bab 29 : Milikku

35 3 0
                                    

Jika bukan karena kedatangan salah satu anak PMR, mungkin Naren dan salsa akan terus berpelukan sampai besok pagi. Mereka sontak melepas pelukannya dan tersenyum kikuk pada Karina yang sama-sama malu. Karina meminta maaf, sebelum kemudian pamit keluar.

"Serius, gak mau istirahat di rumah aja?" Tanya Naren yang entah sudah ke berapa kali nya.

Salsa memutar bola matanya malas. "Serius, kak".

"Ya udah, kalau gitu kamu istirahat aja disini". Ucap Naren.

Salsa mengangguk paham. Sementara Naren malah memalingkan wajahnya ke arah lain sembari menggaruk-garuk kepalanya sendiri.

"Kenapa, kak?" Tanya salsa.

"Anu... Sa, itu... Kamu...."

"Apa?"

"Rok kamu merah".

"Hah?"

Salsa langsung berbalik badan dan kembali mendudukkan dirinya di ranjang UKS. Tidak ada satu pun hal yang lebih memalukan daripada ini. Kalau ada jin keluar dari teko dan memberi kesempatan untuk meminta satu permintaan, mungkin salsa akan meminta untuk menghilang saja dari bumi.

"Mau pulang aja?" Tanya Naren.

Salsa mengangguk singkat. "Tapi nanti aja, nunggu bel masuk".

Naren melirik jam dinding di atas ranjang UKS. "Baru setengah satu, sa. Bel masuk masih lama".

"Gak lama, kok, tinggal 20 menit lagi".

Kalau bisa, salsa juga ingin buru-buru pulang sekarang. Tidak mungkin ia bisa mengikuti pelajaran dengan nyaman dalam kondisi perut sakit seperti ini. Apalagi jarak dari UKS ke kelasnya harus naik melewati dua lantai. Pasti ada banyak murid yang berkeliaran di koridor.

"Sebentar, aku ambil jaket sama kunci mobil dulu, ya. Sekalian ambil tas kamu, terus izin sama guru piket".

"Gapapa?" Tanya salsa tak enak, baru jadian tadi pagi saja sudah merepotkan.

"Iya, sayang". Ucap Naren, membuat pipi salsa bersumbu merah.

"Tunggu disini!"

Salsa mengangguk. Setelahnya, bareng keluar lebih dulu dari UKS, menuju kelasnya untuk mengambil jaket dan kunci mobilnya di kelas. Kemudian, ia mengambil tas milik salsa, sekaligus izin kepada guru piket. Ia tak izin untuk dirinya sendiri sebab akan langsung kembali lagi ke sekolah setelah mengantar salsa nanti.

"Mau mampir ke apotik dulu, gak? Beli obat atau apa gitu". Tanya Naren setelah keduanya berada di perjalanan menuju rumah salsa.

"Gak usah, kak, nanti di rumah tinggal kompres aja pake air hangat, kok".

"Bener gak usah mampir, nih?" Tanya Naren sekali lagi.

Salsa tersenyum tipis. "Iya, kak, gak usah, langsung ke rumah aja".

Naren mengangguk paham. Laki-laki itu mengantar salsa sampai ke rumahnya. Rumah yang di dominasi warna krem itu tampak sepi dari luar. Sepertinya Sarah sedang melakukan perjalanan bisnis lagi. Naren tak ikut masuk, ia hanya memastikan gadisnya benar-benar masuk ke rumah, baru kembali lagi ke sekolah meskipun sangat khawatir meninggalkan salsa sendirian.

"Aku ke sekolah lagi, ya. Kalau butuh apa-apa telpon aja". Ucap Naren.

"Iya, kak, hati-hati, ya, jangan ngebut ngebut!"

Naren mengangguk. Kemudian, ia kembali ke sekolah di sisa satu mata pelajaran terakhir. Beruntung, saat ia masuk kelas masih belum ada guru.

"Cieeee yang habis nganterin ayang". Ucap Raka tanpa sadar berteriak, membuat semua mata seisi kelas menatapnya. Raka tersenyum kikuk.

100 hari mengejar cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang