Nonchalant Princess

72 4 0
                                    

Eriska merasa gugup bercampur senang saat Rendra mengantarnya ke kampus. Mereka berjalan berdampingan menuju mobil, Rendra dengan senyuman hangat di wajahnya, membuat hati Eriska berdebar.

Setibanya di kampus, mereka melangkah keluar dari mobil, dan Eriska merasakan sorotan mata teman-temannya. Beberapa dari mereka terkejut melihat Rendra yang tampak menawan berdiri di samping Eriska. Rendra melambaikan tangan dan memberi senyuman kepada beberapa mahasiswa yang melintas, sementara Eriska merasa sedikit malu.

"Jangan khawatir, kamu fokus belajar saja ya." kata Rendra, menepuk bahu Eriska dengan lembut. Kata-katanya membuat Eriska merasa lebih tenang.

Sebelum Eriska masuk ke dalam kampus, Rendra menariknya untuk berpelukan sebentar. "Semangat belajar, ya. Jangan lupa makan siang," bisiknya, lalu mencium puncak kepala Eriska dengan lembut.

Eriska tersenyum, merasakan kasih sayang dan perhatian Rendra. Dia melangkah memasuki gedung kampus dengan perasaan bersemangat, bertekad untuk menjalani hari itu dengan baik, sambil merasakan dukungan Rendra di belakangnya.

***

Eriska merasa ada sesuatu yang aneh saat dia menghampiri Tessa di kelas. Saat dia tersenyum dan menyapa, Tessa hanya menatapnya sebentar lalu menjauh dengan alasan ingin fokus belajar. Eriska terdiam, sedikit bingung dengan sikap dingin sahabatnya itu, padahal biasanya mereka selalu bersama.

Melihat itu, Dion yang duduk di dekat mereka segera mencibir Tessa dengan nada bercanda. "Ya ampun, Tess, lo serius banget sih! Belajar mah bisa nanti aja, kali," katanya, sambil menggoda.

Tessa mendengus kesal dan melipat tangan. "Beda sama lo, Dion. Gue mau fokus kuliah, biar nggak ada distraksi."

Dion tertawa dan menggeleng. "Distraksi? Dari kapan juga sih lo jadi kayak gini, Tess?"

Tessa melirik Eriska sekilas, memberi isyarat seolah-olah dia tahu ada hal yang lebih dari sekadar "fokus belajar."

Eriska hanya tersenyum kaku, mencoba memecahkan suasana tanpa memperkeruh situasi. Dia merasa ada yang mengganjal dengan sikap Tessa, tapi memilih untuk tidak menekan lebih jauh. Dalam hati, dia berharap bisa berbicara secara terbuka dengan Tessa nanti dan memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Saat sesi belajar bersama dimulai, Eriska mencoba merapat ke Tessa, berharap bisa seperti biasa, saling mendukung dan membantu dalam mengerjakan tugas. Namun, Tessa tampak menjaga jarak, malah memilih untuk bergabung dengan teman-teman lain di ujung meja, seolah ingin menghindari Eriska.

Eriska mengernyit bingung, menyadari perubahan sikap sahabatnya itu. Biasanya, Tessa dan dia selalu duduk bersebelahan saat belajar bersama, bercanda di sela-sela keseriusan, atau sekadar berbagi cerita. Tapi kali ini, Tessa terlihat canggung, bahkan sesekali melirik Eriska dari jauh dengan tatapan yang sulit diartikan.

Dion yang duduk di dekat Eriska mengangkat alis, bingung dengan sikap Tessa. "Eh, kenapa sih Tessa kayak gitu? Biasanya dia gabung sama kita," bisiknya pelan, jelas merasa ada yang janggal.

Hanni yang duduk di sisi lainnya juga berbisik dengan nada prihatin. "Iya, gue juga heran. Tessa kayak nggak pengen deket-deket sama kita sekarang, Ris."

Eriska hanya bisa tersenyum kecut dan mengangkat bahu. "Gue juga nggak tahu, Han. Mungkin dia lagi ada pikiran?"

Mereka semua kembali terdiam, memfokuskan diri pada materi, tetapi suasana canggung itu tak bisa dihindari. Eriska mencoba mengabaikan rasa sesak di dadanya, berharap perubahan sikap Tessa hanyalah sementara. Meski dia berusaha terlihat tenang di depan teman-temannya, di dalam hatinya, Eriska merasakan kehilangan sosok sahabatnya yang dulu selalu ada di sisinya.

Remember meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang