13. Kuantitas, atau Kualitas?

88 13 0
                                    

Terlambat masuk kelas bimbel selama tiga puluh menit sama sekali bukan masalah. Yang penting Cikal tetap hadir dan mengikuti bimbel sebagaimana mestinya, kan? Ya, harusnya begitu. Tapi memang keberuntungan sedang tidak berpihak pada Cikal. Dan sepertinya, jadwal bimbelnya hari ini akan terlewatkan begitu saja karena Cikal harus mengurus beberapa hal dengan orang-orang dihadapannya sekarang.

"Siapa yang ngirim lo?" Cikal menatap satu persatu dari enam orang dihadapannya dengan waspada. Kakinya sudah ancang-ancang, memaku posisi kuat untuk bertahan kalau tiba-tiba salah satu dari mereka menyerang Cikal.

"Gue tanya, siapa yang ngirim lo?!" seperti yang diceritakan Nakula dan Sadewa, benar, orang-orang ini pengecut. Mereka sama sekali tak mau menampakkan wajah mereka secara jelas. Sibuk berlindung dibalik masker hitam dan helm full face yang hanya menampakkan bagian mata saja.

Melihat ciri-ciri para manusia pengecut ini, Cikal akhirnya menyadari sesuatu. Cowok itu lantas tersenyum miring. "Debaros?"

Sudah jelas siapa yang ada dibalik semua ini. Yang paling pengecut diantara mereka yang pengecut, dan yang paling keparat diantara mereka yang keparat. Kenzo Debaros.

"Lagian kemana sih dia? udah bebas dari penjara kok nggak muncul nemuin gue? malah sibuk ngirim minion-minion kayak lo pada. Emang mempan? nggak."

Salah satu dari keenam orang kiriman Debaros membanting kayu yang sedari tadi dipegangnya erat-erat. Cowok bertubuh pendek itu nampaknya geram dengan perkataan Cikal yang terdengar sangat menantang sekaligus menyebalkan.

"Mending lo minta ampun sebelum kita habisin." ucapnya, membuat Cikal mengangguk namun tetap dengan raut meremehkan.

"Gede juga nyali lo." Cikal mengangkat tangannya, berakting seakan-akan ia tengah ketakutan menghadapi curut-curut kecil didepannya. "Tolong dong, takut banget nih gue. Pengen ngompol."

"Lo ngeremehin kita?" Cowok didepannya semakin tersulut emosi. "Lo nggak sadar? lo sendirian disini, dan kita enam orang."

"Ya terus?"

"Dalam kuantitas pun lo udah kalah."

"Tapi, pemenang yang sesungguhnya bukan di nilai dari kuantitas kan? melainkan dari kualitas. Sekolah makanya, biar bisa mikir kata-kata yang bener buat ngancem gue."

Cikal melakukan peregangan, ototnya sedikit kaku karena harus menghadapi orang-orang kiriman Debaros yang sudah mirip jailangkung ini. Datang tak diundang, pulang tak diantar. Tapi Cikal dapat pastikan, meskipun mereka datang dengan cara tak diundang, Cikal akan mengantar mereka pulang dengan tangannya sendiri. Alias, bonyok-bonyok lah lo pada.

"Terus ini kenapa malah pada diem aja? nggak ada yang mau nyerang gue gitu? Ayo lah, nggak usah banyak basa-basi dan negosiasi. Tangan gue gatel banget ini, pengen bonyokin lo semua."


.
.


"Emang tolol ya lo." Nathan melempar sebuah ice bag sekeras yang ia bisa kearah perut Cikal sebagai bentuk kemarahan. "Kalau emang lo udah tau mereka ngikutin lo, harusnya lo kontak gue sama anak-anak yang lain. Bukan malah nekat ngelawan sendiri! Lo kayak gatau aja si Debaros demen nya keroyokan!"

"Yaudah sih, masih hidup juga kan gue nya?"

"Ya masih untung lo bisa ngadepin orang-orang suruhannya Debaros. Coba bayangin kalau lo lagi ngga fit dan ngga bisa ngelawan mereka? bisa mati lo, Kal."

"Buktinya gue gak mati. Jadi lo gak usah bawel kayak Shaluna."

"Goblok." Nathan membuka ponselnya, mengecek grup WhatsApp Grivos Gang. "Anak-anak mau kesini sekarang, lo tungguin mereka sampe dateng. Terus lo ceritain kronologis nya gimana."

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang