Di dalam kamar, suasana terasa menyesakkan bagi Eriska. Ia duduk di tepi tempat tidur, merasa bersalah dan bingung. Setelah beberapa menit berusaha menghubungi Rendra dengan lembut, ia mulai menyadari bahwa suaminya tidak akan membuka pintu itu.
"Mas Rendra, tolong buka pintunya. Aku minta maaf," katanya dengan suara bergetar.
Namun, tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang mengisi ruangan itu, membuat Eriska semakin gelisah.
Ia mulai menggedor pintu, "Mas, please! Buka pintunya! Kita harus bicara!" teriaknya, tetapi suaranya hanya bergema tanpa mendapatkan respons.
Sementara itu, di ruang keluarga, Rendra duduk di sofa dengan segelas wiski di tangan. Dia menyesap minuman itu dengan perlahan, berusaha menenangkan pikirannya. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam dirinya—kecemburuan, kemarahan, dan kerinduan. Dia tahu bahwa reaksinya berlebihan, tetapi melihat Eriska bersama Bayu dan bagaimana hubungan mereka tampak begitu akrab membuatnya merasa terancam.
"Dia hanya teman," Rendra berbisik pada dirinya sendiri, berusaha meyakinkan hatinya. Tapi tidak bisa dipungkiri, saat melihat Eriska bersenang-senang dengan orang lain, apalagi di depan teman-teman, hatinya terasa perih.
Kembali ke kamar, Eriska terus mengetuk pintu. "Mas, ini tidak adil! Kita harus bicara! Aku tidak ingin kamu marah seperti ini," desaknya, semakin putus asa. Dalam hati, ia berharap Rendra bisa mendengarkan penjelasannya.
Saat Rendra akhirnya memasuki kamar, suasana terasa suram. Dia tampak tidak stabil, dengan tatapan kosong dan langkah yang goyah. Eriska yang sudah kelelahan menunggu dan merasa cemas, melihat suaminya dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya.
"Mas, kamu kenapa?" tanyanya pelan, mencoba menghindari konflik.
Namun, Rendra tidak menjawab. Sebaliknya, dia mendekat dan dengan cepat menyerang, tangannya membungkam suara Eriska.
"Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan? Kamu terlalu dekat dengan dia!" ucapnya, suaranya dingin dan tajam. Setiap kata-katanya terasa seperti jarum yang menusuk.
Eriska berusaha melawan, berusaha menjelaskan bahwa dia tidak memiliki niat untuk menyakiti Rendra atau hubungan mereka. Namun, saat Rendra semakin terperangkap dalam kemarahannya, dia tidak mendengarkan penjelasan itu. Rendra mengekang Eriska, mengingatkan tentang semua pengorbanannya, dan berusaha membuatnya merasa bersalah.
"Semua yang aku lakukan untukmu, dan ini yang kau balas? Dekat dengan orang lain sementara aku berjuang?"
Rendra berucap dengan nada penuh kebencian. Setiap kata yang terucap hanya memperburuk keadaan, membuat Eriska merasa terjebak dalam pusaran emosi negatif.
"Mas, tolong... kita bisa bicarakan ini," Eriska memohon, berusaha menahan air mata yang mulai mengalir. Namun, Rendra semakin gelap dalam pikirannya, tidak ada ruang untuk mendengarkan.
Ketika Rendra memaksa Eriska untuk berhubungan badan, kekuatan dan kemarahan yang terpendam dalam dirinya menumpuk hingga tidak bisa ditahan lagi. Eriska berusaha melawan, tetapi sekuat apapun dia berjuang, keadaan semakin memburuk. Pandangannya mulai kabur, dan suara di sekitarnya semakin jauh. Dalam beberapa detik yang terasa selamanya, Eriska jatuh ke dalam kegelapan.
Ketika semuanya berakhir, Rendra terjatuh di sampingnya, napasnya tak teratur dan penuh penyesalan. Sekilas, seolah kesadarannya kembali, tetapi sudah terlambat. Dia melihat Eriska terkulai di lantai, dan rasa takut serta penyesalan mendalam menyergap hatinya. Namun, saat itu, kegelapan emosional yang mendalam telah menguasai dirinya, dan dia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.
***
Rendra merasa kepanikan yang luar biasa ketika melihat Eriska terkulai tak berdaya dalam pelukannya. Dengan tergesa-gesa, ia mengangkat tubuh Eriska dan membawanya ke mobil. Perasaan bersalah dan ketakutan menyelimuti pikirannya saat ia mengemudikan mobil ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember me
RomanceSetelah terbangun dari koma, Eriska belajar mengingat semua yang telah terjadi padanya. Termasuk cinta pertamanya