TYPO 🙏
HAPPY READING...!!!Cio mendudukkan Chika di car seat miliknya, meskipun Chika terus berontak dan tak henti memukul Cio. Setelah memastikan Chika duduk dengan nyaman, Cio segera berpindah ke kursi kemudinya dengan Chika yang terus saja menangis. Nafas Cio semakin memburu, dia sangat kesal kepada Shani kenapa dia tidak datang, bukankah dia sendiri yang sudah menjanjikan bertemu dengan Chika pukul 10 tapi sampai terakhir mereka disana, Shani tak kunjung datang. Rasa kecewa berkecamuk dalam diri Cio, dia sudah salah menilai Shani yang ternyata hanya bisa mempermainkan perasaan putrinya saja.
Cio terus melihat Chika ke belakang dari kaca tengah mobilnya. Anak itu berusaha untuk melepaskan seatbelt yang terpasang di car seat miliknya.
"Sayang jangan gitu! Tolong kali ini diam jangan bikin papa marah lagi sama kamu." Ucap Cio.
"Chika gak mau pulang pah, Chika mau tunggu mama disana." Teriak Chika.
"CHIKA!!! PAPA MOHON SAMA KAMU, UNTUK KALI INI DIAAAMM!!!" Bentak Cio.
"Hiks hiks Chika cuman mau mama pah hiksss, tapi kenapa Mama bohong pah?"
"MAMA GAK DATENG hiksss. MAMA GAK SAYANG SAMA CHIKA!!!" Anak itu terus berteriak, mungkin rasa kecewanya kembali hadir. Tapi semua itu akan selalu terkalahkan oleh rasa sayangnya pada orang yang mirip dengan mamanya itu.
"Arrrggh!!!" Cio memukul setir kemudi, melampiaskan kekesalannya. Cio menepikan mobilnya sejenak, sepertinya dia harus menenangkan Chika lebih dulu. Dia tidak akan bisa berkonsentrasi mengemudi jika Chika terus menangis. Cio turun dari mobilnya dan membuka pintu belakang tepat di belakang kursi kemudinya tempat Chika duduk.
"Sini sama papa ya." Cio meraih tubuh Chika dari car seat lalu Cio menggendong Chika keluar dari mobil. Bukan bentakan yang Chika inginkan mungkin dengan hangatnya pelukan bisa sedikit menenangkannya. Dalam hal itulah Cio selalu salah arti akhir-akhir ini, dia sering sekali melampiaskan kekesalannya pada Chika.
"Hiks hiks mamaaaa..."
Cio terus mengusap punggung Chika."Tenang sayang, ada papa disini. Kamu jangan takut, selama papa ada sama kamu semua akan baik-baik saja. Maaf papa selalu gak ngerti apa yang kamu mau, maaf kamu selalu jadi bahan pelampiasan papa, sayang." Ucap Cio. Chika mulai berhenti menangis hanya isakan kecil saja yang terdengar samar.
"Udah tenang? Sekarang kita pulang ya." Cio kembali memasukan Chika ke dalam mobil tapi Chika malah semakin erat memegang lehernya dan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa hm?"
"Sama papa." Ucap Chika.
"Papa kan mau nyetir sayang, nanti papa susah."
"SAMA PAPA!!!" Teriak Chika.
"Iyaaa sama papa, tapi kamu harus diem ya." Chika mengangguk pelan.
Cio hanya bisa pasrah meskipun nantinya pasti dia akan kesulitan saat mengemudi, jika Chika merasa tenang bersamanya itu akan dia lakukan. Cio perlahan masuk ke dalam mobil, Cio memposisikan Chika memeluknya sementara dia fokus menyetir. Yang Cio takutkan Chika tidak nyaman dengan posisi duduk yang seperti itu tapi ternyata dia sangat tenang, bahkan tangan mungil Chika tak lepas melingkar dipinggang Cio.
Sekilas Cio melirik ke kursi yang ada disampingnya, membayangkan Anin ada disana sekarang bersamanya, pasti dia tidak akan kesulitan seperti ini. Menghadapi Chika yang kian hari semakin sering tantrum karena belum juga bisa melupakan kepergiannya.
(Sayang, semakin lama kamu pergi semakin sulit juga aku lupain kamu. Kemana aku harus pulang Nin? Sementara kamu yang selama ini aku jadikan rumah, pergi dengan sejuta kebahagiaan yang kamu bawa. Kamu liat dia? Anak kita yang dulu ceria, yang selalu tersenyum sekarang dia cuman bisa nangis dan teriak, sayang. Apa mas bisa melewati ini semua?) Batin Cio. Matanya fokus pada jalanan didepan tapi tidak dengan pikirannya.
***
Sementara itu Shani terus berusaha menghidupkan ponselnya yang sejak tadi mati. Shani ingin menghubungi Cio dan mengatakan kalau hari ini dia tidak bisa bertemu dengan Chika. Berbagai cara Shani lakukan agar acara makan siangnya bersama Anrez gagal, tapi laki-laki itu selalu membawa nama papanya. Shani mau tidak mau mengiyakan permintaan Anrez dan mengorbankan perasaan Chika yang sudah pasti akan kembali kecewa padanya. Anrez terus memperhatikan Shani sambil menikmati makanan yang telah dia pesan.
"Kamu kenapa?" Tanya Anrez.
"Hp aku mati." Singkat Shani.
"Kamu mau hubungi siapa? Pake hp aku aja Shan." Ucap Anrez sambil menyodorkan ponsel miliknya.
"Ga gak usah Rez." Tolak Shani, Anrez hanya mengangguk dan kembali menikmati makanannya.
Shani terus memencet tombol power tapi tetap saja ponselnya itu tidak hidup sama sekali. Dia juga tidak mungkin menggunakan ponsel Anrez untuk menghubungi Cio."Ayo makan! Lagian kamu mau menghubungi siapa? Aku liat dari tadi kamu kaya panik gitu." Tanya Anrez.
"Temen." Singkat Shani yang tetap fokus pada ponselnya.
"Temen apa temen? Inget ya Shan, hubungan kita sebentar lagi akan diresmikan. Kamu jangan main-main, aku gak mau kamu main belakang. Dan kalau pun itu terjadi pasti papa kamu yang akan ngasih kamu peringatan." Ucap Anrez, laki-laki itu dengan mudahnya berkata demikian tanpa memikirkan perasaan Shani sama sekali.
"Kamu gak berhak ngatur aku! Dan aku gak pernah menganggap selama ini kita menjalin hubungan. Itu semua aku lakukan karena papa, aku gak mau ngecewain papa. Kamu juga gak pernah nanya aku beneran nerima hubungan ini atau nggak. Kamu gak sadar, secara gak langsung kamu sudah menekan aku secara mental Anrez. Dengan kamu yang selalu melibatkan orang tua terutama papa aku, itu udah bikin aku muak! Aku masih baik sama kamu karena aku menghargai kamu. Bersikaplah dewasa kalau memang benar kamu serius dan cinta sama aku kamu buktikan!" Ucap Shani, kini seolah apa yang ada didalam hatinya dia luapkan saat itu juga.
Brak!!! Anrez menggebrak meja.
"Jadi kamu terpaksa???" Tanya Anrez dengan penuh penekanan.
Shani tidak bisa lagi menahan airmatanya, semua pengunjung yang ada di resto tersebut menoleh ke arah mereka itu sangat membuat Shani malu. Bisa-bisanya laki-laki yang ada didepannya melakukan hal demikian."Dengan cara apa aku harus membuktikan kalo aku cinta sama kamu hah? Oh.. aku tau." Anrez mendekatkan wajahnya pada Shani. Shani yang merasa risih lalu memalingkan wajahnya dari Anrez.
"Ayo ikut aku ke hotel, akan aku buktikan cinta aku sama kamu Shan." Bisik Anrez. Saat mendengar hal itu Shani merasa jijik, ternyata memang benar laki-laki pilihan papanya itu tidak sebaik apa yang papanya kira. Dan itu sudah Shani duga sejak awal, Shani bangkit dari duduknya wajahnya memerah menahan amarah yang saat ini akan diluapkan.
Plakkk!!! Suara tamparan keras mendarat di pipi Anrez.
"Jangan pernah kamu sekali-kali berkata seperti itu, aku bukan wanita murahan yang bisa kamu beli dengan apapun. Aku gak akan pernah sudi menjalin hubungan apalagi pernikahan dengan laki-laki seperti kamu, Tuan Anrez!!!"
"Beraninya Lo nampar gue???" Bentak Anrez.
"Mohon maaf jangan bikin keributan disini!" Ucap security yang langsung datang saat mendengar keributan mereka.
Tanpa babibu Shani langsung pergi meninggalkan Anrez. Dia sedikit berlari untuk menjauh darinya. Airmata Shani terus menetes, hatinya sungguh sakit harga diri sebagai seorang perempuan telah dipermainkan oleh Anrez laki-laki yang selalu dibangga-banggakan oleh papanya."Silahkan bapa juga keluar!"
Setelah mengeluarkan uang 5 lembar berwarna merah dan meletakkannya dimeja, Anrez keluar dari Cafe tersebut. Dia juga merasa kesal telah dipermalukan oleh Shani."Beraninya dia sama gue. Liat aja Shan, apa yang akan gue lakuin. Dan gue gak akan biarin Lo lepas gitu aja." Gumam Anrez saat memasuki mobil.
Apa banget deh si inisial A ini😏
Slow banget maaf yaa... Abisnya cerita sebelah lama banget sih end nya😅🤣
Makasih udah setia menunggu cerita gak jelas ini🤗
VOTE jangan lupa!
Makasih ❤️