bab 20 : hari ke-49

48 9 1
                                    

"Hai, kak Naren!" Sapa salsa saat melihat Naren sedang duduk sendirian sambil memainkan gitarnya di ruang musik. Salsa duduk di samping Naren lalu bertopang dagu sambil memperhatikan wajah tegas laki-laki itu dari samping. Sementara Naren tampak tidak peduli dan masih sibuk dengan gitarnya. Kebiasaan Naren saat sedang serius adalah tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya, serta tidak ingin di ganggu oleh siapapun. Makanya, disaat semua teman-temannya berkumpul di kantin, Naren lebih memilih duduk di ruang musik di saat tidak ada jadwal latihan agar jauh dari kerumunan orang.

"Lo nggak makan, kak? Ini gue ada bikin nasi goreng Mozarella mau, gak?" Tawar salsa seraya memberikan kotak makanan yang sejak tadi ia bawa.

"Kak, makan sama-sama, yuk!"

"Nggak". Jawab Naren singkat.

"Kenapa?"

"Gue mau ke kelas, Lo jangan ikut!" Tegas Naren, membuat salsa cemberut.

"Hm.... Oh iya, gue ada sesuatu, sebentar, ya!" Ucap salsa. Kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam totebag yang ia jinjing di tangan kiri nya.

"Baju?" Ucap Naren.

"Iya, gimana? Keren, gak? Ini gue bikin sendiri, loh, design nya. Lumayan, kan bisa dipake buat manggung di festival tahunan nanti". Ucap salsa.

"Biasa aja". Jawab Naren singkat.

"Ih, ini tuh bagus tau, cocok banget sama Lo, kak".

"Lo tau ? Ibu tuh baju paling jelek diantara semua baju yang pernah gue liat". Ucap Naren, membuat salsa cemberut merasa tidak dihargai.

"Lo kapan, sih, mau luluhnya? Kemarin aja waktu di Jogja manis banget, terus sekarang balik lagi ke setelan awal. Lo beberapa kali khawatirin gue, itu tandanya Lo sayang, kan?" Naren tidak menjawabnya. Ia sibuk merapikan barang-barangnya. Salsa menahan tangan laki-laki itu agar ia mau menatapnya.

"Lo kalo gue aja jadian, mau gak?" Tanya salsa getir.

"Gue udah bilang kalo gue gak bisa pacaran sama Lo". Naren berucap kesal.

"Terus kenapa Lo peduli sama gue? Kenapa Lo harus khawatir sama gue?" Tanya salsa ingin tahu.

"Gue peduli bukan berarti gue mau sama Lo". Jawab Naren tanpa menoleh padanya.

"Gue cuma mau kasih tau, waktu itu pak Niko bilang suka sama gue. Tapi gue udah tolak, jadi hubungan kita cuman sebatas guru dan murid aja".

Naren terdiam. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ada perasaan tidak tenang setelah mendengarnya. Ditambah mengingat kedekatan mereka beberapa hari yang lalu membuatnya emosi.

"Kapan Lo terima gue, kak?"

Naren menggebrak meja. "Gue bilang gue gak bisa! Ngerti bahasa manusia, kan? Jadi cewek jangan suka ngemis cinta sama orang". Tekan Naren.

"Tapi kenapa gak bisa?"

"Karena Lo gak pantas buat gue!" Perkataan Naren membuat salsa tertegun.

"Lo tau? Lo itu, murahan!" Ucap Naren sembari melempar baju yang salsa berikan untuknya ke sembarang arah tanpa rasa bersalah, seolah tidak ada artinya.

Salsa tersenyum mengangguk. Ia berusaha untuk tetap tegar, meskipun sebenarnya ia telah rapuh. Ia hanya tidak ingin terlihat lemah di depan Naren. Terdengar tarikan nafas berat dari perempuan itu. "Jahat banget, ya, tu mulut".

"Pernah gak sih Lo mikir jadi gue dimana? Pernah, gak? Pernah, gak, lo ngerasain gimana rasanya berjuang sendiri?" Potong salsa.

"Gue gak pernah minta buat Lo berjuang".

100 hari mengejar cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang