34. Kalah atau Menang?

115 10 0
                                    

Hari ini Cikal benar-benar berangkat sekolah karena keinginan Shaluna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini Cikal benar-benar berangkat sekolah karena keinginan Shaluna. Meski dengan perasaan yang begitu berat karena ia harus meninggalkan adiknya yang masih terbaring lemah di rumah sakit. Cikal menghela napas panjang saat kakinya melangkah masuk ke dalam kelas, menyita perhatian empat orang yang tengah berbincang pagi itu.

Nathan memasang wajah terkejut, sedetik kemudian melompat dan menghampiri Cikal. "Mantep, masuk sekolah juga lo akhirnya."

"Lama gak ketemu lo, Kal." sapa Juang.

Cikal mengangguk. Tak ada raut senang sama sekali ketika ia harus kembali bersekolah. Karena jauh didalam pikirannya hanya ada Shaluna. Dia tidak tenang meski gadis itu bilang sudah baik-baik saja. Dia merasa tetap harus berada disamping Shaluna untuk memastikan bahwa Shaluna memang benar-benar sudah pulih.

"Kenapa? ketemu kita kok kusut gitu muka lo?" kini Mark bertanya, menggigit sepotong gorengan tempe buatan Nathan yang dibawa laki-laki itu ke sekolah sebagai camilan.

Cikal menghela napas, mengusap wajahnya. "Gak tenang banget ninggalin adek gue di rumah sakit."

"Loh kenapa gak tenang? bukannya disana ada nyokap lo?" tanya Nathan. Ikut masuk kedalam pembicaraan.

"Ibun kan disana kerja. Nggak setiap waktu ada di kamar Shaluna."

Juangga menepuk pundak Cikal, menenangkan sahabatnya itu. "Udah nggak usah khawatir, gue yakin disana Shaluna bakal baik-baik aja. Toh, disana pasti udah ada suster yang ngurus kan? kita juga minta maaf nggak bisa jenguk adek lo bareng-bareng kesana."

"Gak apa-apa, makasih banget karena kalian udah peduli sama gue dan adek gue."

"Kayak ke siapa aja." Nathan tersenyum. Mendudukan diri di atas salah satu meja yang masih kosong. "Kita itu temen, sahabat malah. Udah seharusnya kita saling peduli. Kalau lo dalam kesusahan dan kita nggak bantuin lo, apa masih pantes kita disebut sahabat?"

"Yaudah, daripada lo kusut gitu mukanya mending lo ngapalin materi kimia nih. Pagi ini ada ujian harian." Mark menggeser bukunya, menempatkannya tepat dihadapan Cikal.

Cikal membulatkan mata, pandangannya naik untuk menatap Rajendra dan Mark secara bergantian. "Beneran, hari ini ada ujian?"

Rajendra mengangguk, meng-iyakan apa yang dikatakan oleh Mark. "Iya, bener kata Mark. Hari ini ada ujian."

Cikal menepuk dahinya dengan keras, merasa menyesal karena harus masuk sekolah hari ini. Baru saja hari pertama kembali ke sekolah sudah dihadapkan dengan ujian. Mata pelajaran kimia pula.

"Semoga kuat sampe tamat dah, Kal." kata-kata Nathan menjadi penutup, sebab Bu Anna sudah berada di mulut pintu. Kini tak ada lagi waktu untuk bersedih ria, urusan Cikal hanya tinggal dengan kimia dan nilai yang akan di dapatnya nanti.

.
.

"Anjing soalnya diluar nalar, mana gue semalem nggak belajar lagi." Nathan mendengus, dirinya jengah karena tidak bisa menjawab pertanyaan ujian kimia hari ini dengan benar. Bayangkan, dari dua puluh lima soal hanya sepuluh soal yang Nathan yakini jawabannya benar. Sisanya, hanya tuhan dan semesta yang tahu.

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang