Valent duduk gelisah di ruang tunggu rumah sakit, menggoyang-goyangkan kakinya yang pendek sambil memeluk boneka dinosaurus kesayangannya. Matanya sesekali melirik ke arah pintu ruang bersalin yang tertutup rapat.
Di sampingnya, Rendra berusaha menenangkan putranya yang baru berusia empat tahun itu. "Sabar, Valent. Sebentar lagi kamu jadi kakak, lho. Seru, kan?"
Valent mengangguk kecil, tapi wajahnya masih tampak khawatir. "Tapi Mama sakit, ya, Papa? Mama kenapa lama banget?" tanyanya polos, membuat hati Rendra mencelos.
Rendra tersenyum lembut, mengusap kepala kecil putranya. "Mama nggak sakit, Nak. Mama lagi kerja keras buat bawa adikmu ke dunia. Nanti kalau sudah lahir, Mama pasti sehat lagi, kok."
Meskipun belum sepenuhnya mengerti, Valent tampak sedikit lebih tenang mendengar penjelasan ayahnya. "Adiknya Valent cewek, ya, Pa?" tanyanya dengan mata berbinar.
Rendra tertawa kecil, mengingat bagaimana Eriska dan dia memutuskan untuk tidak memberi tahu Valent soal jenis kelamin adiknya lebih dulu. "Kita lihat nanti, ya. Mau cewek atau cowok, yang penting Valent jadi kakak yang baik."
Valent mengangguk yakin. "Aku akan jagain Adik seperti Papa jagain Mama."
Rendra merasa dadanya hangat mendengar kata-kata tulus itu. Ia memeluk Valent dengan penuh kasih sayang, membisikkan doa agar keluarganya selalu diberi kebahagiaan.
Beberapa jam kemudian, pintu ruang bersalin akhirnya terbuka. Seorang perawat keluar dengan senyum hangat. "Pak Rendra, selamat ya! Istri Anda sudah melahirkan dengan selamat. Bayi perempuan yang cantik."
Valent langsung melompat dari kursinya. "Adik cewek, Pa! Aku punya adik cewek!" serunya girang, wajahnya penuh semangat.
Di ruang perawatan, suasana penuh kebahagiaan dan kehangatan menyelimuti. Eriska berbaring di tempat tidur dengan senyum lembut meskipun wajahnya terlihat lelah. Di sebelahnya, seorang perawat membantu menidurkan bayi perempuan yang baru saja dilahirkan ke dalam boks kecil di samping tempat tidur.
Pintu kamar terbuka, dan Valent masuk dengan langkah kecil, menggenggam tangan Rendra. Matanya langsung terpaku pada ibunya, lalu ke boks tempat bayi mungil itu berbaring. Di ruangan itu, beberapa anggota keluarga Eriska dan Rendra sudah berkumpul. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Valent.
"Mama!" seru Valent dengan semangat, berlari kecil menuju tempat tidur Eriska.
Eriska tersenyum lebar dan membuka tangannya. "Sini, Nak." Ia memeluk Valent dengan lembut, meskipun tubuhnya masih terasa lemah. "Kamu udah jadi kakak sekarang. Mau lihat Adik?"
Valent mengangguk penuh semangat. Rendra mengangkatnya ke atas, sehingga Valent bisa melihat bayi mungil itu lebih dekat. Mata kecil Valent membelalak saat melihat bayi perempuan yang tertidur pulas.
"Dia kecil banget, Pa," ujar Valent kagum. "Namanya siapa, Ma?"
Eriska melirik Rendra, dan mereka berdua saling tersenyum sebelum menjawab bersama. "Namanya Aruna."
Valent mengangguk, mencoba mengucapkan nama itu dengan pelan. "Aruna... Aruna adik aku." Lalu, ia menoleh ke tantenya, Sandra, dan anggota keluarga lain. "Aku mau jagain Adik Aruna, kayak Papa jagain Mama."
Semua orang tertawa lembut mendengar ucapan polosnya. Ibu Eriska yang tadinya hanya mengamati dengan tenang mendekat dan menatap Eriska serta bayi mungil itu. Meskipun ia jarang menunjukkan emosi, kali ini senyum tipis tersungging di wajahnya. "Kamu hebat, Ris. Selamat ya."
Eriska merasa haru mendengar ucapan ibunya yang biasanya keras. Ia hanya mengangguk pelan sambil menggenggam tangan Valent yang terus memperhatikan adiknya dengan penuh rasa ingin tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember me
RomanceSetelah terbangun dari koma, Eriska belajar mengingat semua yang telah terjadi padanya. Termasuk cinta pertamanya