Love is..

66 9 0
                                    

Aku berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu Eriska tiba. Setelah beberapa minggu menjalani hukuman skors, akhirnya dia kembali. Hatiku berdebar-debar, bukan hanya karena aku senang melihatnya, tetapi juga karena semua orang pasti penasaran dengan apa yang terjadi selama ia tidak ada

Ketika Eriska muncul, banyak mata langsung tertuju padanya. Ia berjalan dengan percaya diri, meskipun aku bisa melihat sedikit kegugupan di wajahnya. Beberapa teman sekelas langsung mendekat, mengerumuni Eriska dengan pertanyaan

"Eris! Gimana sih rasanya skors? Seru gak?" tanya Lisa, sambil tersenyum nakal

Eriska hanya mengangkat bahu. "Sama sekali enggak seru. Cuma bosen di rumah aja."

"Eh, lo harus ceritain gimana ngalahin geng-nya Anya! Bener-bener nih, pahlawan kita," sambung Dika, dengan mata berbinar-binar

Mendengar itu, aku merasa sedikit cemas. Eriska mungkin tidak ingin membahasnya, terutama di hadapan orang banyak. Aku melangkah maju, berusaha membantu mengalihkan perhatian

"Eh, kalian jangan terlalu memaksa Eris, ya. Lagipula, dia baru kembali," ucapku, berharap bisa meredakan suasana

Tapi para teman-teman tetap penasaran. "Tapi Bayu, aku masih penasaran! Itu loh, soal Mas Rendra, kakaknya Eris yang ganteng banget. Dia yang datang waktu Eriska berantem itu, kan?" tanya Regina

Eriska terlihat sedikit merah padam, jelas bahwa dia merasa tidak nyaman. "Ya ampun, dia kan cuma kakak gue. Kenapa semua orang jadi penasaran sama Mas Rendra?" tanyanya, mencoba mengalihkan perhatian

"Karena dia ganteng banget! Dan lo gak pernah cerita banyak soal dia," jawab Regina, masih dengan semangatnya

Aku melihat Eriska menarik napas dalam-dalam, seolah mencoba menenangkan dirinya. "Mas Rendra itu kakak sepupu gue. Dia kemarin gantiin Mas Kafka yang nggak bisa datang waktu jemput gue," katanya, berusaha menghindar

"Tapi kok dia kelihatan baik banget? Baiknya itu beda dari Mas Kafka. Cuma sekilas aku lihat dia, udah bikin hati berdebar-debar," Regina menimpali

Aku merasa sedikit kesal dengan komentar itu, meskipun aku tahu Regina hanya bercanda. "Ayo, kita fokus pada pelajaran aja, yuk. Eris butuh istirahat setelah sekian lama," kataku, ingin menjaga Eriska dari perbincangan yang bisa membuatnya lebih stres

Eriska tersenyum padaku, seolah berterima kasih atas upayaku untuk membantunya. "Iya, ayo kita masuk ke kelas. Nanti kita bisa ngobrol lebih tenang," katanya

Kami semua beranjak menuju kelas, tetapi di belakang, aku tidak bisa untuk tidak merasa cemas tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku berharap bisa mendukungnya, entah bagaimana caranya. Yang penting, dia tahu aku selalu ada untuknya

***

Aku duduk di bangku cadangan gymnasium, menunggu giliran untuk latihan. Suara bola basket yang memantul dan teriakan dari teman-teman satu timku mengisi ruangan. Di lapangan, Eriska tampak bersemangat memimpin tim putrinya, menunjukkan bakatnya yang sudah lama kupuja. Dia selalu terlihat percaya diri saat bermain, dan aku tak bisa menahan senyuman saat melihatnya

Sementara aku menunggu, aku memperhatikan sekeliling. Banyak siswa dari luar eskul basket yang datang untuk menonton latihan. Beberapa dari mereka terlihat antusias, sementara yang lain hanya bercanda dan menikmati suasana. Namun, perhatian semua orang seakan tertuju pada Eriska, dan aku merasakan sedikit kebanggaan saat menyaksikannya bermain

Tiba-tiba, aku melihat sosok yang sangat familiar melangkah masuk ke gymnasium. Rendra. Dia mengenakan pakaian kasual, terlihat santai tetapi tetap menawan. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan di sini, tapi sepertinya dia datang untuk melihat Eriska berlatih

Remember meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang