09. Harus Apa?

198 17 0
                                    

"Selesai sekolah jangan kemana-mana, langsung pulang ke rumah. Adik kamu hari ini pulang dari rumah sakit." Cikal merasa lega, dalam diam berterima kasih kepada ibunya meskipun dalam perasaan yang berkecamuk.

"Iya, Bun."

Telepon terputus begitu saja. Tak ada kata penutup dari ibunya, namun tak masalah sebab Cikal sudah mendengar kabar baik siang ini.

Hari ini adiknya akan pulang dari rumah sakit, Cikal benar-benar merasa senang dan bersyukur karena itu artinya kesehatan Shaluna sudah membaik. Gadis itu sudah pulih dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi.

"Apa nih senyum-senyum?" Nathan yang menyadari perubahan ekspresi Cikal menyenggol temannya itu dengan kuat. "Kanaya?"

Cikal menggeleng. "Bukan,"

"Eh gue denger dari Nathan, kemarin apaan, si Kay berduaan sama Roneo?" Juangga bertanya seraya memantik rokoknya. "Lo cemburu gak?"

Nathan berdecak, menoyor kepala sepupunya. "Pake nanya."

"Gue aman sih, cuma galau se jam doang. Abis tuh, biasa lagi aja." Cikal mengusap tengkuknya. "Lagian Kay juga masih chattan sama gue, harusnya aman gak sih?"

"Aman sebagai teman mah iya." Nathan merogoh saku Juangga, membawa sebatang rokok dan ikut memantiknya dengan korek. "Hati-hati, Roneo ganteng soalnya."

"Jaman sekarang siapa sih yang gak mau sama Roneo? lo kalo dibanding Roneo mah, upik abu Kal." kini Mark ikut memberi wejangan meski mulutnya penuh dengan asap.

Cikal mendengus. "Ini ngapa pada nyebat gini sih? bau ke seragam anjir."

"Tau tuh, mana abis ini gue jadwal ke lab mau praktek," tak mau kalah, Sadewa ikut protes. Dia tidak terima karena seragamnya jadi bau asap rokok, sementara setelah ini dia ada jadwal praktek kimia di lab.

"Mau gak?" Nakula menawarkan dan dibalas gelengan oleh Cikal. Ia sedang tidak dalam mood yang bagus untuk merokok sekarang ini.

"Emang gue se upik abu itu ya?" Cikal meraih ponselnya, berkaca. "Ganteng ah gue."

"Lo tuh emang ganteng, bro." Juangga menepuk pundak Cikal. "Tapi Roneo lebih ganteng."

Lantas keenam manusia yang sedang berada di markas sekolahnya itu tertawa. Kecuali Rajendra. Laki-laki itu sedang menutup matanya dengan tenang, sembari menyumpal kedua telinganya dengan headset. Terlihat mencari titik ketenangan dari hiruk-pikuk SHS.

"Tapi ya, emang sih. Gue berasa gembel kalo disebelah Roneo."

"Saran gue sih, lo nyerah ya bang." Dewa tertawa kecil. "Gue kasian dah sama lo, sumpah, kalau emang bener sampe ketikung sama Roneo. Soalnya pas gue liat bentukannya nih, Roneo sama Kanaya cocok juga."

"Ish jangan gitu lah, dulu juga dia mau kok sama gue. Masa sekarang nggak?"

Nathan tertawa. "Ya jelas enggak lah anjir, Kanaya juga sekarang pasti mikir kali. Milih Roneo atau lo, udah buluk otak kopong. Kayak nastar gagal oven lu."

Cikal mengusap dada, memasang ekspresi paling tersakiti. "Astaghfirullah. Begini amat nasib anak tiri. Emang ya, apa-apa tuh tergantung miniset."

"Mindset goblok. Jangan keliatan banget napa tololnya." Juangga melempari Cikal dengan puntung rokoknya. Sementara Cikal masih larut dalam perannya sebagai anak tiri yang tersakiti.

"Panas kakak! kakak kenapa jahat sama aku? aku salah apa sama kakak?" ucapnya dengan nada dramatis. Menatap Juangga penuh rasa sakit. "Ku menangis~~~"

"Yang kayak gini bisa tuker tambah aja gak sih ke pasar loak? capek gue ngurusnya." Juangga bergidik ngeri.

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang