Cherished

66 3 0
                                    

Keenan dan Rendra duduk di teras belakang rumah keluarga Padmawijaya, suasana sunyi hanya dipecah oleh suara angin sepoi-sepoi dan suara daun-daun yang bergesekan. Keenan memegang sebungkus rokok, menggenggamnya dengan erat seolah ingin mengisyaratkan sebuah percakapan yang cukup berat.

"Rokok?"

Rendra memandang Keenan dengan serius. Tanpa berkata-kata, ia menggelengkan kepala, menolak rokok yang ditawarkan Keenan. Keenan terkejut, matanya sejenak menatap Rendra yang begitu tegas dengan keputusan itu.

"Lo nggak ngerokok lagi?" tanya Keenan, sedikit bingung.

Rendra mengangguk pelan, memandang Keenan dengan mata penuh tekad. "Gue kan bentar lagi jadi Ayah. Masa gue masih ngerokok?"

"Rendra, gue cuma mau pastiin aja," kata Keenan membakar sebatang rokok dan menghembuskannya. "Lo serius mau berubah? Lo siap jadi suami yang baik buat Eriska? Gue nggak mau adik gue jatuh ke tangan orang yang nggak bisa jaga dia."

"Iya, Ken." Jawab Rendra sungguh-sungguh, "Gue udah banyak nyakitin Eriska, dan gue nggak mau jadi orang yang dulu lagi. Gue harus berubah. Bukan cuma demi dia, tapi demi diri gue sendiri."

Keenan terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Rendra. Sementara itu, ada rasa kagum yang perlahan tumbuh di dalam dirinya. Ia tahu betul betapa sulitnya membuat keputusan untuk berubah, apalagi bagi seseorang yang pernah tenggelam dalam kebiasaan buruk.

"Lo bener-bener serius, ya?" Keenan akhirnya berkata dengan suara lebih lembut. "I think you really mean it. Mudah-mudahan ini nggak cuma sementara."

Rendra menatap Keenan, matanya tegas namun penuh harap. "Iya, gue serius. Gue janji, gue bakal jaga Eriska sebaik mungkin. Gue nggak mau kehilangan dia lagi."

Keenan menghela napas panjang, lalu tersenyum sedikit. "Gue cuma mau yang terbaik buat adik gue, dan kalau lo emang serius, gue dukung lo. Jaga dia baik-baik, Rendra. Karena lo udah tahu, nggak ada yang bisa nyakitin dia lagi."

Sementara itu, Eriska berdiri di samping Sandra, matanya tak bisa lepas dari pemandangan di halaman rumah, di mana Rendra dan Keenan sedang berbicara. Ada perasaan hangat yang memenuhi dadanya melihat mereka berdua sudah lebih dekat, meski hubungan mereka sempat tegang sebelumnya. Sandra, yang berada di samping Eriska, memperhatikan adiknya dengan senyuman lembut.

"Melihat mereka berdua sekarang, aku rasa kamu nggak perlu khawatir lagi, Ris," ujar Sandra dengan suara yang penuh pengertian, menyentuh bahu Eriska dengan lembut.

Eriska tersenyum haru, matanya agak berkaca-kaca. "Iya, aku juga merasa lega. Setelah semua yang terjadi, mereka akhirnya bisa bicara, dan Mas Rendra... dia udah bener-bener berubah. Aku percaya dia."

Sandra mengangguk, ikut tersenyum melihat bagaimana hubungan adik-adiknya mulai membaik. "Aku tahu kamu bisa melaluinya, Ris. Keluargamu juga bisa jadi satu lagi, kok. Kamu nggak sendirian."

Eriska menatap Keenan dan Rendra yang kini tampak lebih santai, tertawa dan berbicara ringan. Ada rasa lega yang mendalam di hatinya. Semua yang telah terjadi, semua perjalanan panjang penuh rintangan dan air mata, akhirnya membawa mereka sampai pada titik ini.

"Terima kasih, Kak," ucap Eriska dengan suara penuh rasa terima kasih, memandang kakak iparnya. "Aku merasa jauh lebih tenang sekarang."

Sandra menyandarkan bahunya ke bahu Eriska, memberi dukungan tanpa kata. "Kamu berhak bahagia, Ris. Dan aku yakin, sekarang kamu akan mendapatkannya."

Eriska mengangguk, merasakan harapan muncul dalam dirinya. Meskipun perjalanan mereka masih panjang, dia tahu bahwa Rendra dan dia bisa melaluinya bersama. Tidak ada lagi yang harus ditakuti, karena mereka sudah memiliki keluarga dan satu sama lain.

Remember meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang