Sesuatu yang aneh di kepalaku

86 9 5
                                    

Bayu berdiri terpaku, matanya membelalak saat melihat Eriska terjatuh di lantai gymnasium. Teman-teman sekelasnya segera mengerumuni, semua wajah mereka terlihat khawatir. Suasana panik memenuhi ruangan, dengan suara teriakan dan pertanyaan yang membingungkan

"Eris!" teriak Bayu, suaranya penuh kekhawatiran saat dia berlari mendekat. Dia merasakan jantungnya berdegup kencang, mengingat semua momen indah yang mereka lalui bersama

"Eris!" panggilnya lagi, berusaha membangunkannya, tetapi tidak ada jawaban

Regina menunduk, mencoba memeriksa pernapasan Eriska. "Dia nggak bergerak! Kenapa dia?" tanyanya, suaranya bergetar

"Gue nggak tahu! Kita harus bawa dia ke ruang kesehatan!" Bayu menjawab dengan cepat, tidak peduli pada rasa cemas yang menyelimuti pikirannya. Dia merasa harus bertindak cepat

Bayu dengan sigap mengangkat tubuh Eriska, memindahkannya ke pelukannya. Anggota tim basket yang lain menggeser diri, memberi jalan untuknya. Saat dia menggendong Eriska, tubuhnya terasa ringan, namun saat yang sama, kepanikan dan rasa cemas memenuhi hatinya

"Cepat, bawa Eris ke ruang kesehatan!" teriak Dika, yang baru tiba setelah mendengar keributan

Dia mengikuti Bayu sambil berusaha menenangkan teman-temannya yang lain. "Eris pasti akan baik-baik saja."

Bayu berlari menuju ruang kesehatan dengan langkah cepat, menjaga Eriska dalam pelukannya. "Eris, bangun, dong. Lo pasti baik-baik aja," katanya lembut, berharap suaranya bisa menjangkau pikiran Eriska di alam bawah sadarnya

Akhirnya, mereka sampai di ruang kesehatan. Bayu meletakkan Eriska di ranjang yang disediakan. Perawat segera menghampiri mereka dengan wajah serius, melihat kondisi Eriska yang masih tidak sadarkan diri

"Bisa kasih tahu apa yang terjadi?" tanya perawat itu, menatap Bayu dengan penuh perhatian

"Dia pingsan tiba-tiba, kami tidak tahu kenapa," jawab Bayu, napasnya tersengal-sengal. "Kami baru saja memulai latihan, dia terlihat baik-baik saja sebelumnya."

Perawat segera melakukan pemeriksaan. Bayu berdiri di samping ranjang, tidak bisa menahan rasa cemas yang menggerogoti

"Eris, lo harus bangun," bisiknya sambil menggenggam tangan Eriska, berharap ada tanda-tanda kesadaran

Waktu berjalan lambat, dan Bayu hanya bisa menunggu sambil berdoa, berharap sahabatnya segera kembali pulih

Eriska membuka matanya perlahan, merasakan cahaya terang yang menyilaukan. Kepalanya berdenyut, nyeri menjalar seolah ada yang menekan dari dalam. Dia mengerutkan kening, berusaha mengingat apa yang terjadi. Saat pandangannya mulai jelas, dia melihat Bayu duduk di sampingnya, wajahnya tampak cemas

"Eris! Lo akhirnya bangun juga," seru Bayu, suaranya penuh haru. Dia mengambil tangan Eriska dengan lembut, mengusapnya pelan. "Gue khawatir banget. Lo pingsan tadi."

Eriska masih memegang kepalanya, merasakan sakit yang menusuk. "Sakit... kepalaku," katanya dengan suara pelan. "Apa yang terjadi?"

"Lo jatuh di gymnasium," jelas Bayu, matanya tidak pernah lepas dari wajah Eriska. "Kita semua langsung bawa lo ke sini. Lo harus istirahat."

Eriska mencoba untuk duduk, tetapi Bayu menahannya. "Jangan, lo harus tenang dulu. Nanti perawat datang dan memeriksa lo."

"Gue... ingat cuma pusing," ujar Eriska, teringat bagaimana semuanya mulai blur sebelum dia pingsan. "Tapi kenapa semua orang di sini?"

"Karena kita semua khawatir," jawab Regina yang berdiri di pintu, bersama Dika dan Lisa. "Lo bikin kita panik, Eris!"

Eriska melihat wajah-wajah khawatir teman-temannya, hatinya terasa hangat meskipun kepalanya masih berdenyut. "Maaf, gue nggak bermaksud bikin kalian khawatir," katanya, berusaha tersenyum meskipun rasanya sulit

Remember meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang