04. Semua Itu, Salah Siapa?

355 26 4
                                    

"Nakula sama Sadewa diserang anak buahnya Debaros."

Cikal mengerjapkan matanya tak percaya. Tangannya mengepal menahan amarah yang tiba-tiba memuncak. Debaros. Rivalnya itu memang sangat kurang ajar.

"Terus keadaan mereka gimana sekarang?"

"Mereka aman, ada di rumah gue sekarang. Rajendra udah ngasih arahan bahwa malam ini kita kumpul di rumah gue buat bahas masalah ini. Lo bakal datang kan, Kal?"

Kelu. Cikal bahkan tak bisa menjawab pertanyaan dari Nathan diseberang sana. Pasalnya sekarang sudah pukul delapan malam, sebentar lagi pasti guru privatnya datang untuk mengajar. Dia tidak bisa ambil resiko dengan pergi dan membiarkan Ayahnya marah-marah lagi. Cikal takut adiknya akan jadi sasaran empuk kalau Ayahnya sampai tersulut emosi.

"Nat, gue —"

"It's okay kalau lo gak bisa. Gue paham Kal."

"Sorry ya."

"No, it's okay. Semangat buat belajar lo, kalau gitu gue tutup dulu Kal, anak-anak udah didepan."

Tut.

Cikal menghela nafas panjang. Jauh dalam hatinya, tentu saja Cikal ingin pergi ke rumah Nathan sekarang juga. Sebagai wakil ketua Grivos, Cikal juga ingin menunjukkan bahwa ia berguna dan pantas ada di posisi itu. Tapi apa daya? dia lebih takut adiknya dipukuli lagi karena menanggung kesalahan-kesalahannya.

Laki-laki itu beranjak dari kursi belajarnya. Membuka pintu untuk menuju kamar diseberangnya, mengecek keadaan sang adik.

"Dek?"

"Apa?"

"Lagi apa?"

"Gak liat? lagi belajar lah." ucap Shaluna dengan nada ketus.

Shaluna memang seperti itu. Selalu ketus dan cuek kepada Cikal sedari kecil. Namun sebagai kakak, Cikal tidak pernah marah sama sekali. Mungkin adiknya sedang berada di masa-masa berat, makanya bisa bersikap seperti itu.

Dengan senyuman tipis di bibirnya, Cikal kembali menutup pintu kamar berwarna putih itu dengan pelan-pelan. Dia tidak boleh terlalu lama mengganggu adiknya yang sedang belajar, nanti adiknya bisa jadi tidak bisa fokus.

"Cikal! gurumu sudah datang! belajar sana!"

Teriakan Kenanga dari lantai satu membuat Cikal menghentikan langkahnya yang hendak kembali ke kamar. Sungguh, telinganya sudah sangat muak dengan kalimat itu. Belajar, belajar, dan belajar. Tidak bisakah Cikal melakukan hal lain selain belajar?

Ia benci belajar. Ia tidak suka ketika harus berkutat dengan puluhan rumus yang membuat matanya sakit. Ia juga tak senang kalau harus menghafal berbagai teori-teori yang tidak ia mengerti. Ia benci, ketika harus selalu menuruti perintah orangtuanya yang ingin ia menjadi anak sempurna.

Cikal mengepalkan tangannya kuat-kuat. Matanya terpejam beberapa lama, sebelum kemudian langkah besarnya berjalan menuju pintu kamar. Menyambar jaket kebanggaan beserta kunci motor yang ada diatas meja.

Persetan dengan belajar. Ia hanya menginginkan teman-temannya sekarang. Dan semoga saja, malam ini Shaluna tidak menjadi target empuk dari sang Ayah lagi. Semoga.

"Abang pergi cuma satu jam Dek. Abang janji."

.
.

"Jadi lo bilang apa sama nyokap bokap lo sampe bisa diizinin main ke rumah gue, Kal?" bisik Nathan.

Dari keenam sahabatnya, Nathan ini adalah yang paling tahu perihal keluarga Cikal. Makanya Nathan adalah orang yang paling bisa diajak kerjasama apabila Cikal sedang ingin kabur dari rumahnya yang menyedihkan itu.

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang