***
Daren mendekap Ansara dengan begitu erat, cowok itu mengelus pelan punggung Ansara dengan lembut dan pelan. Ya, malam ini, Daren membawa Ansara untuk menginap di Apartemen miliknya. Dan, ia pun sudah mengantongi izin dari keluarga Mahatma.
"Tenang sayang, ini akan segera berakhir." Bisik Daren lembut pada telinga sang kekasih.
Ansara mendongak, bulir bening itu masih terus menetes membasahi pipi berisi gadi kecil itu.
"Kak, An, benar benar takut. Bagaimana bisa dia jatuh, Kak." Ucap Ansara. Gadis itu berbicara dengan segukan.
"James sedang menyelidikinya, sayang. Kau jangan menangis lagi, bagaimana jika kau kesulitan bernapas, An." Ujar Daren, ia mengecupi kening Ansara berkali-kali.
Sungguh, melibatkan Ansara dalam alur kehidupan yang rumit. Tidak pernah terlintas dalam benak Daren. Gadis kecilnya yang cantik dan baik hati, harus menyaksikan kejamnya sifat manusia.
"Bagaimana dengan Kak Anin, kak?" Ucap Ansara kembali. Ia sangat menyayangi Anindhya.
"Kasian dia, Kak." Rengek Ansara. Gadis kecil itu memegang kedua sisi wajah Daren.
Daren menghembuskan napas, ia sangat lemah dengan sifat Ansara yang manja seperti ini.
Daren mengecup singkat, bibir mungil merah muda Ansara.
"Sayang, apa kau tahu?" Ansara diam, lalu gadis itu menggelengkan kepalanya pelan.
"Setiap perbuatan, mau itu baik atau buruk, semua akan ada balasannya. Jika berbuat baik kamu akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Namun, jika sebaliknya, kamu harus mempertanggung jawabkannya."
"Kakak tahu, kau adalah gadis yang baik. Bahkan sangat baik sekali, tapi, terkadang kita harus bisa menempatkan mau diberikan kepada siapa simpati yang kita miliki itu." Papar Daren kembali. Ia mengelus pipi Ansara.
"Gadisku yang baik, gadisku yang cantik." Kata Daren. Ia mengecup berkali-kali kedua kelopak mata Ansara.
Daren menidurkan Ansara, pada salah satu kamar yang disiapkan untuk gadis kecilnya, jika menginap di Apartemen milik Daren.
Daren tersenyum tipis, ia mengecup lama kening Ansara.
"Kau begitu baik, sayang. Kakak sangat mencintaimu, kau harus tahu itu, Ansara." Ucap Daren. Ia menatap seluruh kamar yang di tempati Ansara saat ini.
Daren tersenyum tipis, "bahkan aku sangat membenci, warna merah muda, An." Gumam nya pelan.
"Semua hanya karenamu, Ansara Mahatma." Tambahnya lagi.
Daren berjalan keluar dari kamar itu, dia merogoh saku celana hitamnya. Menempelkan benda pipih itu pada telinga, menunggu seseorang di seberang sana mengangkat telepon darinya.
"Temui aku! Kau melakukan hal bodoh, yang membuat gadisku menangis dan ketakutan!" Bentak Daren kesal. Ia bahkan mengeram kesal, mendengar kekehan yang terdengar di seberang sana.
"Bodoh!" Umpat Daren. Setelah mematikan sambungan telepon itu.
***
Maria membanting sebuah amplop coklat di hadapan Shaka. Anak laki-laki bungsunya memang masih terlalu polos. Entahlah, tapi Maria menganggap Shaka bukan polos, Tapi bodoh!
"Apa itu, Mom?" Ucap Shaka. Ia mengambil amplop coklat itu, membuka ikatan tali merah dan mengamati isi yang ada di dalamnya. Pria itu membaca seluruh isinya dengan seksama.
Shaka terkejut, "Jadi, Anindhya bukan anakku dengan Sahira?"
Maria memandang remeh, putra bungsunya itu. "Kau memang bodoh, Shaka!" Umpat Maria.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Villian
RomansaHugo Darendra Aldrich, hanya tahu, Dunia itu indah, jika ada Ansara Mahatma.