TYD - empatpuluh delapan

3.8K 643 116
                                    

✨🤍✨
.
.
.
.
.




Pagi itu, sinar mentari menerobos melalui celah celah tirai, membangunkan seorang wanita dari tidurnya yang tidak cukup nyenyak. Matanya perlahan terbuka namun hati masih terasa sesak mengingat fakta fakta yang baru ia ketahui kemarin. Ia adalah Chika, setelah kesadarannya sudah terkumpul, ia mulai membalik badan untuk melihat sang suami yang semalaman ia punggungi.

Ternyata Zean tetap tertidur menghadapnya, bahkan baru Chika sadari tangan laki laki itu juga berada di pinggangnya. Dengan pelan ia memindahkan tangan Zean agar sang empu tidak terbangun. Chika mulai bangkit dari tempat tidur, ia menyempatkan berdiri sejenak dibalik jendela guna melihat pemandangan pagi hari pegunungan indah Lauterbrunne, suasana hijau segar dari rerumputan dan biru dari langit dan gunung seperti membuat moodnya terasa lebih baik pagi ini.

Chika mulai melangkahkan kaki keluar dari kamar, tujuan utamanya saat ini adalah kamar Nachia, ia sangat khawatir dengan putri kesayangannya itu yang sedari kemarin benar benar tidak mau keluar dari kamar. Beberapa kali Chika mengetuk pintunya, namun tak ada sahutan sama sekali. Akhirnya Chika mencoba memakai cara lain.

"Selamat pagi bibi" Sapa Chika saat ia melangkahkan kakinya ke dapur,

"Pagi Chika, bagaimana tidurmu?"

"Tidak terlalu nyenyak bi" Jawab Chika jujur, Cindy pun tersenyum paham.

"Bibi, maaf sebelumnya, apa kamar Nachia ada kunci cadangannya? Dari kemarin Nachia terus mengurung diri, Chika sangat khawatir"

"Ada, sebentar bibi ambilkan"

Chika bernafas lega mendengar jawaban Cindy. Beberapa saat bibi itu pergi, sekarang telah kembali lalu menyerahkan sebuah kunci kepada Chika.

"Terimakasih bi, Chika bangunkan Nachia dulu setelah itu bantu bibi buat sarapan"

"Tidak usah sayang, kamu fokus sama Nachia aja ya, biar bibi yang buat sarapan untuk kita"

Tak mau memperpanjang, Chika langsung mengiyakan, sebelum dirinya melangkahkan menuju kamar Nachia tadi ia sempatkan menuang segelas susu untuk ia bawa.

Saat Chika memasuki kamar itu, ia melihat Nachia masih berbaring sambil memejamkan mata. Chika meletakkan segelas susu tadi dinakas, lalu mulai mendekat ke tubuh Nachia. Senyum miris Chika tampilkan saat melihat Nachia kegelisahan tergambar dari wajah sang putri yang tengah tertidur, matanya sembab, bahkan lelehan air mata nampak jelas dipipi tembamnya. Entah berapa lama Nachia menangis,

Tangan Chika bergerak mengelus pipi Nachia, membuat anak itu mengerjapkan mata karena terusik.

"Wake up sayang" Ucap Chika lembut.

Nachia mulai membuka matanya, namun tak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Wanna hug me?" Tanya Chika, Nachia mengangguk. Ia terbangun untuk berganti posisi naik ke atas pangkuan Chika yang saat ini duduk bersandar di kepala ranjang.

Chika membiarkan anak itu mengumpulkan kesadaran didalam dekapannya, sambil ia usap naik turun punggungnya. Sampai hampir setengah jam berlalu, barulah Chika mulai mengambil suara.

"Mami bawa susu, Nachia minum dulu ya"

Nachia menggeleng,

"Sayang, dari kemarin kan Nachia nggak makan, mami takut Nachia sakit karena perutnya tidak ada isi sama sekali. Pliss, sedikit aja juga nggak apa apa"

Akhirnya Nachia mau meneguk susu itu walaupun tidak sampai habis, setelahnya, ia kembali membenamkan diri dipelukan Chika.

"Apa yang Nachia rasakan sekarang?" Chika mencoba bertanya apa isi hati anaknya, sedari kecil memang ia selalu menerapkan parenting yang satu ini untuk Nachia, membiarkan anak itu menangis dan meluapkan emosinya, nanti jika sudah tenang barulah ia akan bertanya tentang perasaannya.

Temu Yang Ditunggu (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang