"Guru fisika dateng jam berapa sih? laper gue. Udah kayak mau mati rasanya." Nathan mendengus kesal, mengacak-acak rambutnya karena frustasi habis ulangan matematika.
"Kusut banget muka lu Nat, kayak baju belom di gosok." Juangga menimpali seraya duduk dibangkunya, disamping Cikal.
Nathan melempar tatapan tajam pada Juangga. Laki-laki itu jelas tersulut rasa kesal.
"Ya lo pikir aja, gue laper belom makan dari pagi, udah disuruh ngerjain ulangan matematika. Terus sekarang dilanjut mapel fisika. Apa gak meledak otak gue?!"
"Yaelah biasa aja sih. Noh, Cikal aja yang otaknya seperempat dari lu kalem. Nggak misuh-misuh kayak lu." kini giliran Mark yang angkat bicara. Cowok bule itu terganggu oleh suara marah-marah Nathan yang menguar di seluruh penjuru ruang kelas 11 MIPA 1.
Yang namanya dipanggil menoleh, menatap ketiga temannya dengan mata polos dan bodoh seperti hari-hari biasanya.
"Sok mamawa nu tiis teh ih, kesel aingmah." Cikal merajuk.
Dirinya sedang tidak dalam mood yang bagus. Jadi memutuskan untuk memanfaatkan waktu kosongnya dengan tidur sejenak. Setidaknya sampai suara-suara bising di kepalanya hilang berganti tenang. Tapi ketiga kurcaci dibelakangnya malah berisik minta ampun, Cikal jadi tidak bisa tidur.
"Kenapa lo? kurang tidur?" tanya Juangga.
"Ngantuk anjir, capek lah."
"Lo nggak disuruh belajar semaleman lagi kayak minggu lalu kan? yang gara-gara lo main lama banget sama kita-kita itu?" Nathan menatap Cikal serius.
Sementara yang ditatap malah terkekeh. "Ya enggak atuh, Nat. Gue kan anak baik dan penurut, mana mungkin disuruh belajar keras kayak minggu kemaren lagi. Waktu itu kayaknya si Ayah emang lagi sensi, jadi gue nya dihukum."
Bohong.
Jelas yang dikatakan Cikal adalah kebohongan untuk menutupi keadaannya yang sebenarnya sekarang ini. Semalam Cikal memang disuruh belajar keras lagi oleh sang Ayah, sampai-sampai dirinya tak sempat beristirahat ataupun sarapan tadi pagi.
Alasannya dihukum karena sudah pulang lewat dari jam 10 malam. Tapi Cikal sama sekali tidak kapok. Sebab selama waktu yang ia habiskan diluar, ia bersama dengan teman-temannya.
Ia bersama orang-orang yang menerima Cikal apa adanya. Orang-orang yang mampu membuat Cikal menjadi dirinya sendiri. Orang-orang yang membuat Cikal percaya pada dirinya sendiri bahwa ia bisa melakukan apapun yang ia mau. Orang-orang itu adalah teman-temannya saat ini. Grivos.
"Ya syukur sih kalau enggak, mah."
"Kayaknya Pak Agus gak masuk gak sih? udah lewat lima belas menit ini belom muncul juga tuh si kumis lele." Mark melirik jam dinding, memberi kode bahwa mereka bisa pergi dari kelas sekarang karena guru fisika belum juga nampak tanda-tanda kehadirannya.
Keempat laki-laki itu beralih melirik seorang yang sedari tadi fokus dengan buku latihannya. Seorang yang paling dituakan diantara tujuh anggota inti Grivos gang. Ketua mereka. Si pendiam bermulut pedas. Rajendra Sagara.
Rajendra jelas menyadari keempat temannya sedang menatapnya sekarang. Laki-laki itu menaruh pensilnya, dan menutup buku latihan matematikanya. Menaruh buku keramat itu kedalam tas, kemudian beranjak dari tempat duduk.
"Ngapain bengong? Ayo."
Keempatnya sontak bergembira. Para remaja lelaki itu dengan segera mengikuti langkah kaki Rajendra yang sudah lebih dulu meninggalkan ruang kelas.
"Pecel enak gak sih?" Nathan memberi ide.
"Colek juragan." kini Cikal memainkan perannya. Menyentuh bahu Rajendra berkali-kali, memberi kode minta traktir kepada si anak pemilik yayasan satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SULUNG
Teen Fiction"Hidup bukan cuma tentang adek lo. Hidup lo, ya lo sendiri pemeran utamanya Kal." "Nggak bisa. Kata Ayah sama Ibun gue harus selalu ngutamain adek gue kalau mau jadi kakak yang baik." "Kal, nyerah ya?" . . . ©® kfor54, ay. best rank : • 1 in #haecha...