Eriska duduk di sofa ruang tamu dengan selimut tebal membungkus tubuhnya. Wajahnya lelah, matanya menerawang ke arah jendela, seolah mencari jawaban di balik rintik hujan yang turun perlahan. Pikirannya masih dipenuhi berbagai hal—mulai dari pertemuannya dengan Tessa yang akan diatur, hingga keputusan besar soal privasi dan kehidupannya ke depan.
Rendra datang dari dapur dengan secangkir teh hangat di tangannya. Ia duduk di samping Eriska, menyodorkan cangkir itu dengan senyuman lembut. "Ini, teh chamomile kesukaan kamu. Biar kamu lebih rileks."
Eriska menerima cangkir itu dengan senyuman tipis, tapi tidak berkata apa-apa. Hening menyelimuti ruangan selama beberapa saat, hanya diisi oleh suara hujan di luar.
"Sayang," ujar Rendra akhirnya, memecah keheningan. Ia menatap Eriska dengan penuh perhatian. "Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi aku mau kamu ingat, kamu nggak sendirian. Aku selalu ada di sini."
Eriska menunduk, mengusap pinggiran cangkir di tangannya. "Mas... aku capek. Rasanya nggak ada habisnya. Dari masalah di kampus, soal ujian itu, terus sekarang ini. Aku cuma pengen hidup tenang, Mas. Apalagi... sebentar lagi anak kita lahir." Suaranya terdengar rapuh, hampir seperti bisikan.
Rendra meraih tangan Eriska dan menggenggamnya erat. "Aku ngerti, Sayang. Kamu nggak harus kuat terus. Kalau kamu mau nangis, nangis aja. Kamu manusia, nggak perlu selalu kelihatan tegar."
Mendengar itu, air mata Eriska akhirnya jatuh. Ia membiarkan dirinya menangis, menumpahkan semua emosi yang selama ini ia tahan. Rendra memeluknya dengan lembut, membiarkan bahunya menjadi tempat bersandar bagi istrinya.
"Mas cuma mau kamu tahu, kamu lebih dari cukup," bisik Rendra pelan, membelai lembut punggung Eriska. "Dan kalau ada orang yang berani ganggu kamu, aku nggak akan biarin mereka menang. Kita akan lewatin ini bareng-bareng, oke?"
Eriska mengangguk dalam pelukan suaminya. Ia merasa sedikit lebih ringan, meski beban di hatinya belum sepenuhnya hilang. Tapi setidaknya, ia tahu ada seseorang yang akan selalu mendukungnya, apa pun yang terjadi.
***
Setelah kuliah, Eriska keluar dari kampus dengan langkah lelah. Hari itu ujian akhirnya selesai, dan pikirannya masih dipenuhi banyak hal. Begitu melangkah ke tempat parkir, ia melihat mobil Rendra sudah terparkir di sana. Rendra turun dari mobil, menyambutnya dengan buket bunga besar.
"Sayang, aku bawa sesuatu buat kamu," ujar Rendra sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tasnya.
Eriska sedikit terkejut, lalu menerima kotak itu dengan hati-hati. "Apa ini, Mas?" tanyanya penasaran.
Rendra tersenyum, "Buka aja, lihat sendiri."
Dengan hati-hati, Eriska membuka kotak itu dan menemukan sebuah gelang indah berwarna emas, dihiasi dengan batu kecil yang berkilau.
"Mas..." Eriska terdiam sejenak, "Ini terlalu mahal."
Rendra tersenyum lembut. "Aku ingin kamu tahu betapa berharganya kamu, Eriska. Kamu kuat, dan aku sangat bangga padamu."
Eriska menggenggam gelang itu erat, merasa hangat di dalam hati. "Terima kasih, Mas."
Setelah itu, mereka berdua pulang ke rumah. Begitu tiba di rumah, suasana sudah sedikit berbeda. Di ruang tamu, ibu Eriska dan Sandra, kakak iparnya, tengah duduk menunggu.
"Mama? Kak Sandra?" Eriska tersenyum lebar dan memeluk ibu dan kakak iparnya.
Ibu Eriska memandang hadiah dan bunga yang ada di tangan Rendra dengan tatapan serius. "Rendra, aku paham kamu sayang sama Eriska, tapi jangan terlalu memanjakannya," katanya dengan lembut namun tegas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Remember me
RomanceSetelah terbangun dari koma, Eriska belajar mengingat semua yang telah terjadi padanya. Termasuk cinta pertamanya