11. Peluang?

170 11 1
                                    

"Gue jadian sama Kay."

Sontak keenam anak ayam kelir itu tertegun menatap Cikal tak percaya. Semuanya menghentikan aktivitasnya dan hanya berfokus pada Cikal. Bahkan Rajendra yang gila belajar sekalipun sampai menutup buku latihannya demi ikut menimbrung pada percakapan yang baru saja Cikal buka di markas mereka.

"Serius lo?" Nakula bertanya di tengah kepulan asap dari mulutnya. Seperti biasa, merokok.

Mendengar pertanyaan itu tentu saja Cikal mengangguk bangga. Jujur saja ia senang bukan main, berasa menang jackpot karena semalam cintanya diterima oleh Kay.

"Maksud gue, serius Kay nerima lo dalam keadaan sadar?" Nakula menghisap rokoknya lagi. "Kan bisa aja, dia nerima lo tuh lagi nggak sadar, kayak bangun tidur, atau mabok, atau bisa juga—"

"Gue sumpel juga mulut lo!" Cikal menoyor kepala Nakula yang semakin sini bicaranya semakin macam-macam. "Ya jelas Kay lagi sadar lah! orang dia baru selesai ngerjain tugas. Lagian apa sih, alasan Kay buat nolak gue? secara gue dari awal udah nunjukin kepedulian gue sama dia."

"Jadi lo beneran suka, apa cuma peduli?" Rajendra tiba-tiba melempar pertanyaan, membuat seisi markas terdiam karena tak biasanya Rajendra ikut campur masalah perempuan.

Cikal menggaruk kepalanya, "Ya suka, lah?"

Tak ada jawaban lagi dari Rajendra. Laki-laki itu hanya menghela nafas saat Cikal mengatakan bahwa ia benar-benar menyukai Kanaya dengan gerak yang ragu. Cikal juga sebenarnya kebingungan, kenapa Rajendra tiba-tiba bertanya seperti itu?

"Santai, gue cuma nanya." seakan bisa membaca pikiran Cikal, Rajendra tiba-tiba lagi berceletuk.

Cowok itu menggedikan bahu. Rajendra itu diam-diam belajar ilmu cenayang apa gimana? kok bisa tahu isi hati dan pikiran orang?

"Terus lo gimana? kok bisa sih tiba-tiba berani ngajak pacaran? Padahal kemarin lo udah kena bombardir dibanding-bandingin sama Roneo sampe abis." Nathan kini mengambil topik.

Cikal melempar kaleng minuman sodanya kearah Nathan. "Yang suka bandingin gue sama Roneo kan ya lo lo pada!"

"Tapi gue salut sih, lo bisa spontan—"

"Uhuy~"

"Jamet anjir." Juangga menggeplak Sadewa yang reflek melanjutkan kata 'spontan' yang keluar dari mulut Mark. Memang dasar, Sadewa ini mulut jametnya sebelas dua belas sama Cikal, udah cocok nongkrong di pinggir jalan sambil gitaran ngecengin truk.

Mark menggeleng melihat kelakuan kedua temannya, pandangannya beralih lagi pada Cikal. "Gue salut lo bisa ngedadak gitu ngajakin dia date."

"Ya gue juga bingung Mark, soalnya itu kayak tiba-tiba aja gitu gue ngomongnya. Kayak bukan gue."

"Jangan-jangan emang bukan lo?" Juangga membulatkan matanya. Kedua tangannya memegang bahu Cikal dari pinggir. "Jangan-jangan... itu khodam lo."

"Si asu, sama aja jamet!" Sadewa yang geram karena sudah terlampau serius memperhatikan Juangga menggeplak balik cowok kekar itu dengan tangan putihnya.

Sementara si pelaku hanya tertawa terbahak-bahak sampai kedua matanya ikut hilang. Menyipit dan tersenyum. Ciri khas seorang Juangga ketika ia sedang bahagia.

"Khodam gue knalpot racing, emang bisa jadi ada nyali buat nembak cewek?" sialnya, Cikal malah menimpali lagi perkataan konyol teman-temannya itu dengan candaan. Alhasil satu markas tertawa karena mendengar khodam Cikal —yang jelas-jelas mengada-ada. Mana ada khodam knalpot racing, emang dia jamet lampu merah?

"Bisa kok, meningkatkan rasa percaya diri dan keberanian untuk nembak cewek. Knalpot racing kan beberebetan." sahut Nathan dengan wajah meyakinkan.

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang