28

2.3K 273 16
                                    

TYPO 🙏
HAPPY READING...!!!











Keesokan harinya Shani terus mencoba untuk menghubungi Cio, tapi tetap tidak bisa. Shani pun mengirim permintaan maafnya lewat pesan, meskipun itu sedikit tidak sopan menurutnya tapi apa boleh buat setidaknya saat ponsel Cio aktif dia bisa membaca pesan yang dikirim oleh Shani.

Shani terus mondar-mandir di balkon kamarnya, dengan ponsel ditangannya. Rasa bersalah pada Chika semakin besar, semalam dia tidak bisa tidur karena memikirkan Chika yang sudah pasti kecewa padanya.

Toktoktok,

Suara ketukan pintu kamar Shani dari luar.
Karena tidak ada jawaban, Imel membuka pintu tersebut perlahan, menyembulkan kepalanya melihat ke dalam kamar Shani. Dia mengernyitkan dahinya, kemana anaknya itu tidak ada siapapun di dalam sana. Karena penasaran Imel pun masuk. Mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan mencari keberadaan Shani, matanya teralihkan oleh seseorang yang berdiri di balkon dan itu adalah Shani.

"Kak," panggil Imel.
Shani menaikan bahunya karena terkejut.

"Mama ngagetin aja deh." Ucap Shani.

"Lagi apa sih? Mama ngetuk pintu gak kedengeran?" Tanya Imel yang kemudian duduk di kursi santai milik Shani.

"Ngapain mama ngetuk pintu segala? Kalo mau masuk ya masuk aja." Ucap Shani yang kini ikut duduk di samping Imel.

"Ya gak gitu juga kali kak, kamu kan juga punya privasi. Kamu lagi apa? Kayanya ada yang lagi kamu pikirin?" Tanya Imel, yang memang sejak tadi melihat wajah Shani yang nampak gelisah.

"Bukannya masalah sama papa udah selesai?" Tanya Imel lagi, kini tangannya mulai membelai rambut Shani.

"Ga tau lah mam," jawab Shani.

"Ga tau gimana maksud kamu, Kak? Kamu belum cerita apa-apa udah bilang kaya gitu."
Shani berpikir sejenak, mungkin dengan menceritakan masalahnya pada Imel dia akan mendapatkan solusi dari mamanya itu.

"Apa? Cerita sama mama sayang!"

"Chika mam."

"Chika? Kenapa Chika?" Tanya Imel penasaran.

"Mama inget gak kemarin nyuruh kakak buat makan siang sama Anrez?" Tanya Shani, dijawab anggukan kepala Imel.

"Terus?" Tanya Imel lagi.

"Sebenarnya kemarin pagi, Cio papanya Chika ngabarin kakak buat ngajak ketemuan sama Chika. Dan kakak setuju mam, kebetulan kakak juga lagi kangen banget sama Chika. Tapi mama malah nyuruh kakak buat makan siang sama Anrez." Ucap Shani dengan sedikit memajukan bibirnya tanda kesal pada sang mama.

"Ya mama mana tau kak, kamu gak bilang. Toh kalo kamu bilang pun kamu harus tetep ketemu kan sama Anrez? Mama juga gak bisa berbuat apa-apa selain menuruti permintaan papa kamu. Udah, itu gak usah dibahas lagi. Terus gimana Chika nya?"

"Kakak gak tau mam, orang papanya Chika susah banget di hubungi dari semalem nomornya gak aktif, mam. Chika pasti kecewa sama kakak, dia juga pasti nungguin disana. Kakak mau hubungi Cio kemarin buat ngabarin kalo kakak gak bisa dateng, malah mati hp nya." Jawab Shani, yang terus menatap room chat di layar ponselnya yang masih centang satu.

"Yang waktu kamu tau Chika sakit siapa yang hubungi? Papanya Chika juga?" Tanya Imel.

"Astaga TANTE VE! Ko kakak gak kepikiran sama mamanya Cio." Shani segera mencari kontak Veranda. Dan mencoba menghubunginya.
Imel yang berada di samping Shani menatap heran, kenapa anaknya itu sangat ingin sekali bertemu dengan Chika.

"Ha halo Tante, Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumsalam, Shani?"

"Maaf Tante sebelumnya, mungkin Tante sudah tau soal Shani yang gak dateng untuk menemui Chika."

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang