27. Tentang Takdir

74 8 0
                                    

Kalau disuruh memilih antara hari sekolah atau hari libur, Cikal dengan cepat akan memilih hari sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau disuruh memilih antara hari sekolah atau hari libur, Cikal dengan cepat akan memilih hari sekolah. Bukan tanpa alasan, sebab di hari libur pun rasanya Cikal tidak pernah punya waktu untuk bebas seperti anak seusianya. Cikal tetap belajar, dua kali lebih ekstra dibanding dengan teman-temannya yang lain.

Jika hari sekolah, meskipun lelah rasanya Cikal tetap senang. Sebab ia masih bisa bertemu dengan teman-temannya dan belajar bersama mereka. Tidak dikekang seperti hari-hari libur sebelumnya.

Maka dengan semangat menggebu-gebu, Cikal mengawali senin paginya dengan berolahraga. Dua hari kemarin cukup menjadi tamparan bagi Cikal. Laki-laki itu memilih untuk fokus belajar dan tidak memikirkan lagi tentang hubungan Kay dan Roneo. Yang penting ia percaya kepada gadisnya, begitupun juga sebaliknya.

Cikal menurunkan kecepatannya pada treadmill, berusaha mengatur nafas setelah kurang lebih berlari dengan kecepatan tinggi selama tiga puluh menit.

"Kal,"

Panggilan Shaluna membuat Cikal kali ini benar-benar mematikan mesin treadmill nya. Laki-laki itu kemudian berbalik menatap sang adik yang ternyata sudah siap dengan seragam sekolahnya, padahal mentari pagi baru menyingsing naik.

"Udah rapi aja lo. Ada apa?" tanya Cikal.

Shaluna memasang raut serius. Dibalik seragam putih birunya, gadis itu mengusap dada berkali-kali. Ada rasa tak enak yang mengganggu kegiatannya sedari tadi ia bangun tidur. Tapi Luna terlalu takut untuk bilang kepada kedua orangtuanya. Dadanya terasa sesak, juga nyeri luar biasa pada titik-titik tertentu. Luna tidak tahan.

"Loh, loh kok pucet?" Cikal turun dari treadmill, langsung menahan bahu sang adik yang nyaris saja ambruk didepannya. "Lo sakit?"

"Nggak tahu, Kal. Dada gue sakit." pucat mulai menarik warna dari wajah cantik milik Shaluna. Gadis itu kini benar-benar letih didalam dekapan sang kakak.

Cikal yang sadar akan kondisi Luna yang memburuk, akhirnya memapah gadis itu menuju kamar. Ia membawa Luna untuk duduk di tepi ranjang, kemudian memberi gadis itu segelas air dari atas nakas.

"Atur dulu napas lo," Cikal mengusap punggung Luna berkali-kali, berusaha membantu menghilangkan rasa sakit adiknya meski ia tahu bahwa yang dilakukannya hanyalah sebuah kesia-siaan.

"Gue nggak kuat, sakit banget." Shaluna mulai meracau. Pandangannya memburam seiring berjalannya waktu. Detik demi detik yang berasal dari jam dinding, bahkan sudah tidak lagi terdengar dengan jelas di telinganya. Luna setengah sadar, ia tahu banyak sekali kemungkinan ia akan tumbang sekarang. Namun laki-laki di sisinya membuat Luna tetap bertahan meski nyeri di dadanya semakin meronta-ronta.

Si sulung pun sama paniknya. Dia terlalu takut untuk sekedar berlari ke bawah dan meninggalkan Luna sendirian. Cikal takut jika Cikal pergi, terjadi hal-hal yang tak diinginkan lagi kepada Luna seperti saat-saat Cikal meninggalkan gadis itu sebelumnya. Cikal tidak mau.

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang