Di sekolah barunya ini, Kay nyaris tidak punya tempat favorit yang dapat membuatnya benar-benar merasa sangat nyaman. Baginya setiap sudut sekolah ini begitu berisik, banyak pasang mata yang tak pernah berhenti menilai disepanjang deretan ruang kelas, banyak juga komentar-komentar pedas yang entah ditujukan kepada siapa memenuhi lorong-lorong gelap sekolahnya. Begitu menakutkan, padahal semuanya belum tentu tertuju kepada Kay. Gadis pindahan yang akhir-akhir ini menyita banyak perhatian.
Di setiap langkahnya jelas selalu diiringi banyak sekali opini murid-murid. Ada yang memujinya karena cantik, ada pula yang mencaci karena dianggap cari sensasi. Tapi Kay masih mau bertahan sejauh ini, selama sosok yang kini berdiri di belakangnya masih ada bersamanya dan bersedia menutup kedua telinganya dengan manis seperti sekarang.
"Kamu mau bawa aku kemana sih, Kal?" Kay bertanya, namun tak dijawab apapun oleh Cikal. Laki-laki itu sibuk menutup telinga gadisnya agar tidak mendengar komentar-komentar murid di sepanjang koridor sekolah. Dia tidak mau kalau Kay harus mendengar banyak kata cacian dari orang-orang yang bilang bahwa Kay sedang cari sensasi. Hanya karena ia menjadi kekasih salah satu anggota geng motor yang terkenal disini.
Cikal menuntun Kay menuju suatu tempat yang Kay sendiri juga tidak pernah kunjungi selama satu bulan lebih bersekolah disini. Suatu tempat di ujung gedung sekolah, taman yang sepi dengan hiasan bunga sepatu kemerahan nan cantik. Kay membulatkan matanya, tidak tahu bahwa SHS memiliki taman se indah ini. Benar-benar terlihat sangat cantik dan menenangkan hati.
Dilepasnya sentuhan tangan Cikal dari kedua telinga Kay. Kini, beralih pada pundak kecil gadis itu. "Disini kamu bisa baca buku tanpa harus mendengar bisikan orang-orang itu, Kay." katanya, lembut.
Sudut bibirnya terangkat naik, kata-kata manis Cikal menuntun Kay untuk memegang tangan yang berada di bahunya. "Makasih ya, sudah kasih tau aku kalau di SHS ada tempat secantik ini."
Cikal membalikkan tubuh Kay, membenarkan anak rambut gadisnya dengan hati-hati. Netranya sibuk menatap bagaimana baiknya tuhan menciptakan gadis cantik didepannya. "Masih cantikkan kamu, kayaknya?"
"Jangan berisik, ah." Kay merona, gadis itu melepaskan Cikal dan berbalik mendahului laki-laki itu. Menyusuri deretan bunga sepatu yang mekar di setiap musim penghujan.
"Mereka jarang kesini, karena memang taman ini dilindungi sama sekolah." Cikal mengikuti gadisnya dari belakang. Menatap warna kecokelatan di surai bergelombang gadisnya. "Tapi, kamu bisa kesini kapan aj kalau kamu mau. Rajendra sudah kasih izin."
"Rajendra itu... temen kamu yang suka pakai kacamata ya?" Kay menebak, berbalik dan menatap Cikal.
"Iya. Pemilik sekolah." Cikal kini mendekat, melihat pujaannya dari dekat memang membuat Cikal kecanduan. Apalagi, senyum gadisnya itu. Benar-benar membuat Cikal gila. "Jadi, kalau kamu butuh ketenangan, kamu datang kesini aja ya? kamu bisa lakuin apapun disini sesuka hati."
"Termasuk baca buku dan makan es krim?" antusias Kay membuat Cikal tersenyum. Tangannya terangkat untuk sedikit menggoda hidung mancung Kay.
"Termasuk itu semua. Anggap aja, ini bisa jadi pelarian kamu."
"Makasih ya?"
"Iya." Cikal mengangguk, bersamaan dengan dering ponsel yang terdengar dari dalam saku celananya. Laki-laki itu merogoh, menarik si benda pipih. "Ada telepon."
"Angkat dulu aja, aku mau lihat-lihat dulu." Kay memberi ruang, gadis itu lantas menjauh. Kini sibuk memperhatikan bunga sepatu yang ramai bermekaran ditemani embun.
Cikal mengetik ikon hijau, kemudian menempelkan ponselnya di telinga. "Kenapa?"
"Bimbingan."
Setelah mengatakan apa yang ingin dikatakan, Rei menutup telepon secara sepihak. Membuat Cikal mengerutkan kening namun tetap berjalan menuju Kay untuk meminta izin pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SULUNG
Teen Fiction"Hidup bukan cuma tentang adek lo. Hidup lo, ya lo sendiri pemeran utamanya Kal." "Nggak bisa. Kata Ayah sama Ibun gue harus selalu ngutamain adek gue kalau mau jadi kakak yang baik." "Kal, nyerah ya?" . . . ©® kfor54, ay. best rank : • 1 in #haecha...