16. Cikal itu Sulung, kan? (2)

116 15 1
                                    

Akhir-akhir ini, cuaca memang sedang senang sekali bercanda dengan keadaan. Seperti siang ini, hujan deras tiba-tiba turun ditengah perjalanan Cikal menuju sekolah Shaluna yang jaraknya cukup jauh dari SHS. Namun, rintik yang membasahi tubuhnya tak membuat Cikal mengurungkan niat untuk menjemput adiknya itu. Ia tetap menjalankan motornya, meski tahu banyak kemungkinan ia akan sakit sebab minggu ini hujan benar-benar sering menyapanya.

Tujuan Cikal sekarang adalah SMP Merah Putih, tempat Shaluna bersekolah. Jaraknya sudah dekat, mungkin sekitar dua ratus meter lagi. Hal itu membuat Cikal menambah kecepatan laju motornya, berusaha sampai lebih cepat.

Cikal membulatkan matanya tatkala melihat Shaluna sedang duduk sendirian di pos satpam. Wajahnya pucat, begitu pula dengan tubuhnya yang terlihat sangat lemah tak berdaya. Cikal sadar, adiknya itu belum sembuh total.

"Lo gila ya?! kenapa nunggunya disini?!" Cikal membuka jaket kulitnya. Meski basah tetap ia pakaikan kepada Shaluna untuk menutupi seragam pendek gadis itu.

"Gue takut lo nggak hafal kelas gue."

Menghela nafas. Cikal mengumpat diam-diam karena menyadari ia tak pernah membawa jas hujan ke sekolah. Lantas bagaimana? Cikal juga tidak mungkin membiarkan Shaluna kehujanan karena naik motor. Berdiam diri disini saja sudah cukup membuat gadis itu kedinginan sampai kaku.

"Gue gak bawa jas." Cikal merogoh ponselnya. "Gue pesenin taksi online ya? nanti gue ikutin dari belakang."

"Gue gak mau."

"Ya tapi hujan!'

"Ya gue nggak pernah naik taksi sendirian!" Shaluna membuang muka. "Gue takut kalau gak sama lo."

Cikal berpikir sebentar, sebelum akhirnya menyuruh gadis di sisinya untuk duduk kembali. "Tunggu gue sebentar kalau gitu, gue beli jas hujan dulu." ucapnya.

Namun Shaluna menggeleng, merengek seperti anak kecil sembari menarik tangan Cikal. "Gue mau pulang sekarang, nggak apa-apa hujan-hujanan sama lo."

"Nanti lo makin sakit!"

"Gue gak lagi sakit!"

"Tapi lo pucet, Lun."

Shaluna menunduk. "Gue cuma mau pulang sekarang."

Melihatnya membuat Cikal semakin dilanda kebingungan. Ia bimbang jika harus membawa Shaluna naik motor dalam kondisi hujan deras seperti ini. Namun setelah banyak pertimbangan, akhirnya Cikal mengangguk.

"Pake helm dulu. Resleting jaketnya naikin sampe atas." syaratnya. Shaluna dengan cepat memakai helm, mengikuti langkah Cikal untuk naik ke atas motor. "Pegangan. Jangan sampai jatuh."

Setelah merasakan kedua tangan Shaluna melingkar di perutnya, kini Cikal menyalakan mesin motor. Membawa adiknya itu keluar dari kawasan sekolah dengan hati yang masih sangat amat ragu dan penuh kekhawatiran. Semoga. Semoga saja Shaluna tidak apa-apa.

"Apa yang lo rasain sekarang?" Cikal berteriak dari balik helm fullface nya.

"Gue baik-baik aja."

"Terus kenapa lo mau pulang?"

"Nggak apa-apa."

Cikal menghela nafas panjang. Sejenak ia lupa bahwa adiknya itu juga perempuan yang kalau ditanya pasti akan menjawab dengan kata-kata andalan seperti tadi. Nggak apa-apa, yang artinya ada apa-apa. Tapi Cikal memutuskan untuk berhenti bertanya lagi, memberi ruang agar Shaluna bisa menenangkan pikirannya dahulu.

"Lo cabut dari sekolah?" tanya Shaluna, menyadari bahwa laki-laki didepannya tampak tidak membawa tas sama sekali.

"Gue buru-buru,"

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang