Hari Senin selalu menjadi hari paling sibuk dibanding hari-hari lainnya. Sejak fajar menyingsing hingga senja merangkak perlahan, jalan-jalan kota Bandung dipadati kendaraan yang bergerak perlahan. Gemuruh mesin dan kepulan asap seolah menjadi irama harian yang tak pernah putus.
Di tengah hiruk-pikuk itu, Cikal terjebak dalam labirin kemacetan yang seakan tak berujung. Meski langit mulai berwarna jingga, kota ini tetap sibuk, membuat Cikal membuang napas kasar untuk kesekian kalinya.
Sore ini Cikal memang memutuskan untuk membeli beberapa kotak buah stroberi sebelum kembali ke rumah sakit. Semuanya untuk Shaluna, adiknya itu sangat suka buah stroberi. Pasti dia senang ketika tahu Cikal membawakan banyak buah ini untuknya.
Tapi kemacetan jalan benar-benar membuat mood Cikal berantakan. Sudah lima belas menit motornya berjalan perlahan-lahan, mencari sedikit celah untuk satu langkah lebih maju sampai ke tempat tujuan. Cikal melirik jinjingan kertas berwarna cokelat yang ia gantung pada stang motornya.
"Lama-lama stroberinya bisa gak seger lagi kalau gini caranya," Cikal bergumam. Hatinya berdoa agar kemacetan panjang ini tidak terus-menerus menghambat perjalanannya.
Setelah berusaha mencari celah, Cikal akhirnya bisa memajukan motornya beberapa meter dari tempat asalnya, kini dia berada di garda paling depan. Namun memang nasib sial, kini perjalanannya harus terhambat karena lampu merah menyala. Alhasil dia harus menunggu sedikit lebih lama lagi untuk mendapat giliran melewati jalan.
Cikal bersenandung kecil, mengedarkan pandangannya demi mengusir rasa bosan yang begitu mengundang kantuk. Laki-laki itu menatap awan, warnanya jingga tersorot mentari sore. Kemudian menatap burung-burung yang beterbangan di langit, terlihat begitu indah. Suasana diatas sungguh nyaman, namun berbeda dengan di bawah sini yang sungguh membosankan.
Pandangan Cikal jatuh lagi kepada jalanan ramai di depannya. Matanya membulat kala melihat Kay, gadisnya, tersenyum cantik diatas motor seseorang di seberang sana. Gadis itu nampak sesekali tertawa sambil berbincang dengan nyaman bersama Roneo di atas motor. Bahkan, lingkaran tangannya pada pinggang Roneo pun sangat erat, seolah mereka adalah pasangan yang sedang menempuh perjalanan bersama.
Cikal memejamkan matanya, berusaha mengatur napas. Ini bukan waktunya ia untuk marah. Lagipula Cikal sudah berjanji untuk tidak menaruh kecurigaan lagi kepada gadisnya. Meski tempo hari pun, Cikal melihat hal yang serupa, tapi Cikal tetap tidak mau menuduh Kay begitu saja. Gadisnya, tidak mungkin seperti itu kan?
Lampu merah akhirnya telah berubah menjadi hijau. Cikal tak mau berlama-lama menatap kearah gadisnya yang kini tengah asyik bersama laki-laki lain, maka dengan tubuh yang masih bergetar gugup Cikal melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Menghilang dari jangkauan Kay dan Roneo dalam sekejap mata.
Dia cemburu, marah, dan kecewa. Tapi sekali lagi, gadisnya, tidak mungkin seperti 'itu' kan?
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
SULUNG
Teen Fiction"Hidup bukan cuma tentang adek lo. Hidup lo, ya lo sendiri pemeran utamanya Kal." "Nggak bisa. Kata Ayah sama Ibun gue harus selalu ngutamain adek gue kalau mau jadi kakak yang baik." "Kal, nyerah ya?" . . . ©® kfor54, ay. best rank : • 1 in #haecha...