26. Duri

134 10 0
                                    

"Udah balik," Cikal berdecak sebal karena sesampainya ia di tempat tujuan, gadisnya sudah menghilang entah pergi kemana bersama dengan Roneo.

Laki-laki itu menatap langit kelabu diatasnya. Selain benci Roneo sepertinya dia juga mulai membenci hujan yang kerap turun tanpa peduli waktu dan keadaan. Mereka menyerang kapan saja, membuat Cikal juga mengurungkan niatnya untuk berjalan-jalan sebentar mencari gadisnya.

Dia harus segera pulang sebelum hujan turun, juga sebelum orang tuanya tahu kalau Cikal meninggalkan Shaluna sendirian di rumah terlalu lama.

Maka dengan perasaan yang masih berat, laki-laki itu kembali menjalankan motornya. Berusaha untuk tetap berpikiran positif pada si kekasih hati. Semoga saja apa yang selama ini ia khawatirkan hanyalah angan negatifnya semata. Cikal yakin, Kay tidak akan pernah mengkhianatinya.

Sesampainya di rumah, laki-laki itu terduduk lesu di kursi ruang keluarga. Sama sekali tak peduli dengan kondisinya yang sama sekali belum rapi padahal sebentar lagi, guru les bahasanya akan datang untuk mengajar. Hal itu tentu membuat Shaluna yang sedang makan sereal menatap kearah kakaknya dengan raut bingung.

"Abis nganter pacar kok mukanya cemberut gitu?" tanya Shaluna, setengah menggoda dan setengah ingin tahu.

Cikal berdecak, memasang raut frustasi. "Rei bukan pacar gue. Kan gue udah bilang kalau pacar gue itu Kay, lo lupa?"

Shaluna membulatkan mata, menutup mulutnya dengan tangan. "Lo beneran pacaran sama kak Kanaya? gue kira bohongan anjir."

"Bener lah."

Pandangan Cikal melayang-layang, menatap langit-langit rumahnya yang dihiasi gemerlap lampu gantung nan mewah. Cukup lama, sampai rasanya kepala Cikal sakit karena terlalu lama menatap cahaya.

"Kenapa sih lo? kusut banget muka lo! mandi sana!" Shaluna yang jengah mulai berkomentar. Kini mengambil posisi duduk tepat disamping kiri Cikal.

"Dek, lo coba bayangin ini deh. Kalau semisal nih, lo punya cowok. Terus cowok lo itu punya temen cewek, dia main terus sama cewek nya, gimana menurut lo?" kini Cikal menatap Shaluna serius.

Ditanya seperti itu, Shaluna menggaruk kepalanya. "Ya gak apa-apa lah? dia juga bukan suami gue. Asal dia nggak punya perasaan sama cewek itu, menurut gue si fine aja."

"Kalau misal, dia cabut sama temen ceweknya tapi gak bilang sama lo gimana? terus pas lo tanya dia dimana, dia bohong sama lo."

"Itu bangsat sih, Kal." Shaluna tersenyum ketir. "Kalau gue ada di posisi itu, udah gue pelintir kali itu cowok."

"Kok cowok yang lo pelintir? bukannya harusnya ceweknya ya?"

"Ceweknya itu nggak salah bego. Yang bohong kan, cowok gue. Yang ngambil keputusan dia mau jalan sama temen ceweknya atau nggak juga cowok gue. Jadi yang patut disalahin ya cowok gue."

.
.

"Mau ramen apa?"

"Samain deh."

Roneo mengangguk, tangannya sibuk memilih-milih menu dan memesan makanan melalui aplikasi di ponselnya. Sementara Kay, sibuk memasang bricks yang Roneo beli untuknya tempo hari.

Keduanya sedang berada di salah satu restoran ramen. Katanya Kay mendadak ingin makan ramen sepulang dari kedai es krim tadi. Jadi mau tidak mau, Roneo menurutinya.

"Neo."

"Ya?"

"Kira-kira sampai kapan ya kita gini terus?"

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang