Typo 🙏
Happy Reading...!!!Sementara itu, Veranda yang sudah berganti pakaian dia berniat untuk mendatangi Gita dan mencoba meluruskan apa yang terjadi sebenarnya. Ve masih betah didepan meja riasnya, memandangi dirinya sendiri yang terpantul di cermin. Tangannya terulur meraih satu frame yang terpajang dimeja riasnya. Foto dengan gambar seorang laki-laki, ya itu adalah foto mendiang suaminya. Beberapa helaan nafas, Veranda hembuskan saat memandang foto tersebut. Rasa rindu dan kehilangan itu akan selalu ada bahkan sudah bertahun-tahun lamanya sejak kepergian sang suami. Sulit, itulah yang dia rasakan melupakan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya. Mungkin selama ini dia tidak pernah menunjukkan semua itu pada Cio dan Gita tapi disaat seperti ini dia sangat membutuhkan kehadiran suaminya.
"Pi, andai papi disini pasti ini semua gak akan terjadi. Maaf mami belum bisa mendidik mereka dengan baik. Mami kecewa sama diri mami sendiri, Pi." Lirih Ve sambil menatap foto suaminya. "Mami kangen sama papi..." Dia kecup frame tersebut lalu mendekapnya erat. Seolah Veranda memeluk dia yang kini telah tiada.
Apa yang Gita lakukan itu membuatnya malu, kali pertama bertamu ke rumah calon besannya berkesan kurang mengenakkan karena ulah Gita. Jujur saja, dia merasa gagal sebagai seorang ibu karena tidak bisa mendidik anaknya dengan baik. Apa yang selama ini dia ajarkan pada Gita, ternyata belum sepenuhnya putrinya itu lakukan. Dirasa cukup tenang, Veranda pun mulai bangkit dari duduknya lalu keluar menuju kamar Gita.
Tok
Tok
TokGita yang sedari tadi menunggu kedatangan sang mami pun sedikit terkejut mendengar suara ketukan pintu kamarnya.
"Masuk aja mi." Ucapnya dari dalam kamar. Dengan ekspresi yang datar Veranda membuka pintu lalu masuk ke kamar Gita, tak lupa dia menutup kembali pintu tersebut. Gita yang bersandar di headboard merubah posisi duduknya menjadi tegap. Veranda kini mulai duduk di samping Gita.
"Mi?" Panggil Gita ragu, dia mulai merasa tidak enak hati karna sang mami hanya diam saja tanpa berkata apapun.
"Coba jelasin yang sebenarnya kaya apa. Mami mau tau." Pinta Ve. Gita mencoba untuk menelan ludahnya yang terasa sulit. Tapi mau tidak mau Gita harus mengatakan yang sebenarnya. Agar maminya itu tidak terus menyalahkan sepenuhnya.
"Mami pasti udah tau kan sejak kejadian waktu itu disekolah?" Ucap Gita diangguki Ve. "Jadi apa masalah yang sebenarnya? Kasih tau mami!" Saat itu pihak sekolah tidak menjelaskan secara detail pada Ve dan juga Imel tentang penyebab mereka bertengkar. Ditambah Jinan dan Gita saat itu sudah melarikan diri sebelum para orang tua datang. Jadi, mereka terutama pihak sekolah tidak bisa bertanya secara langsung. Kalau pun ada disana tidak mungkin dua musuh bebuyutan itu mengatakan yang sebenarnya pada pihak sekolah.
"Jadi awalnya gini..." Gita menceritakan kenapa bisa dirinya sangatlah tidak akur dengan Jinan. (Kalo yang udah baca part sebelum-sebelumnya taulah ya kenapa.) Veranda yang mendengarkan cerita Gita merasa terkejut, seakan tidak percaya.
"Gak mungkin Jinan berani kaya gitu." Ucap Ve terperangah.
"Mi, adek gak bakalan cari masalah kalo gak ada yang mulai duluan. Siapa sih yang gak kenal sama Jinan di sekolah?" Ujar Gita, Veranda masih tidak percaya dengan putrinya itu. Karena sepertinya Jinan anak yang baik.
"Terserah mami mau percaya sama adek atau nggak. Yang jelas adek udah jujur sama mami. Soal semua kenakalan aku disekolah itu masih terhitung wajar. Asal jangan pergaulan bebas aja."
"Euh..." Ve mencomot hidung Gita. "Wajar darimananya hm? Kamu itu sering bolos. Ada aja laporan tiap harinya ke mami. Kamu ini lah kamu itu lah. Sampe kapan kamu kaya gitu? Dek, kamu itu anak perempuan mami. Kamu harus bisa jaga perilaku kamu. Mami gak suka kalo kamu bersikap kaya laki-laki, sok jagoan, apa-apa emosi, dikit-dikit marah. Mami harus gimana lagi coba ngasih tau kamu?" Cerocos Ve, ia teringat akan ucapan Cio tadi sebelum dirinya meninggalkan kamar. Jadi sebisa mungkin Ve menahan emosinya pada Gita.