35. Aku cinta kamu, Kanaya

120 8 0
                                    

Di antara sunyi yang merayap di ruang tertutup itu, terdengar denting lembut seperti simfoni kesendirian, decitan sepatu yang menyapu lantai dan pantulan bola basket yang berirama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di antara sunyi yang merayap di ruang tertutup itu, terdengar denting lembut seperti simfoni kesendirian, decitan sepatu yang menyapu lantai dan pantulan bola basket yang berirama. Setiap langkah dan pantulan seolah menjadi saksi bisu dari kusutnya pikiran laki-laki itu. Di tengah keheningan, Roneo tanpa sadar sudah menghabiskan satu jam menyelami dunia yang hanya miliknya, bermain basket sendirian di lapangan yang sepi.

Seakan ia dan bola basketnya berbicara dalam bahasa yang hanya mereka mengerti, mengisi kekosongan dengan pantulan yang membuat telinganya penuh akan rasa sakit dan kecewa.

Keringat mengalir di wajah dan tubuhnya, menetes bagai hujan kecil yang membasahi lantai. Napasnya terengah-engah, menggambarkan betapa parahnya luka menganga yang tak tampak di balik setiap gerakan. Dengan mata yang menyala oleh api kemarahan dan frustasi yang mendalam, Roneo menggenggam bola basket itu erat-erat. Ia mengumpulkan seluruh tenaga dan emosi yang menghantuinya, lalu melemparkan bola itu sekuat mungkin kedalam ring.

Bola itu melayang, membawa serta semua rasa kesal dan kecewa yang menggerogoti hatinya. Pantulan terakhir dari bola basketnya menggema di seluruh ruangan, menandai puncak dari ledakan emosi yang selama ini terpendam dalam diam.

Setelah melepaskan bola terakhirnya, Roneo terjatuh lemah di lantai lapangan. Seakan seluruh pertahanannya runtuh di hadapan rasa sakit hati yang begitu mendalam dan mengecewakan. Ia melepas kacamatanya dan melonggarkan dasi dengan tangan gemetar. Dengan gerakan kasar, ia mengusap wajahnya, mencoba menghapus sisa-sisa keringat dan air mata yang tak terlihat. Napasnya berat, keluar seperti mengeluarkan beban emosi yang selama ini menghimpit dadanya. Ruang kosong di sekelilingnya terasa semakin sunyi, menyerap setiap jejak kesedihan dan kekecewaan yang ia rasakan.

Kay, gadis yang selama ini Roneo sukai dalam diam sudah jelas menolaknya mentah-mentah. Selama ini, Roneo selalu takut bahwa Kay, gadis yang ia cintai, akan jatuh cinta pada Cikal. Dan kini, ketakutannya menjadi nyata. Kay benar-benar jatuh cinta pada Cikal. Memberikan patah hati yang begitu dalam, seakan seluruh dunia berkonspirasi untuk menghancurkan harapannya.

Roneo jelas tahu dimana posisinya. Dia tidak bisa dengan egois memaksa Kay untuk menyukainya lebih dari gadis itu menyukai Cikal. Karena pada awalnya pun Roneo dan Kay bukanlah apa-apa. Mereka hanya dua orang yang dipertemukan atas alasan balas dendam yang sama. Roneo, hanya diciptakan untuk menjaga Kay. Bukan mencintai Kay.

Di tengah keheningan yang melingkupi lapangan, Roneo akhirnya membuka mulut, berbicara kepada dirinya sendiri, "Bodoh... gue ini bodoh banget," suaranya terdengar serak, penuh akan rasa kepedihan. "Kenapa gue bisa-bisanya jatuh cinta sama Kay? Jelas-jelas gue tau, dia gak akan pernah bisa gue miliki. Dia selalu milik Cikal, dengan atau tanpa hati. Dia bukan milik gue."

Kata-kata itu menggema di ruangan kosong, mencerminkan frustasi yang selama ini ia pendam. "Kenapa gue harus berharap? Kenapa gue gak bisa berhenti suka sama dia? Gue ini benar-benar bodoh."

Setiap kata yang diucapkannya seperti duri yang menusuk semakin dalam, memperparah luka di hatinya. Roneo menunduk, rasa sakitnya terjun bebas ke dalam setiap darah yang mengalir. Di sana, di tengah lapangan yang sepi, ia menghadapi kebenaran yang paling menyakitkan bahwa cinta yang ia rasakan hanya berakhir dengan kekecewaan dan patah hati yang begitu dalam.

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang