Mencintainya lagi

13 1 0
                                    

Setiap hari, Rendra datang dengan membawa bunga segar, berharap bisa melihat senyum manis dari Eriska. Namun, semakin sering ia datang, semakin terasa sikap dingin Eriska kepadanya. Rendra bingung dan mulai bertanya-tanya apa yang salah

Hari ini, ia membawa seikat mawar putih. "Eris, aku bawa bunga lagi untukmu," katanya dengan suara lembut, menaruh bunga itu di vas di samping ranjang Eriska

Eriska hanya menatapnya sekilas, lalu kembali memalingkan wajah, menatap jendela seolah tak tertarik. Namun, ada yang berbeda kali ini. Rendra menangkap rona merah samar di pipi Eriska, seakan-akan dia sedang malu-malu

"Eris, kamu baik-baik saja?" Rendra bertanya sambil mengamati wajahnya

Eriska tidak segera menjawab, tetapi ia menggerakkan tangannya, merapikan rambut yang mulai tumbuh dibalik topi rajutnya. "Aku... baik-baik saja," jawabnya singkat, tapi nadanya terdengar sedikit gugup

Rendra semakin bingung. Sikap dinginnya ternyata disertai semburat malu-malu yang membuat Rendra merasa ada sesuatu yang disembunyikan. Ia mencoba mendekat, duduk di samping ranjang Eriska

"Kamu kelihatan aneh hari ini. Ada yang mau kamu ceritakan?" tanyanya dengan lembut, sambil menatap wajah Eriska yang kini sedikit tersipu

Eriska menggigit bibirnya pelan, jelas terlihat gelisah. "Nggak ada, cuma... aku merasa aneh. Mas datang setiap hari. Aku... nggak tahu harus bersikap gimana," ucapnya lirih

Rendra tersenyum, merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar sikap dingin. "Eris, aku cuma ingin kamu tahu kalau aku selalu ada buat kamu, nggak peduli apa pun."

Eriska memalingkan wajah lagi, rona merah di pipinya semakin jelas. Rendra menatapnya penuh kasih, merasa mungkin sikap dingin itu bukan karena ketidakpedulian, tetapi karena Eriska merasa malu dengan perhatian yang begitu besar darinya

***

Rendra duduk di kafe, menikmati rokoknya sambil menatap kosong ke luar jendela. Sesekali asap rokok yang mengepul dihembuskannya perlahan, seolah mengiringi pikirannya yang penuh dengan bayangan Eriska. Ia tersenyum sendiri, teringat bagaimana Eriska tadi pagi tampak malu-malu di hadapannya—seperti melihat gadis kecil yang pemalu tapi menggemaskan

Tiba-tiba, Keenan datang dan duduk di kursi seberang Rendra. "Gimana kabar adik gue?" tanya Keenan sambil memesan kopi

Rendra tersenyum lebar, seperti orang yang sedang jatuh cinta lagi untuk kesekian kalinya. "Eriska... dia mulai berubah. Tadi pagi dia kelihatan malu-malu di depan gue. Nggak tahu kenapa, rasanya seperti balik lagi ke masa-masa awal kita kenal. Gue nggak nyangka, malah jadi semakin sayang sama dia."

Keenan menatap Rendra, lalu tertawa kecil. "Hahaha... Eris masih kayak dulu, ya? Gue jadi ingat waktu dia kecil. Tiap kali lo datang ke rumah, dia selalu sembunyi di balik sofa karena malu-malu, tapi ujung-ujungnya pasti keluar juga untuk duduk di dekat lo."

Rendra ikut tertawa, teringat momen-momen lucu itu. "Iya, benar. Bahkan dulu kalau gue ajak bicara, dia cuma angguk-angguk sambil senyum. Ternyata sifat itu nggak pernah hilang, cuma sekarang dia lebih dewasa, tapi tetap saja ada sisi pemalu yang bikin dia makin manis."

Keenan mengangguk setuju, senyum masih menghiasi wajahnya. "Eris selalu punya cara buat bikin kita yang dekat dengannya merasa istimewa, ya?"

Rendra menghisap rokoknya sekali lagi, lalu menghembuskan asap dengan senyuman. "Iya, dan gue rasa sekarang perasaan gue buat dia lebih kuat daripada sebelumnya."

Remember meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang