47. Gelap Retak

98 11 1
                                    

Kanaya menaruh ponselnya diatas meja belajar dengan gerak yang gusar. Hatinya cemas bukan kepalang, dadanya sesak, kepalanya sakit sebelah. Sejak tadi malam Cikal menolak panggilannya, Kay sama sekali tidak bisa menghubungi kekasihnya itu lagi. Sebab ponsel Cikal langsung mati sehingga tidak bisa dihubungi sama sekali.

Kay benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Saat ia bertanya kepada Shaluna pun, adik dari kekasihnya itu tidak tahu dimana keberadaan kakaknya sendiri. Hal itu jelas membuat Kay nyaris gila. Ia tidak bisa tidur semalaman dan alhasil suhu tubuhnya naik pagi ini.

"Minimal lo makan dulu, Kay." Roneo muncul dari balik pintu, dengan satu mangkuk bubur buatannya diatas nampan.

Sementara Kay menatap malas. Mulai bosan dengan laki-laki kiriman kakaknya itu. Bayangkan, sedari matahari belum terbit, Kanaya sudah harus melihat wajah Roneo yang berkeliaran di rumahnya hanya karena Debaros, sang kakak pergi entah kemana.

"Lo bisa gak sih, sehari aja nggak muncul dihadapan gue?" Kanaya frustasi, mengusap wajahnya dengan kasar.

Di bibir pintu, Roneo masih berdiri dengan semangkuk bubur. Namun kini dengan raut yang jenaka. "Kenapa? lo takut jatuh cinta sama gue?"

"Ngaco banget."

"Yaudah ini makan," Roneo menaruh mangkuk bubur tersebut di meja belajar Kay. Tepat dihadapan gadis itu.

Laki-laki itu kemudian berjalan santai kearah kasur. Merebahkan dirinya seakan itu adalah kasur pribadi miliknya. Membuat si pemilik asli berdecak sembari melempar tatapan tajam.

"Sejak kapan kasur kamar gue jadi kasur pribadi lo? Turun lo cepetan."

Seakan tuli, Roneo malah menutup matanya. Benar-benar seperti akan tertidur jika saja Kay tidak beranjak dan ikut naik ke atas kasur. Menarik lengan laki-laki itu agar segera turun dari kasurnya.

"Ih Roneoooo, cepetan turun! Lo mau gue aduin ke Mas gue?" Kay merengek.

Kepalanya sudah cukup pusing memikirkan Cikal, kini, ia harus berhadapan dengan sikap usil Roneo yang tidak ada duanya. Kay sungguh lelah.

"Sini," Roneo menarik kembali tangan Kay, membuat gadis itu jatuh ke pelukannya yang hangat dan nyaman. "Tidur dulu, lo belum tidur semaleman kan gara-gara mikirin cowok lo?"

"Apaan sih?" Kay berontak, berusaha melepaskan pelukan laki-laki berkacamata itu. Namun nihil, tenaga Roneo jauh lebih besar dibanding dengan Kay yang belum sarapan ini. "Lepas gaaaak?!"

"Nggak."

"Roneo!"

"Kanaya?"

"Gue gak mau main-main."

"Siapa bilang gue main-main?" Kini Roneo membuka kedua kelopak matanya. Melirik Kay yang kala itu juga diam membeku ditempatnya sambil menatapnya dalam. "Siapa bilang, kalau apa yang selama ini gue lakuin buat lo itu main-main, Kay?"

"Roneo, gu—"

"Gue suka sama lo."

Kay tertegun. Gadis itu menggigit bibirnya sendiri. Ada gelenyar aneh yang tiba-tiba muncul didalam dirinya. Sebuah getaran asing yang begitu membuat perutnya geli bukan main. Tapi tidak, Kay masih harus mengingat tentang sayangnya kepada Cikal. Dia... tidak bisa.

"Lo tau kan, gue punya pacar?" kata Kay, kini mulai serius menatap Roneo.

Roneo mengangguk. "Gue tau betul, Kay. Tapi, kalau boleh gue tanya, rasa sayang lo sama Cikal itu... apa bener-bener rasa sayang seorang perempuan ke laki-laki, atau malah cuma rasa sayang yang tumbuh karena kasihan?"

"Maksud lo?"

"Lo cinta sama dia?"

"Gue cinta sama dia."

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang