"Ngapain Lo balik kesini?" Semprot Naren ketika melihat seorang laki-laki dengan kemeja putih itu tengah duduk santai di ruang tamu.
Niko menyungging senyum seolah-olah ingin bersikap ramah kepada adiknya. Tetapi justru Naren semakin terlihat tidak senang dengan kehadirannya. "Kenapa? Salah kalau gue balik?" Ucap Niko masih tenang. "Gue mau liat adik gue!"
Ucapan itu justru membuat Naren menarik kerah baju kakaknya sampai leher Niko tercekik kuat. Naren menatap mata Niko dengan penuh amarah. Ia tahu, adiknya ibu memang agak pendiam, tetapi jauh di lubuk hatinya, banyak sekali tekanan yang membuatnya murka.
"Udah bagus-bagus Lo pergi ke Korea dan gak usah balik lagi kesini!" Desis Naren di depan wajah Niko.
Kedua kakak beradik itu memang tidak pernah akur jika bertemu. Hal itu dimulai karena Niko yang malah bermain dengan para pelacur saat mamahnya sedang sekarat. Bahkan pada saat mamahnya meninggal, Niko tidak ada. Hal itu yang membuat Naren sangat membenci Niko.
Selain papahnya, ada Niko yang kehadirannya tidak diinginkan oleh Naren.
"Gue balik pengen liat adik gue emangnya salah?" Sahut Niko.
"Baru akuin Lo punya adik? Kemarin-kemarin kemana aja? Kemana Lo saat mamah meninggal? Lo malah seneng seneng sama lonte-lonte Lo itu". Ucap Naren penuh emosi.
"Jaga omongan Lo!" Ucap Niko tidak kalah emosi.
"Gue juga kakak Lo". Ucapnya
"Who do you think you are? Sadar diri! Lo itu sampah". Balas Naren tajam.
Niko tersenyum sinis. Lalu tangan Niko segera melayangkan pukulannya ke wajah Naren membuat cengkraman di kerahnya terlepas. Naren yang belum siap menerima serangan kilat itu ingin membalasnya, tetapi ada bi Neneng dan pak Juned yang menahan.
"Udah, mas, udah!" Ucap bi Neneng yang baru saja pulang dari warung. Mereka sempat terkejut mibat pertengkaran dua anak majikannya itu.
"Mas, udah! Malu diliat tetangga!" Ucap pak Juned menahan bahu Naren. Niko menatap sebentar ketiga orang itu sebelum akhirnya masuk ke kamarnya. Naren menepis tangan pak Juned dengan gerakan bahunya. Karena masih tersulut emosi, Naren memilih untuk keluar menemui teman-temannya di warung Mbak Wati.
"Kenapa mas Naren sama mas Niko kalo ketemu suka berantem, ya?" Tanya pak Juned.
"Duh, Neneng juga gak tau, pak, semenjak ibu meninggal, mereka gak pernah akur. Padahal, mah, dulu pas ibu masih ada mereka akur banget". Jelas bi Neneng yang cukup tahu karena sudah bekerja cukup lama untuk keluarga Dirgantara.
****
"Itu muka Lo kenapa?"
Itu adalah pertanyaan keempat yang sedari tadi terlontar bergantian dari mulut panji, Raka, Bagas, dan Gerry. Pasalnya, laki-laki itu datang dengan kondisi wajah yang babak belur oleh luka lebam di pipi nya.
"Lo habis berantem sama siapa?" Tanya panji.
"Sama Niko". Balas Naren.
"Niko? Kakak Lo?" Tanya panji.
"Emang kakak gue siapa lagi selain dia?" Naren balik bertanya.
"Adik kakak kok berantem, sih, mas? Adik kakak itu harusnya akur". Sahut Mbak Wati sembari meletakkan secangkir kopi di hadapan Naren yang wajahnya sangat berantakan.
"Mereka mah emang gitu, mbak, gak dimana-mana gelut terus kerjaannya". Sahut Raka yang tengah bermain Uno dengan Bagas.
"Waduh! Saran mbak, jangan sering-sering berantem, mas. Nanti kalau orang tua udah gak ada dua-duanya saling membutuhkan loh". Sahut Mbak Wati.