17. Cikal Juga Anak Ibun

260 19 1
                                    

Kay sungguh tidak habis pikir lagi dengan Cikal yang kerap kali tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Seperti sekarang, ponsel laki-laki itu tidak aktif. Kay sudah menunggu di parkiran selama dua puluh menit, tapi kekasihnya itu tak kunjung datang. Melupakan janji mereka yang hendak pergi mengunjungi toko buku sepulang sekolah nanti.

Langkahnya membawa Kay menuju markas Grivos yang sempat Cikal beritahukan padanya. Sebuah gudang bekas di belakang sekolah. Kay rasa dia harus mengecek keberadaan Cikal disana sebab Kay sudah terlalu jengah menunggu Cikal tanpa kepastian yang jelas.

"Permisi," Kay membuka pintu gudang tersebut. Membuat orang-orang yang ada di dalamnya reflek menoleh dengan tatapan kaget. "Hai, gue Kay." sapanya canggung.

Nakula yang kala itu sedang merokok mengerutkan alisnya. "Bang Cikal gak disini."

"Oh, maaf. Aku kira Cikal ada disini."

"Dia cabut dari siang," jawab Nathan.

"Kemana?"

Tak ada yang menjawab. Mereka pun bingung, tidak tahu Cikal pergi kemana sebab tadi siang laki-laki itu langsung melengos tanpa memberitahu. Hanya satu hal mereka tahu, Cikal dapat surat peringatan karena aksi kaburnya itu.

"Gue juga udah nelepon, tapi dia gak aktif. Kita semua nggak tahu dia kemana, tapi gue bisa pastiin dia nggak aneh-aneh." ucap Rajendra.

Lantas Kay mengangguk. "Kalau gitu gue pamit."

Kay kembali menutup pintu. Berbalik dan meninggalkan gudang yang menurutnya —kumuh. Tidak betah berlama-lama disana.

Pandangannya jatuh kepada seorang gadis yang berpapasan dengannya. Gadis berambut pendek dengan tampang sangar. Gadis itu tak menatapnya sama sekali, sibuk berjalan sembari menulis di buku kecil.

Arah pandang Kay terus tertuju kepada Si Rambut Pendek yang berjalan menuju markas Grivos. Alisnya bertaut, merasa aneh sekaligus bingung. Dia baru tahu kalau Grivos punya anggota perempuan.

"Dia siapa?" gumamnya.

Gadis itu tampak mengetuk pintu sebentar sebelum akhirnya menghilang dibalik pintu gudang. Menyisakan Kay yang masih penuh tanda tanya akan siapa gadis tomboy itu.

.
.

"Baru juga hari pertama, udah cabut aja itu anak." Rei mendengus. Ia mendudukkan diri di samping Nakula sembari mengusap wajahnya kasar.

Sejak datang kesini, Rei hanya mengomel sembari memasang wajah jutek. Gadis itu bahkan tidak menjelaskan tujuannya pada keenam lelaki yang sedang memperhatikannya sekarang ini.

"Terus lo datang kesini cuma buat ngomel, gitu Re?" Sadewa bergumam sebal. Ia jadi tidak bisa fokus bermain game karena Rei membuat suasana gudang begitu berisik.

Rei menatap tajam kearah Sadewa. "Gue cuma pengen kalian tau, kalau gue frustasi sama temen kalian itu! Gara-gara dia cabut, gue kena marah sama Bu Anna tau gak?'

"Yaudah sih! Kan udah juga dimarahin nya!" Sadewa masih ngotot.

Nathan, Mark, dan Juangga yang memperhatikan keduanya berdebat lantas menengahi. Khawatir bumi akan hancur jika Rei dan Sadewa terus adu mulut seperti ini.

"Udah udah. Tenang!" Nathan merenggangkan tangan, menciptakan jarak antara Rei dan Sadewa.

"Balik dari sini kita samperin rumahnya gimana?" usul Mark, yang langsung mendapat persetujuan dari kelima temannya. Lantas pandangan Mark kini terpaku pada Rei. "Ikut gak lo?"

"Nggak."

"Yaudah."

"Tapi gue nitip ini buat dia." Rei memberikan sebuah buku catatan kecil bergambar beruang kepada Mark. Setelah menerimanya, Rei beranjak. Membersihkan roknya yang kotor terkena debu lantai. "Kotor banget tempat nongkrong lo, bersihin kek!"

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang