Setelah parade selesai dan Eriska resmi mundur dari dewan mahasiswa, ia merasa seharusnya hidupnya menjadi lebih tenang. Namun, kenyataan berkata lain. Masalah-masalah baru justru mulai bermunculan.
Keesokan harinya, saat Eriska berjalan menuju kelas, ia masih mendapati beberapa mahasiswa berbisik-bisik dan menatapnya dengan tatapan mencurigakan. Bahkan ada yang terang-terangan mengomentari tentang dirinya.
"Jadi, meskipun mundur dari dewan, dia tetap merasa istimewa ya?" salah seorang mahasiswi bergumam pelan tapi cukup keras untuk Eriska dengar.
Eriska hanya menunduk dan berjalan melewati mereka, mencoba untuk tidak memikirkan komentar tersebut. Ia mengira semua tekanan akan berhenti setelah ia menyerahkan jabatannya, tetapi ternyata rumor dan pembicaraan negatif masih terus berlanjut.
Saat istirahat di kantin, Dion, yang selalu blak-blakan, menyemangatinya dengan gaya khasnya. "Sabar ya, Eris. Kadang orang tuh kalau nggak punya kerjaan suka cari bahan gosip. Pasti besok-besok ada yang lebih heboh, mereka bakal lupa sama lo," katanya sambil menghabiskan makanannya.
Namun, Hanni, yang lebih sensitif, tampak khawatir. "Tapi gosip di kampus ini cepat menyebar, Eris. Apalagi ada wartawan yang ikut-ikutan. Lo harus hati-hati."
Eriska hanya mengangguk. Ia sebenarnya lelah menghadapi semuanya, terutama dengan kondisi kehamilannya yang semakin membuatnya emosional. Namun, ia mencoba untuk tetap kuat di depan teman-temannya.
Di sisi lain, Tessa, yang selama ini menjauh darinya, tampak duduk di pojok kantin bersama kelompok mahasiswi yang tidak menyukai Eriska. Meskipun tidak berkata apa-apa, tatapan Tessa cukup membuat Eriska merasa gelisah.
Saat Eriska pulang ke rumah, Rendra sudah menunggunya di depan pintu dengan senyum hangat seperti biasa.
"Bagaimana harimu?" tanyanya, membantu Eriska membawa tas.
Eriska hanya menghela napas dan menceritakan kejadian-kejadian di kampus. "Aku pikir semua akan selesai setelah aku mundur dari dewan mahasiswa. Tapi ternyata enggak. Masih ada aja yang nggak suka sama aku."
Rendra menarik napas dalam-dalam, lalu merangkul Eriska lembut. "Kamu sudah melakukan yang terbaik, Sayang. Biarkan waktu yang menyelesaikan sisanya. Fokus saja sama kesehatan kamu dan bayi kita."
Meskipun kata-kata Rendra menenangkannya, Eriska tetap tidak bisa menghilangkan rasa cemasnya. Ia hanya bisa berharap bahwa badai ini akan segera berlalu.
***
Eriska terkejut ketika Hanni dan Dion memberitahunya bahwa informasi pribadinya telah tersebar di media sosial. Hanni, yang khawatir, menjelaskan bahwa ada postingan yang menyebar luas tentang kehamilan Eriska dan kehidupan pribadinya yang mungkin berasal dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Aduh, Eris, lo nggak tahu ini kayak gimana hebohnya di luar sana. Banyak yang bilang lo hamil karena berbagai alasan, ada yang bilang lo sengaja hamil demi perhatian lah, nyogok rektor supaya kuliah lo aman lah. Ini kayaknya nggak bakal selesai begitu aja," kata Hanni dengan nada khawatir.
Dion yang juga mendengar kabar itu ikut menambahkan, "lo harus hati-hati, Eris. Kalau sampai ini berkembang, bisa-bisa malah makin parah. Ada banyak yang nggak suka sama lo gara-gara ini."
Eriska terdiam, merasakan kekhawatiran yang mendalam. Ia tahu betul bagaimana media sosial bisa membuat masalah lebih besar. Namun, ia juga tahu kalau masalah ini tak akan mudah hilang begitu saja. Keinginan untuk memberitahu Rendra pun muncul, tetapi ia menahan diri. Eriska tidak ingin membuat Rendra khawatir lebih jauh lagi, apalagi dengan kondisi kehamilannya yang sedang rentan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember me
RomansSetelah terbangun dari koma, Eriska belajar mengingat semua yang telah terjadi padanya. Termasuk cinta pertamanya