Prolog

246 11 1
                                    

Tahun 2024

Sebuah mobil melaju cepat melewati jalanan yang basah akibat hujan deras. Jalanan sudah mulai sepi karena hari sudah semakin gelap. Setelan jas berwarna hitam dan juga kemeja putih pikis tanpa dasi masih melekat di tubuhnya karena tidak sempat berganti pakaian. Tangannya dengan telaten mengendarai mobil menuju sebuah gedung hotel bintang lima yang menjadi tujuan utamanya sekarang. Iya tersenyum tipis saat mendapati kawan lamanya yang sudah lama tidak bertemu.

"Widih, apa kabar Lo bro?" Tanya seorang laki-laki berkacamata kepada laki-laki bernama Naren itu.

"Sehat Alhamdulillah, Lo gimana kabarnya?"

"Gue baik Alhamdulillah".

"Eh, ke dalam yuk! Yang lain udah pada nungguin pasti". Panji tersenyum ramah padanya.

"Widih, baru Dateng nih". Seru Bagas yang membuat semua teman-temannya menoleh ke arah dua manusia yang baru saja memasuki ruangan.

"Gimana kabar lu, bro?" Ujar Gerry sembari mengunyah sepotong roti.

"Sehat Alhamdulillah, Lo gimana? Sehat juga kan?"

"Alhamdulillah kita semua sehat". Sahut Gerry

"Wih, gue liatliat makin sukses aja Lo". Kali ini bukan Gerry, tapi Raka.

"Aamiin aamiin. Lo juga kayaknya udah gak keliatan sering ngutang mi ayam lagi". Sahut Naren.

"Itu kan udah jadi masa lalu, sekarang gue udah punya banyak duit". Sahut raka sembari membenarkan kerah kemeja nya yang sebenarnya rapih.

"Eh, ini pengantinnya mana?" Tanya Naren.

"Baru selesai akad. Paling lagi touch up dulu". Sahut Gerry.

"Oh, ya udah deh, gue ambil makan dulu". Ucapnya kemudian pergi mengacir ikut mengantri prasmanan.

Tadinya Naren hendak menuju pelaminan untuk bersalaman dan memberi selamat kepada kedua pengantin, tapi pelaminannya masih kosong. Sepertinya mereka masih touch up. Jadi ia memutuskan untuk mengantri prasmanan terlebih dahulu baru bersalaman dengan pengantin setelah mereka kembali.

Selesai mengambil prasmanan, ia kembali ke meja bundar dekat panggung organ tunggal, tempat ia dan teman-temannya berkumpul tadi. Lima orang sahabat itu mengunyah makanan sambil sesekali tertawa karena mengingat masa lalu mereka saat SMA .

"Eh, btw, gue jadi inget waktu jaman kita masih SMA deh, dulu kan kita sering bolos jam pelajaran matematika, apalagi pas matematika wajib tuh, pelajarannya Bu Yeni". Ucap Raka.

"Idih, itu mah elu, gue mah anak baik, gak pernah bolos". Sahut Gerry tidak jelas karena mulutnya penuh dengan bakso. Raka mencebikkan bibir tidak terima. Padahal, dulu ia dan Gerry seringkali masuk ke ruang BK karena ketahuan membolos saat jam pelajaran matematika. Ingin sekali rasanya memukul kepala Gerry dengan sendok emas yang sedang di pegang olehnya. Namun karena ia merasa itu sendok dengan harga yang sangat mahal, ia mengurungkan niatnya karena takut akan mengotori sendok itu.

"Minimal tu bakso di mulut habisin dulu baru ngomong". Ucap Bagas menimpali.

"Hei sssttt, mau bolos kek mau apa kek, yang penting gue mau ngasih info, tadi siang gue ngeliat cewek yang mirip sama ceweknya Naren". Panji mulai membuka obrolan dengan topik baru dan membuat keempat temannya itu penasaran setengah mampus.

"Terus, Lo sapa?" Tanya Gerry.

Panji menggelengkan kepala "nggak. Gue fotoin doang dari jauh". Balasnya, membuat teman-temannya mencebikkan bibir.

"Terus, gimana caranya Lo tau itu cewek gue atau bukan?" Balas Naren menimpali.

"Sebenernya gue juga gak terlalu yakin sih, tapi coba Lo liat deh". Panji buru-buru mengeluarkan ponsel, kemudian menunjukkannya pada Naren.

Naren memutar bola matanya malas sebelum sendok di tangannya ini mendarat di kepala Panji "Lo kalau foto tuh yang bener, panci!"

Bagas merebut ponsel di tangan panji. Detik berikutnya, tawa laki-laki itu menggelegar seantero hotel. Bagaimana tidak? Foto itu hanya menunjukkan seorang perempuan yang tengah duduk sembari bermain ponsel dengan wajah yang di tutup oleh topi dan juga masker.

"Emang setan lu, orang gila mana yang ngenalin muka cuman dari masker sama topi yang di pake nya doang?" Tanya Gerry tak habis pikir dengan keabsurdan Panji.

"Gue yakin orang jenius kayak Albert Einstein aja gak bakal tau Lo ambil foto dari pinterest apa bukan". Ucap Bagas dengan sisa tawanya.

"Gue juga kalo disuruh nebak yang mana muka Bu yeni, dan mana muka Bu Sri kalo di tutupin rapet begitu mah gak yakin tebakan gue bener".

Baju panji merendah. Iya sedikit kecewa sebab tidak ada yang mengenali orang di balik masker dan topi dalam foto itu "Ya abis mau gimana lagi? Orangnya gak mau nunjukin muka sih".

"Padahal tadinya mau gue bawa check in". Lanjutnya.

Detik berikutnya, Naren, Bagas, Gerry, dan Raka kompak mendaratkan sendok dan garpu di kepala Panji sampai mengeluarkan bunyi.

"SETAN, ANAK ORANG MAU LO APAIN BANGSAD?" Sungut Raka penuh emosi.

"Jokes doang aelah". Panji memajukan bibirnya kesal lantaran teman-temannya ini terlalu menanggapi serius ocehannya.

****

Setelah acara reunian singkat itu, Naren kembali pulang setelah bersalaman dan basa-basi singkat dengan kedua pengantin.

Detik berikutnya, ponselnya berbunyi. Ada notifikasi dari ayahnya yang ternyata menyuruhnya untuk cepat pulang. Ia membalas pesan itu sambil berjalan di lorong hotel tanpa memperhatikan sekitarnya. Sampai akhirnya, secara tidak sengaja menabrak seorang perempuan yang sedang buru-buru, dan membuat tas kecil yang di pegang orang itu terjatuh dan isi tas nya berantakan.

"Maaf-maaf ". Naren membungkuk, membantu orang itu membereskan isi tas nya.

Kedua mata mereka bertemu secara tidak sengaja. Detik berikutnya, perempuan itu kabur dengan secepat kilat menghindari kontak dengan Naren.

Ia hendak mengejar gadis itu, tapi punggungnya sudah menghilang dari pandangannya. Ia terdiam di tempatnya berdiri, sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Apa itu kamu?"

100 hari mengejar cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang