Maaf

136 4 5
                                    

Setelah berbulan-bulan penuh ketegangan, Eriska akhirnya merasa cukup kuat untuk memaafkan Tessa. Keputusan ini datang setelah banyak pertimbangan dan perbincangan dengan Rendra. Ia sadar bahwa meskipun Tessa telah membuat hidupnya lebih sulit, ia tidak ingin membiarkan kebencian menghancurkan hubungannya dengan orang-orang yang masih ia sayangi.

Namun, meskipun Eriska memaafkan, Rendra tetap bersikeras untuk menuntut pertanggungjawaban. Ia merasa bahwa Tessa dan pihak media yang terlibat tidak seharusnya dibiarkan begitu saja. Ia ingin agar ada pelajaran yang diambil, bukan hanya untuk Tessa, tetapi juga untuk siapa pun yang mencoba merusak privasi mereka.

"Kita nggak bisa diam saja," kata Rendra dengan tegas saat mereka berbicara di rumah. "Kamu bisa memaafkan, tapi aku tidak bisa begitu saja membiarkan ini berlalu tanpa ada tindakan."

Eriska menatapnya dengan lelah. "Aku paham, Mas. Tapi ini sudah cukup berat untukku. Aku nggak mau kita terus dibebani oleh masalah ini."

Rendra menggenggam tangannya. "Aku ngerti, tapi kita harus melindungi diri kita juga. Aku nggak akan biarkan mereka terus menginjak privasi kita, Eris."

Dengan berat hati, Eriska akhirnya mengalah, meskipun hatinya merasa bimbang. "Kalau itu yang kamu rasa perlu, aku ikut. Tapi aku nggak mau itu merusak segalanya."

Rendra pun melanjutkan proses hukum terhadap media yang mencoba menerobos privasi mereka. Beberapa hari setelah itu, beredar kabar bahwa tindakan hukum telah dimulai. Meskipun keputusan ini menambah beban di pundak mereka, Rendra merasa bahwa ini adalah langkah yang benar untuk melindungi masa depan mereka.

***

Rendra dan Eriska menghabiskan waktu bersama untuk mendekorasi kamar bayi mereka. Kamar yang tadinya sederhana kini mulai berubah menjadi tempat yang penuh dengan harapan dan cinta. Mereka memilih warna pastel yang lembut untuk dinding, dengan sentuhan biru muda dan putih yang menenangkan. Rendra memegang kuas cat dengan hati-hati, sementara Eriska mengatur aksesori dan perabotan kecil yang mereka beli bersama.

"Bagaimana kalau kita tambahkan beberapa gambar hewan lucu di dinding?" tanya Eriska sambil menunjukkan beberapa poster yang ia pilih.

Rendra tersenyum, "Tentu, biar semakin ceria. Aku juga suka ide itu."

Mereka tertawa bersama, menikmati setiap momen dalam persiapan ini. Rendra memasang lampu gantung kecil berbentuk bintang di sudut kamar, sementara Eriska menata ranjang bayi dengan selimut lembut dan bantal kecil yang dihiasi motif lucu.

"Semuanya terlihat sempurna," kata Eriska, melihat hasil kerja mereka berdua. Ia merasa lega melihat kamar bayi yang nyaman dan siap untuk menyambut kedatangan sang buah hati.

Rendra mendekat, meraih tangan Eriska. "Ini adalah tempat yang penuh cinta. Kita sudah siap untuk menjadi orang tua."

Eriska menatap suaminya dengan senyum hangat. "Terima kasih, Mas. Aku merasa lebih tenang sekarang."

Mereka berdiri sejenak, memandang kamar bayi yang telah mereka dekorasi dengan penuh kasih. Meskipun segala persiapan dan perubahan hidup yang akan datang membuat mereka sedikit cemas, mereka tahu bahwa bersama-sama, mereka siap menghadapi semua itu.

***

Di bar yang remang-remang, Bayu menatap Rendra yang duduk di hadapannya. Suasana di sekitar mereka cukup ramai, tapi percakapan mereka terasa pribadi. Bayu memesan dua gelas bir, meletakkannya di meja, dan duduk dengan wajah yang serius.

"Rendra," kata Bayu perlahan, "aku ingin bicara tentang Eriska."

Rendra menatapnya dengan tajam, tapi ada rasa sabar di matanya. "Aku tahu apa yang kamu ingin katakan," jawab Rendra. "Tapi, kamu harus mengerti, Eriska adalah istriku sekarang. Aku akan selalu melindunginya."

Remember meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang