✨🤍✨
.
.
.
.
.Chika mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Samar samar mendengar suara rintihan dari seseorang di sampingnya, seketika ia menoleh mengingat bahwa ia sedang tidur bersama Nachia.
"hiks papi hiks"
Chika terkejut melihat tubuh Nachia yang dibanjiri oleh keringat dingin, tangan anak itu yang satu meremas bahunya dan satu lagi meremas seprei. Tangan Chika terulur memegang kening Nachia untuk memastikan suhu tubuhnya.
Astaga! Ini benar benar panas sekali!
"Nachia sayang, bangun nak" Chika mencoba menepuk pelan pipi Nachia untuk menyadarkan.
Nachia membuka matanya yang terlihat berat, lalu memandang ke arah Chika
"Hei, mami disini, apa yang dirasa? Badannya nggak enak ya sayang?" Nachia mengangguk pelan,
"S-sakit mami hiks mau papi" Suara Nachia begitu lirih, bahkan terdengar seperti bisikan saking pelannya
Detik berikutnya, mata Nachia mulai terpejam dan tiba tiba tubuhnya menegang lalu mengalami kejang.
"Nachia!" Panik Chika, ia berusaha menggoyangkan tubuh Nachia agar anak itu tersadar,
"Nachia bangun Nachia! Sayang hei!" Chika terus mengupayakan berbagai cara, menepuk pelan pipi Nachia, menggoyangkan bahunya juga menggenggam tangannya, namun nyatanya tak mampu membuat sang anak membuka mata.
"BUNDAAA!!" Teriak Chika meminta pertolongan kepada sang ibunda.
Aya segera memasuki kamar Nachia saat mendengar suara teriakan Chika. Dirinya juga sangat terkejut saat melihat kondisi cucu kesayangannya sudah seperti itu.
"Kita bawa ke rumah sakit sekarang!"
Dengan sekuat tenaga, Chika mengangkat tubuh Nachia dibantu oleh Aya. Karena tak sempat mencari kunci mobil dan lain sebagainya, Chika hanya membawa handphone dan pergi ke rumah sakit menggunakan taksi.
Sesampainya di rumah sakit, Nachia segera ditangani oleh para suster sambil menunggu Dokter Eli datang karena tadi diperjalanan Aya sempat menelpon sang adik dan mengatakan bahwa mereka tengah membawa Nachia ke rumah sakit.
Chika menangis ketakutan, tak biasanya Nachia demam sampai masuk rumah sakit seperti ini. Sampai umurnya yang menginjak angka lima belas tahun, ini baru pertama kalinya Nachia demam se parah ini sampai membuat Chika kalang kabut.
"Bunda hiks, Nachia akan baik baik aja kan?" Aya mengelus punggung Chika yang ada di pelukannya,
"Nachia pasti akan baik baik saja sayang, kamu yang tenang ya"
Chika menggeleng, "Chika sama sekali nggak bisa tenang bun"
Beberapa saat berlalu, Dokter Eli yang sudah sampai dari tadi dan sedang menangani Nachia pun akhirnya keluar dari ruangan. Ia meminta Chika dan Aya masuk untuk melihat langsung kondisi Nachia.
"Tante, Gimana keadaan anakku?"
Dokter Eli menarik nafas dalam, "Chika, tante sudah dengar semua ceritanya dari bundamu. Kamu lihat anak kamu Chik, sedari tadi nggak berhenti panggil panggil papinya. Kayaknya, memang kamu harus mempertemukan mereka, biar Nachia mau makan dan minum obat. Kalau terus terusan begini, bahaya untuk kesehatannya. Sekarang dia lagi dehidrasi, kekurangan energi ditambah panasnya yang sangat tinggi. Ada beberapa bakteri juga yang masuk kayaknya lewat makanan. Kalau dia terus terusan gak mau minum obat, tante takut bakterinya akan semakin bahaya untuk tubuhnya"
"Tapi tan-"
"Chik! Kamu mau anak kamu kenapa kenapa?"
Chika meremas kepalanya yang terasa sakit menghadapi situasi ini, ternyata benar yang dibilang oleh sang bunda mau sejauh dan sekeras apapun ia melarang Zean ketemu sama Nachia, hubungan darah dan tali batin antara mereka tetap sangat kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temu Yang Ditunggu (END)
ChickLitKamu bisa pergi kemanapun kamu mau, tetapi pada akhirnya cinta tau dimana rumahnya maka dari itu ia tau kapan dan kemana ia harus pulang - Zee & Chika . . . . . . . . . .