dad

1.9K 232 34
                                    

Jam dinding baru menunjukkan angka sembilan, luve sudah terlelap setelah seharian menangis karena demam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam dinding baru menunjukkan angka sembilan, luve sudah terlelap setelah seharian menangis karena demam.

Siapapun tolong Phuwin, ia kelelahan secara mental juga fisik. Kini gilirannya menangis.

"Kalo aku minta mas nggak pergi, mas bakal tetep pergi nggak? " Phuwin mengaitkan lengannya pada leher suaminya, ekspresinya sendu dengan tatapan memohon.

Yah, yang lebih buruk lagi suaminya akan pergi. Kesedihan Phuwin seperti di kali lima miliar.

Sementara Pond hanya tersenyum seringan kapas, lengannya merengkuh pinggang ramping hasil pahatannya sendiri, mengusap sensual di balik kaus tipis tidak berguna yang di kenakan istrinya.

Senyumnya semakin merekah, di kecupnya bibir kecil yang setiap hari selalu ia dengar keluh kesahnya.

"Mas harus jawab apa, kamu tau masalahnya kan sayang? " Katanya dengan tenang.

Mood nya merosot ke dasar jurang, wajah manisnya semakin cemberut, tapi kemudian ia memperkecil jarak mereka dengan menarik leher suaminya lebih dekat.

"Aku tuh ada firasat ga enak mass, aku ga mau kamu pergi," Phuwin kembali meyakinkan suaminya, mengusap rahangnya, menatapnya dengan khawatir.

Phuwin membiarkan jari jari nakal lain menyelinap kebelakang masuk kedalam celana pendeknya, mengusap lembut bongkahan pipi di bawah sana. Agak sebal tapi ia suka.

"Kamu ga bisa minta siapa gitu, karyawanmu buat gantii kamu pergi ke macau? "

Ugh, nafasnya tercekat Phuwin masih berusaha mengatakannya dengan tenang, meskipun kelakuan suaminya di bawah sana membuat kakinya mendadak lemas gemetar, nafsunya sudah di atas kepala, ia melengguh meletakan kepalanya di pundak lebar suaminya.

Saat ia menundukkan kepalanya, melihat dirinya sendiri entah bagaimana, celana pendeknya sudah menyatu dengan lantai. Bagus sekali bakat suaminya yang satu ini, ia bahkan tidak menyadari sejak kapan benda itu teronggok disana.

"Ayah yang minta aku dateng, kalo aku kirim anak kantor yang lain, dia bisa coret namaku dari daftar warisan. "

Ah sudah lah, percuma saja membujuknya. Phuwin tidak ingin membahasnya, isi kepalanya sudah melayang entah kemana.

"Ahh! Kenapa pukul pukul sihh!"

Suaranya lumayan nyaring saat pipi pantatnya di pukul dengan ringan. Phuwin melotot kesal sementara Pond memamerkan deretan gigi rapihnya tanpa rasa bersalah.

"Sayang pake baju yang pink dong,"

Phuwin memutar bola matanya malas, melihat tampang suaminya yang berusaha merayu.

"Udah lah gini aja, aku males ganti ganti baju. "

"Pliss, kali ini aja, ya sayang? "

Anjing besar yang satu itu. Phuwin menatapnya sinis, mendengus sebal tapi kemudian ia melepaskan kaus jeleknya, di lemparkan begitu saja tepat ke wajah mirip anak anjing itu.

komplek perumahan Joylada [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang