Akhirnya, selama dua jam ini, ia memutar video ysng berdurasi lima puluh menit itu sebanyak dua kali. Ia sama sekai tidak mendengarkan isi dsri acara ini. Mata dan perhatiannya hanya tertuju pada wajah Derish. Ia akan tersenyum ketika pria itu tersenyum dan akan mengerutkan dahi ketika Derish terlihat berpikir ksrena kesulitan untuk mengungkapkan jawabannya.

Wajah Derish lebih tirus dari terakhir kali ia melihatnya dan pria itu mencukur janggutnya dengan asal. Apakah Elijah tidak memperhatikan penampilan Derish?

Ia juga merasa kesal degan dasi corak berwarna merah yang pria itu kenakan. Siapa yang memilihkannya? Mengapa dari sekian banyak dasi milik Derish, pria itu harus memakai dasi corak berwarna merah itu?

Ia merasa kesal dengan siapapun yang memilihkan pakaian Derish.

Lalu, tanpa ia sadari, ia meraskaan bulir air matanya berjatuhan. Dirinya tidak lagi bisa berbohong jika ia tidak merindukan Derish. Ia sangat merindukan pria itu.

"Yu?" panggil seseorang yang Tatjana tahu kalau itu adalah Wahyuni.

Cepat-cepat Tatjana menghapus air matanya dan menoleh dengan senyuman di wajah. "Hm?"

"Kulo mengkhawatirkan keadaan Raden Ayu karena tidak keluar dari kamar.."

"Aku baik-baik saja," jawab Tatjana.

Perhatian Wahyuni tertuju pada layar iPad Tataja dan memahami semuanya. "Ayu sedang merindukan sang raja?"

Perlahan, Tatjana menganggukkan kepalanya.

"Sangat wajar Yu.. jika Raden Ayu merindukan sang raja. Tapi ini adalah keputusan yang benar. Ayu harus memastikan kedhaton aman untuk calon pangeran mahkota. Jika semuanya sudah baik-baik saja, pasti Ayu bisa kembali ke kedhaton."

Tatjana menganggukkan kepalanya.

"Kulo membawa kue jahe dari kedhaton. Apakah Ayu mau sarapan dengan kue jahe?" tanya Wahyuni.

Tatjana sangat menyukai kue jahe yang dibuat di kedhaton dan Wahyuni yakin kalau Tatjana tidak akan bisa menolak kue jahe. Kue jahe itu tidak bisa ia tambahkan dengan ramuannya, karena rasanya jelas akan berbeda jika ia menambahkan ke kue jahe. Akan tetapi, ia bisa menyajikan kue jahe dengan teh. Rasa manis pada teh akan menyamarkan rasa ramuan itu.

"Tentu saja aku mau!" Kata Tatjana sambil duduk dengan bersemangat, membuat perutnya terasa sedikit nyeri karena perubahan posisi yang begitu cepat.

"Pelan-pelan, Yu," kata Wahyuni khawatir. Berpura-pura khawatir.

"Aku terlalu bersemangat," kata Tatjana lagi.

Wahyuni tersenyum. "Kulo akan menyiapkan roti jahe dan juga teh untuk sarapan kalau begitu."

Setelah itu, Wahyuni kembali ke dapur untuk mempersiapkan semuanya. Keadaan di dapur sedang sepi karena para chef baru saja selesai menyiapkan sarapan. Mereka sudah memberikan dapur dan Wahyuni bisa leluasa memasukkan ramuan ke dalam teh.

Ia melakukannya dengan cepat dan segera membawa nampan berisi kue jahe dan juga teh beracun itu. Dapur dan kamar Tatjana cukup jauh karena pada dasarnya, rumah ini menyerupai kastil yang sangat besar.

Lalu, ketika ia akan membuka pintu kamar Tatjana, seseorang menyentuh punggungnya, membuatnya menoleh. Ia tersenyum dan meletakkan nampan berisi kue jahe dan teh itu di atas nakas yang ada di ebelau pintu kamar.

"Bu Isma?" panggilnya. Isma adalah kepala asisten rumah tangga di sini.

"Aku mengikutimu dari dapur dan tidak mengerti mengapa kamu berjalan dengan sangat cepat, Mbak Wahyuni," kata Isma. "Aku mengikutimu karena kamu mengotori dapur. Kamu tahu sendiri, kan, kalau setiap orang yang menggunakan dapur harus segera membersihkannya? Aku rasa, aku sudah memberitahumu SOP di rumah ini."

Wahyuni ingat kalau ia belum membersihkan bubuk teh dan beberapa sendok yang ia gunakan di dapur. "maaf tapi saya akan membersihkannya setelah saya memberikan sarapan kepada Bu Tatjana."

Isma menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa. Jika nyonya besar atau siapapun melihatnya, mereka pasti akan sangat marah dan menyalahkan ku. Kamu harus membersihkannya terlebih dahulu."

Wahyuni terlihat bimbang.

"Kamu bisa membersihkan dapur dan aku akan memberikannya kepada Bu Tatjana," kata Isma lagi.

Wahyuni tahu kalau dirinya tidak bisa bersikeras dengan Isma. Ia tidak bisa menentang kepala asisten rumah tangga ini, karena ini adalah kesalahannya yang tidak membersihkan dapur.

"Wahyuni? Setiap detik yang kamu lalui akan memperbesar kemungkinan siapapun akan melihat dapur yang kotor," kata Isma lagi, dengan tidak sabar.

Akhirnya, Wahyuni menyerah. "Baik. Saya akan membersihkan dapur dan mohon untuk berikan sarapan ini kepada Bu Tatjana."

"Ya. Tentu saja."

Bersambung

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang