bab 43 : identitas sebenarnya

42 6 0
                                    

Setelah mengantar Lisa sampai ke apartemennya, Naren tak lupa untuk mampir ke rumah Sarah untuk menengoknya. Hal ini sudah sering ia lakukan semenjak Sarah di bawa ke London oleh Rusdi. Setidaknya satu bulan sekali sampai hari kelulusannya. Dan ini pertama kalinya Naren mampir kesini setelah pulang dari London.

Sarah terlihat senyum sumringah saat melihat kedatangan seorang laki-laki yang dulu hampir menjadi calon menantunya itu. Bahkan, ia sampai memeluk laki-laki itu dengan erat. Tentu Naren tidak datang hanya dengan tangan kosong. Ia juga membawa sebungkus sate untuk mereka makan berdua.

"Udah lama banget kamu gak kesini". Ucap Sarah.

"Iya, Tante. Sekarang jadwal Naren lagi padat-padatnya". Ucap Naren. Dapat Sarah lihat dari lingkaran hitam di sekitar area mata Naren yang membuatnya seperti panda. Sudah dapat ditebak pasti ia kesulitan mendapatkan waktu tidur yang cukup.

"Tante udah makan?" Tanya Naren perhatian.

"Belum, tante belum makan". Ucap Sarah.

"Oh iya, kebetulan, dong, Naren ada bawa sate". Ucapnya.

"Wah, terima kasih, ya, nak. Kalau gitu, ayo kita makan bareng". Ajak Sarah.

Naren membuka bungkus sate yang tadi ia beli dan memindahkannya ke piring, lalu membantu Sarah menyajikan makanan lain di atas meja. Ini bukan pertama kalinya mereka makan disini. Dulu, waktu ia masih berpacaran dengan salsa, ia sering datang kesini dan ikut makan bersama. Setiap kali makan bersama, ia selalu mendapatkan kehangatan yang dulu tidak ia rasakan saat masih SMA. Dan dengan jahatnya, Rusdi membuatnya tidak bisa merasakan kehangatan ini lagi.

Selama makan, keduanya tidak berbicara sama sekali. Keduanya hanya fokus menikmati hidangan yang tersaji di atas meja. Setelah makan, tak lupa untuk membantu Sarah mencuci piring kotor dan meletakannya kembali di tempatnya. Setelahnya, Naren berjalan mendekati Sarah yang sedang duduk di teras.

"Tante". Panggil Naren. Sarah menoleh kepadanya.

"Tante kangen sama salsa?" Tanya Naren.

Sarah menghela nafas berat. Matanya memandang ke arah foto salsa yang ia genggam dari tadi, sambil sesekali mengusap foto itu sendu.

"Gak ada satu pun orang tua yang baik-baik aja tanpa anaknya". Ucap Sarah lirih.

Naren menatap sendu ke arah Sarah. Ia paham betul bagaimana perasaan mantan calon mertua nya itu. Tidak ada satu pun orang tua yang benar-benar baik-baik saja setelah ditinggal anaknya. Kalaupun mereka terlihat ceria, sebenarnya mereka tidak se ceria itu. Mereka hanya sekedar bertahan hidup dan tidak ingin memperlihatkan kesedihan yang berlarut.

"Kalau aja waktu itu saya yang datang, hubungan kalian gak akan berakhir seperti ini". Ucap Sarah merasa bersalah. Dia memang tahu kalau penyebab kerusakan rumah tangganya dan juga penyebab hancurnya hubungan salsa dengan papahnya adalah ulah Yudha. Tapi dia tidak egois dengan menjadikan Naren sebagai samsak balas dendam. Toh, sampai hari mereka dipaksa untuk pisah, Naren masih berusaha keras untuk membuat anaknya bahagia.

"Tante gak salah. Masa lalu yang salah. Kalau aja itu gak terjadi, Tante juga gak akan dipaksa jauh dari anak yang udah Tante rawat dari bayi". Ucap Naren.

****

Lisa baru saja sampai di apartemennya. Ia begitu lelah haeibini walaupun hanya duduk diam mengawasi jalannya pemotretan untuk iklan produknya nanti.

Begitu membuka pintu, matanya sudah di sambut oleh penampilan papahnya yang sangat rapih malam ini. Pria paruh baya itu mengenakan setelan jas berwarna cokelat dengan celana warna senada, kemeja putih, dan dari warna hitam.

100 hari mengejar cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang