bab 13 : trauma

63 8 0
                                    

Seperti pada malam biasanya, para anggota comic5 berkumpul bersama di warung Mbak Wati. Kali ini mereka tengah membahas untuk acara festival tahunan di sekolah nanti.

"Jadi, kita semua belum ada yang nemu, nih, siapa yang bakal rancang busana buat kita?" Tanya Naren.

"Belum". Sahut Bagas sambil melihat ponsel.

Naren menghela nafas panjang. "Harus nyari dimana lagi ya?"

"Eh, guys, cewek gue nanya nih katanya kalian ada yang liat salsa gak? Dia belum pulang dari siang katanya". Ucap Bagas.

"Hah? Dia ngilang gitu maksudnya?" Ucap Gerry.

Setelah mendengar itu, Naren langsung pergi begitu saja, membuat semua teman-temannya itu saling menatap kebingungan. Entah mengapa hatinya mengatakan untuk pergi ke sekolah malam-malam begini.

Naren membawa mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Ia harap tidak terjadi sesuatu pada salsa. Naren memarkirkan mobilnya di depan pintu gerbang sekolahnya.

Naren dengan cepat memutar otaknya. Tidak ada pilihan lain selain memanjat dinding sekolah. Naren mengitari seluruh sekolah yang sepi dan gelap dengan menggunakan bantuan senter dari ponselnya yang memiliki penerangan yang seadanya saja. Ia bergerak mulai dari lantai satu ke lantai lima. Namun hasilnya tetaplah nihil, salsa seakan menghilang begitu saja.

Ia kembali memutar otak. Ia mencoba memasuki kelas 10 MIPA 3, kelasnya salsa. Barangkali gadis itu terjebak di dalam kelas. Dengan nekat, ia mendobrak pintu kelas itu. Tatapan Naren terarah pada tas pink milik salsa yang masih tergeletak begitu saja di atas meja. Dugannya benar, salsa belum pulang. Gadis itu masih ada di sekitar sekolah.

Naren menelusuri lorong sekolah walaupun dalam keadaan gelap. Hanya beberapa lampu saja yang memang sengaja dibiarkan menyala.

"TOLONG". Suara teriakan itu memekik telinga Naren.

"Salsa?"

Suara teriakan minta tolong terus menggema di lorong. Langkah kaki Naren terus mendekat ke arah sumber suara. Suara teriakan itu semakin terdengar sangat jelas ketika Naren melewati perpustakaan.

"Salsa?" Panggil Naren.

Namun bukannya sebuah jawaban yang ia dengar, melainkan suara isakan tangis yang terdengar di telinganya.

"Salsa?"

Seketika salsa tercekat kemudian berteriak. "Kak Naren!!! Tolong!!! Gue di dalem".

Hati Naren seakan lega mendengarnya. Ia pikir salsa diculik seseorang.

"Lo jangan Deket pintu! Gue mau dobrak".

Dengan nekat Naren mendobrak pintu perpustakaan, masa bodoh ia harus ganti rugi karena merusak pintu yang penting gadis itu selamat.

Pintu perpustakaan terbuka lebar, Naren segera masuk ke dalam dan terlihatlah salsa yang sedang duduk sambil memeluk lutut. Penampilan gadis itu sudah tidak karuan lagi. Rambutnya sangat berantakan, dan ada luka yang sudah mengering di dahi gadis itu.

Ketika melihat ada seseorang yang masuk, salsa langsung memeluk tubuh Naren dengan sangat erat. Sementara laki-laki itu diam tak berkutik.

"Gue takut, kak". Sahut salsa terisak.

Naren membawa tubuh salsa ke dalam dekapannya, tangannya terangkat untuk mengelus punggung salsa agar gadis itu bisa tenang. Naren menggeram menahan amahanya. Siapa yang membuat salsa seperti ini?

"Jangan takut, ada gue disini". Ucap Naren lembut.

Setah beberapa detik mereka berpelukan, Naren dengan sabar menunggu agar salsa menjadi lebih tenang, perempuan itu akhirnya melepas pelukannya.

100 hari mengejar cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang