08. Cinta Sendiri?

97 12 0
                                    


Raden Cikal Mahawisesa pagi ini bersiap ke sekolah dengan mood yang baik. Meski tengah tinggal sendirian di rumah, hari ini Cikal berhasil untuk bangun pagi dan tidak terlambat. Lebih tepatnya, Cikal memang tidak bisa tidur karena kejadian semalam. Alhasil dia begadang semalaman sampai matahari kembali terbit.

Usai memakai seragamnya, Cikal menatap pantulan dirinya sendiri di cermin. Rambut hitam legam yang sudah nyaris gondrong menampilkan wajah tampan dengan rahang yang tegas, tak lupa seragam yang ia pakai dengan asal-asalan. Sungguh definisi siswa awur-awuran yang sudah pasti jadi buronan empuk para guru BK. Namun tak apa. Cikal nyaman dengan dirinya yang seperti ini.

Setelah siap, remaja laki-laki itu menyambar ransel hitamnya dari atas kasur. Berjalan cepat menuju keluar rumah tanpa memberi tubuhnya sarapan terlebih dahulu.

Maklum. Cikal tidak bisa masak sama sekali. Bisa-bisa dapur rumahnya hancur jika Cikal memaksakan untuk memasak sarapan. Jadi ia putuskan untuk membeli makan di kantin sekolahnya saja nanti.

"Oke, Cikal. Kendaliin diri lo, jangan terlalu excited atau perasaan lo bakal ketauan sama Kay." ucapnya menenangkan diri sendiri.

Cikal meraih helmnya dan bersiap menaiki motor yang terparkir di depan rumah. Pagi itu cukup cerah, menandakan bahwa alam juga mendukung Cikal yang sedang jatuh cinta. Namun, saat kakinya baru saja menyentuh pedal motor, sebuah suara yang familiar memecah lamunan manisnya.

"Kal."

Cikal menoleh, matanya langsung tertuju pada sosok yang berdiri di balik gerbang rumahnya. Rajendra, dengan raut wajah datar seperti biasanya.

"Jen? ngapain lo disitu?"

"Gue nungguin lo." jawab laki-laki dingin itu. Si tampan berjalan mendekat sembari menenteng helm, kemudian duduk di jok belakang motor Cikal. "Nebeng."

"Hah?" Cikal bingung bukan main. Pasalnya jarak dari rumah Rajendra ke rumah Cikal adalah sangat jauh. Dan tidak mungkin kan, Rajendra menempuh jarak berkilo-kilo meter hanya dengan berjalan kaki hanya untuk meminta tebengan Cikal?

"Kenapa?"

"Lo kenapa gak telpon gue aja dah, Jen? biasanya juga gitu, tar gue yang jemput ke rumah lo."

"Males."

Cikal melongo. Tangannya memutar kunci, menyalakan mesin motornya dengan raut yang masih kebingungan setengah mati. Rajendra ini kenapa? apa dia terlalu banyak belajar rumus-rumus matematika hingga otaknya mengalami gangguan komunikasi?

Laki-laki itu menggeleng. "Orang pinter ternyata ada masa tolol nya juga ya,"

.
.

"Jadi gimana?" pertanyaan Rajendra membuka percakapan mereka di perjalanan pagi itu. Cikal dengan otak pas-pasan nya tertegun, berusaha menyerap pertanyaan Rajendra yang terdengar sangat rancu.

"Gimana apanya?" tanya Cikal balik. Laki-laki itu tidak cukup mengerti dengan apa yang ditanyakan oleh sahabat jeniusnya itu.

"Gimana lo sama Kay?"

Cikal kembali tertegun, matanya membulat seiring dengan otaknya yang kini berhasil mencerna perkataan Rajendra. Sedari kemarin, Rajendra selalu terlihat cuek dan tak peduli perihal urusannya dengan Kay. Mengapa sekarang dia tiba-tiba menanyakan hal itu?

"Gue sama Kay ya biasa aja. Cuma tadi malem gue anter dia beli alat tulis, terus jajan bentaran di Braga. Modus sih gue. Kenapa emang?"

"Enggak."

"Hah?"

"Enggak, gue nanya aja."

SULUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang