BAB 39

165 22 0
                                    

Aghiya berjalan melewati pintu Kedhaton utama untuk menghadap Derish. Siang ini, Derish baru saja menyelesaikan makan siangnya dan sedang membaca keluhan-keluhan yang dituliskan oleh rakyat Balwanadanawa. Meskipun masih ada beberapa surat keluhan, namun tumpukan itu sudah jauh lebih tipis dari bulan-bulan sebelumnya.

Aghiya sangat mengagumi bagaimana Kang Mas nya itu memimpin kedhaton ini. Meskipun di awal pemerintahan Derish selalu mendapat keraguan dari beberapa pihak, namun seiring dengan berjalannya waktu, Derish membuktikan kalau pemikirannya bukan hanya isapan jempol semata.

Buktinya, Derish bisa mengembangkan produk teh sendiri dan mendapatkan hasil yang jauh lebih banyak jikanl dibandingkan beberapa tahun lalu, ketika mereka menjual daun teh mentah ke perusahaan yang memproduksi teh.

Begitu juga dengan industri pariwisata. Balwanadanawa memiliki gunung dan juga air terjun yang sangat indah dan Derish mampu menarik para wisatawan untuk datang, tapi juga tetap memastikan kebersihan dan kelestarian di lingkungan Balwanadanawa sehingga rakyat tidak lagi mengkhawatirkan kondisi alam mereka.

Derish menjadi seorang pemimpin yang disayangi oleh rakyatnya.

"Dimas?" panggil Derish yang baru saja mendongakkan kepala setelah ia membaca keluhan terakhir.

Aghiya memberikan salamnya. "Kulo sengaja menunggu hingga Kang Mas selesai membaca semua keluhannya."

Derish berdiri dan menuruni tangga singgasana dan berdiri di hadapan adiknya itu. Ia pun mengajak Aghiya untuk duduk di deretan kursi. "Kamu akan memulai semesta baru dan itu adalah semesta terakhir perkuliahanmu?"

"Ya, Kang Mas. Kulo tidak tahu mengapa Kang Mas mengingat semua hal," jawab Aghiya yang takjub dengan Derish.

"Kang Mas hanya memiliki dua orang adik. Tidak sulit untuk mengingat beberapa hal tentang kalian. Apakah kamu memerlukan sesuatu?" tanya Derish lagi.

Aghiya menundukkan kepalanya, menimbang apakah dirinya harus mengatakan hal yang menjadi alasannya datang kemari. Ia sedikit khawatir sekarang, karena selama beberapa waktu ini, Derish terlihat sedih. Namun, sekarang kangmas-nya ini terlihat lebih ceria.

"Kang Mas terlihat lebih baik setelah kembali dari acara yang Kang Mas datangi di Jakarta," kata Aghiya.

Dua hari yang lalu, Derish memang pergi ke Jakarta untuk mengisi acara stasiun televisi yang bertema bisnis. Ia diundang sebagai seorang pebisnis yang berhasil mengembangkan produk teh di Balwanadanawa hanya dalam kurun waktu lima tahun.

"Kang Mas bahagia karena dua hari yang lalu, Kang Mas berada di kota yang sama dengan Mbakyu mu."

Aghiya kembali diam.

"Kamu tidak bisa terlalu lama menyimpan rahasia dari Kang Mas. Katakanlah apa yang ingin kamu katakan, Dimas."

Akhirnya, Aghiya menganggukkan kepalanya. "Tiga hari lagi, Kulo akan kembali ke kampus dan sepertinya Kulo tidak akan pulang ke kedhaton Balwanadanawa lagi, Kang Mas."

"Maksudmu?" tanya Derish.

"Sebenarnya, Kang Mas.. Kulo tahu rencana Ibu Sekar lima tahun lalu dan juga rencana Ibu beberapa waktu yang lalu, ketika ia akan menggunakan kandungan Mbakyu. Mbakyu Nariah mendapatkan hukumannya, juga Ibu yang harus diasingkan karena kesalahannya. Kulo merasa tidak adil untuk mereka jika Kulo tetap berada di sini, padahal Kulo juga mengetahui semuanya," jelas Aghiya.

"...."

"Maafkan Kulo, Kang Mas. Kulo berusaha untuk menghentikan Ibu. Tapi Ibu sama sekali tidak ingin mendengarkan. Salah Kulo karena sudah membiarkan semuanya terjadi. Maafkan Kulo, Kang Mas.."

Aghiya benar-benar merasa bersalah sekarang. Ia bahkan tidak berani menatap wajah Kang Mas-nya. Pasti wajah Derish sedang sangat marah dan tidak menyangka akan semua ini. Ia cukup tahu diri untuk pergi dari kedhaton yang sudah menjadi rumahnya ini. Jika dirinya hanya diam, ia akan selalu hidup dengan rasa bersalah dan ia tidak ingin merasa seperti itu.

Kangmas-nya pasti merasa sangat dikhianati sekarang. Padahal, selama ini kangmas-nya sangat memperhatikan dirinya dan juga Ajinata.

"Tapi demi langit dan semua isi bumi, Kang Mas.. Ajinata sama sekali tidak tahu apa-apa. Tolong perlakuan dia dengan baik di dalam kedhaton ini," kata Aghiya lagi.

Sementara Derish masih diam. Sekali lagi, ia harus menerima kenyataan seperti ini. Akan tetapi, ia justru menjawab, "kangmas tidak akan membiarkanmu pergi dari kedhaton ini."

Ucapan Derish membuat Aghiya mengangkat kepalanya.

"Kamu tidak bisa pergi, Aghiya. Kangmas menghukummu dengan kamu tidak bisa pergi dan harus membantu Kangmas di kedhaton ini. Karena, Aghiya.. sudah sangat banyak orang yang pergi dan Kangmas tidak ingin kamu juga meninggalkan Kangmas."

"...."

"Kangmas tidak sanggup untuk kehilangan lagi."

***

Wahyuni dan beberapa orang chef sedang menyiapkan makan malam untuk Tatjana. Kali ini, ia akan memastikan kalau Tatjana meminum ramuan penggugur kandungan yang diberikan oleh ibunya. Meskipun cukup sulit, namun ia berhasil memasukkan ramuan itu ke dalam sayur yang akan dimakan oleh Tatjana. Ia tersenyum dan menatap seorang asisten rumah tangga.

"Aku yang akan mengantarkannya kepada Bu Tatjana," kata Wahyuni.

Asisten itu menganggukkan kepalanya dan Wahyuni membawa troli makanan untuk dibawa ke kamar Tatjana. Akhir-akhir ini, Tatjana memang lebih gemar makan di kamarnya sambil menatap kebun bunga matahari milik ibunya dari jendela besar kamarnya.

Akan tetapi, ketika dirinya tiba di kamar Tatjana, ia tidak mendapati sang ratu.

"Bu Tatjana baru saja pergi ke luar," kata asisten rumah tangga yang lain. "Mungkin mereka baru saja keluar dari gerbang rumah. Pak Emmett yang mengajaknya makan malam di luar secara tiba-tiba."

Wahyuni berusaha keras untuk menguasai raut wajahnya untuk tetap tersenyum. Ia benar-benar merasa kesal sekarang. "Baiklah. Aku akan mengembalikan makanan ini, kalau begitu."

Dengan cepat, ia membuang makanan-makanan itu karena jika ada orang lain yang memakannya, semuanya akan menjadi lebih rumit. Setelah itu, ia berjalan ke kamarnya untuk menelepon ibunya.

"Bu," kata Wahyuni. Ini adalah hari terakhir Sekar berada di kedhaton. Artinya hari terakhir dirinya bisa menelepon Sekar.

Setelah itu, ia tidak akan bisa bicara dengan ibunya karena ibunya tidak memiliki alat komunikasi ketika sudah diasingkan.

"Kamu sudah berhasil melakukannya?" tanya Sekar di ujung sana.

"Belum, Bu. Cukup sulit untuk melakukannya di sini," kata Wahyuni panik. "Kita masih memiliki waktu kan, Bu?"

"Paling lama, kita harus memastikan kalau sang ratu mengkonsumsi ramuan itu selama satu Minggu ini, nduk. Tidak akan bisa jika lebih dari satu Minggu ini karena kandungannya akan semakin kuat," kata Sekar di ujung sana.

"...."

"Pastikan kalau kamu melakukannya sebelum satu Minggu ini, nduk."

Bersambung

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang