BAB 32

224 30 6
                                    

"Apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya Ningsih ketika ia dan Joko sedang berjalan menelusuri tepi sungai Balwanadanawa.

Sungai ini berasal dari mata air yang ada di pegunungan Balwanadanawa. Letak kedhaton Balwanadanawa pula, berada di kaki pegunungan itu. Sehingga aliran sungai dari dalam kedhaton akan mengalir ke seluruh wilayah Balwanadanawa. 

Oleh karena itu, para tetua dan perangkat kerajaan sangat menjaga kualitas air sungai yang mengalir keluar dari kedhaton, karena sungai ini akan menghidupi masyarakat dan juga kebun-kebun di wilayah ini.

Joko menatap ke sekitar sungai. Sekarang mereka sedang melakukan pemeriksaan kualitas air dan Joko tahu kalau Ningsih bisa merasakan kegelisahannya. "Aku mendapatkan pemikiran lain, tentang mimpiku waktu itu."

"Tentang cahaya putih yang akan menuju ke Balwanadanawa, namun tiba-tiba kembali ke langit?" tanya Ningsih.

"Ya. Aku memimpikannya lagi. Namun kali ini.. aku melihat cahaya itu benar-benar tiba di kedhaton. Cahaya itu masuk ke dalam tubuh sang ratu," kata Joko lagi. "Aku khawatir bercampur senang. Artinya, cahaya itu kemungkinan adalah calon pangeran mahkota yang kini sedang dikandung sang ratu. Tapi kekhawatiranku adalah, bagaimana jika kedua mimpi itu berkaitan?"

Ningsih yang baru saja akan tersenyum pun mengurungkan niatnya. Ia merasa bahagia jika ucapan Joko benar, bahwa Tatjana sekarang sedang mengandung seorang calon pangeran mahkota. Namun, ia sangat memahami kekhawatiran Joko.

Walaupun mimpi Joko terasa terbalik, namun tidak ada yang bisa memahami dimensi alam mimpi. Mimpi terkadang bisa menjadi petunjuk di masa depan namun petunjuk itu tidak selalu datang berurutan. Bagaimana jika di masa depan, mimpi kedua Joko tentang kehamilan Tatjana adalah benar, namun mimpi pertama datang setelahnya?

Ia dan Joko tahu apa arti dari cahaya yang kembali ke langit. Artinya, sang pangeran akan gugur sebelum ia lahir.

***

Nariah keluar dari kereta kuda yang ia naiki. Ia melakukan perjalanan dari pagi sekali, dan baru tiba di paling timur Balwanadanawa ketika matahari akan kembali ke ujung cakrawala. Cahaya kekuningan mulai mewarnai awan yang cukup banyak pada sore ini.

Sebentar lagi, warna awan pasti akan berubah menjadi keunguan.

"Raden Ajeng, sebaiknya kita segera menemui Gusti Kanjeng Ratu," kata Sri, dayang Nariah.

Nariah menganggukkan kepalanya, dan ia meminta Sri untuk menyiapkan teh sore untuk dirinya dan juga Tatjana.

Sekarang sudah sore, pasti Tatjana sudah kembali ke dalam pondoknya. Menurut aturan turun temurun, jika seseorang yang ingin memulihkan energinya di tempat ini, mereka tidak boleh begitu lama terpapar cahaya dari ufuk barat.

Maka, sebelum menemui Tatjana, Nariab menggamti pakaiannya, yang sudah terpapar cahaya sore.

Setelah semuanya ia lakukan, ia menatap gulungan kain yanv berisikan racun yang harus ia berikan kepada Tatjana. Lalu, ia mengambil gulungan itu dan segera berjalan ke arah kamar Tatjana.

Pondok yang ada di sini merupakan sebuah bangunan besar, dsn terbagi menjadi empat kamar. Setiap kamar terhubung dengan koridor yang beratap yang juga mengubungan mereka dengan ruangan lain, sehingga pada sore hari, mereka bisa berjalan dengan leluasa di dalam bangunan ini.

Nariah mengetuk sebanyak tiga kali dan ia diam, menunggu. Karena, ia mendengar sahutan dari dalam yang mengatakan kalau ia harus menunggu sebentar.

Lalu, Tatjana membuka pintu kamarnya. Wanita itu terlihat cukup pucat namun masih sehat.

"Nariah," sapa Tatjana sambil tersenyum. "Aku tidak tahu kalau kamu akan datang. Karena aku benar-benar terisolasi di sini. Tapi tempat ini sangat nyaman."

Nariah membalas senyuman Tatjana. "Kulo diminta untuk menemani Gusti Kanjeng Ratu."

Tatjana lal mempersilakan Nariah untuk masuk. Di dalam kamar itu, hanya ada Tatjana dan juga Wahyuni yang kini sedang menatap Nariah dengan tatapan tidak begitu suka, namun coba ia tutupi dengan menundukkan kepalanya.

"Wahyuni, bisa berikan kami waktu berdua?" tanya Tatjana.

"Yu.." kata Wahyuni tidak habis pikir dengan apa yang baru saja diucapkan oleh sang ratu. Karena, bagaimanapun juga, Wahyuni tahu kalau Nariah terlibat dalam rencana pembunuhan Araya.

Bagaimana jika Nariah melakukan hal yang tidak diinginkan ketika hanya berdua dengan Tatjana?

"Aku hanya mau bicara dengan Raden Ajeng Nariah," kata Tatjana lagi.

Wahyuni memilin kedua tangannya, terlihat resah. Namun, pada akhirnya ia menyerah dan meninggalkan mereka berdua di dalma kamar.

Setelah Wahyuni menutup pintu, Tatjana menatap Nariah. "Jadi, apa alasanmu datang ke sini, Nariah? Kamu mau bergandengan dengaku, meskipun memiliki bekas luka, atau kamu tetap akan berkhianat di bawah hidungku?"

Nariah menghembuskan napasnya pelan. Lalu, ia meletakkan kain yang berisikan racun itu. "Kulo sudah mengatakan kalau Kulo ingin memperbaiki semuanya, Gusti Kanjeng Ratu. Dan semuanya tidak akan pernah berubah."

"Dan yang kamu bawa ini adalah?"

"Racun yang bisa menggugurkan kandungan Gusti Kanjeng Ratu," jawab Nariah dengan jujur. "Bulik Sekar meminta Kulo untuk memasukkan racun ini ke makanan Gusti Kanjeng Ratu selama beberapa waktu."

Tatjana merasa sedikit lega karena jawaban yang diberikan oleh Nariah. Kembali ke beberapa waktu lalu, ketika dirinya bertemu dengan Nariah, Nariah memang langsung memberikan jawaban kalau wanita itu akan bersama dengannya dan menyesali semuanya.

Kini, ia tidak bisa memberikan kecurigaan apapun karena Nariah sudah jujur kepadanya.

"Setelah dua Minggu, Nariah. Setelah dua Minggu aku menghabiskan waktu di sini, aku akan kembali ke Jakarta dan memikirkan rencana selanjutnya," kata Tatjana.

Tentu saja ia harus memikirkan sebuah rencana. Ia harus memiliki rencana untuk menjaga bayinya, juga menjaga Nariah, sebelum ia kembali ke Kedhaton Balwanadanawa. Ia tidak bisa kembali ke sana tanpa taktik apapun.

Karena, Sekar adalah wanita yang sangat berbahaya. Buktinya, ia sudah melakukan kejahatan namun masih tetap bertahan di Kedhaton.

Sewaapada apapun dirinya, Sekar pasri memiliki celah untuk mencelakai bayinya. Maka, ia perlu meninggalkan Balwanadanawa dan memikirkan sebuah rencana.

"Sang raja sedang menunggu dua Minggu berakhir dengan tidak sabar, Gusti. Sang raja bahkan meminta Kulo untuk menjaga Gusti dsn juga calon pangeran. Sang raja juga meminta maaf, dan mengatakan kalau beliau sudah mengetahui kehamilan Gusti dan menunggu di kedhaton dengan tidak sabar," jawab Nariah.

Tatjana langsung menggigit bibir bagian dalamnya. Bagaimanapun juga, ia merindukan Derish. Bukan. Bayi di kandungannya lah yang merindukan ayahnya.

Ia masih sangat marah dengan Derish.

"Aku tetap harus pergi," jawab Tatjana dengan hampa.

"Sepertinya sang raja akan kecewa.."

Dia pasti akan sangat marah, batin Tatjana.

"Tidak ada pilihan lain. Aku akan menyelesaikan masalah dengan Derish setelah kita menyelesaikan masalah dengan Bulik," jawab Tatjana tegas, meskipun nuraninya meronta.

Tidak ada yang bisa Tatjana lakukan selain jalan ini. Sekarang, prioritas utamanya adalah jabang bayinya. Derish pasti akan mengerti jika ia menjelaskannya nanti.

Derish pasri akan mengerti.

Bersambung

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang