the final chapter

45 4 0
                                    

Setelah satu Minggu menjalani masa pemulihan di rumah sakit, dan satu Minggu pula menjalani masa pemulihan di tempat tinggal Rusdi, kini salsa sudah bisa kembali beraktivitas. Selama satu Minggu ini, sarah selalu datang pagi dan pulang sore hanya untuk merawat anaknya. Meskipun disana ada Rusdi dan beberapa orang pembantu, tetap saja hal itu tidak membuat jiwa seorang ibu yang sayang anaknya tidak hilang
Ia tetap datang dan merawat salsa sampai ia benar-benar sehat.

Hari ini, untuk pertama kalinya, ia kembali ke rumah lamanya. Ia sangat tidak sabar ingin cepat-cepat kembali ke rumahnya. Hampir semuanya di bantu oleh Sarah, mulai dari pakaian, tas, sepatu, skincare, makeup, dan lain sebagainya. Sementara Rusdi, ia hanya diam memperhatikan keduanya yang sepertinya sudah tidak sabar untuk membuatnya tinggal sendiri lagi.

Bukan maksud untuk mengusir, hanya saja, ia rasa salsa akan lebih bahagia jika bersama ibunya. Ia tidak mengapa kalau harus tinggal sendirian lagi asalkan anak kesayangannya itu bahagia. Kalau salsa bahagia, ia berjanji tidak akan mencampuri kehidupannya lagi. Toh, sudah enam tahun ia merebut anak yang sudah Sarah rawat sendirian sejak bayi.

Sekarang, sudah waktunya ia kembalikan salsa pada orang yang seharusnya. Walaupun sedih, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Setiap satu Minggu sekali, ia akan datang menjenguk salsa ke rumahnya. Begitupun dengan salsa yang akan menjenguk Rusdi setiap satu Minggu sekali.

"Barang-barang kamu semuanya udah di simpan di bawah. Apa masih ada yang perlu dibawa lagi?" Tanya Sarah.

Salsa mengeluarkan selembar kertas guna mengecek list barang yang akan di pindahkan ke rumah lamanya. "Udah semua kok, mah, gak ada yang ketinggalan".

"Kalau udah semua, ayo kita ke bawah". Ucap Sarah.

"Ayo".

Salsa menoleh pada papahnya yang sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel. "Papah gak mau ikut?" Tanya salsa.

"Ngapain?"

"Papah gak mau ikut nganterin aku gitu". Ucap salsa. Entah kenapa, ia tiba-tiba menjadi ragu untuk meninggalkan papahnya.

"Papah lagi banyak kerjaan, nih, jadi papah gak bisa anterin kamu". Ucap Rusdi.

"Tapi, papah ikut nganter sampe bawah, kan?" Tanya salsa.

"Iya, papah ikut ke bawah kok". Ucap Rusdi.

"Ya udah, ayok kita ke bawah! Kasian supir udah nunggu kelamaan". Ucap Rusdi.

Rusdi, Sarah, dan salsa berjalan beriringan menuju lobby apartemen. Sebuah mobil pengangkut barang dan juga mobil sport Lamborghini milik Naren sudah bertengger di depannya.

"Papah cuman bisa mengantar sampe sini. Jaga diri kamu baik-baik di rumah mamah, ya". Rusdi menangkup wajah anaknya yang hari ini tampak lebih cerah dibandingkan saat masih di rumah sakit.

"Iya, pah. Papah juga jaga diri papah baik-baik, ya, disini". Ucapnya begitu tulus.

"Maaf udah bikin kalian terpisah selama enam tahun". Ucap Rusdi.

"Gak ada yang perlu di sesali, pah. Yang lalu biar aja berlalu. Tapi, kenapa papah sama mamah gak rujuk aja? Kalau kalian rujuk, kan, kita bisa tinggal sama-sama". Ucap salsa dengan nada lirih.

"Salsa, mamah sama papah mungkin sudah berpisah. Tapi, kita janji kita akan selalu ada buat kamu". Sarah mengusap puncak kepala anaknya.

"Benar apa kata mamah kamu. Kamu adalah satu-satunya harta yang paling berharga. Kamu kesayangan papah dan mamah, kamu kebanggan papah dan mamah. Papah sama mamah sayang banget sama kamu". Rusdi mencium puncak kepala anaknya cukup lama. Mungkin ini bisa dibilang pertama kalinya ia terang-terangan mengungkapkan rasa sayangnya pada anak semata wayangnya.

100 hari mengejar cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang