chapter 50

216 31 0
                                    

Luxi POV

Beberapa lubang mulai bermunculan di seluruh kastil dan dari lubang itu undead-undead menggeliat keluar dengan jumlah yang terlalu banyak untuk ditangani. Aku memutar pandangan, menyadari betapa seriusnya situasi ini. Tak mungkin melindungi semua orang—jumlah undead terlalu banyak, dan lubang-lubang yang muncul tanpa henti membuat keadaan semakin kacau. Di kejauhan, aku bisa melihat pengungsi-pengungsi yang tak sempat melarikan diri menjadi korban, tubuh mereka terseret ke dalam kegelapan yang tak berujung.

Kekacauan ini membuatku tak tenang. Aku tahu tidak ada cukup waktu untuk menyelamatkan semuanya.

"Lindungi mereka yang bisa kita selamatkan!" teriak ku kepada Violet dan Lascrea Mereka mengangguk dan bergerak cepat.

"sial tubuhku sudah terasa lemah..." batin ku.

Pedang dari darah yang kubentuk bergetar di tanganku, hampir tak bisa dipertahankan lagi. Setiap kali pikiranku melayang sedikit saja, pedang ini mulai memudar, kembali ke wujud asalnya sebagai cairan merah pekat. Rasanya seperti memegang bayangan yang terus berusaha kabur dari genggamanku.

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba memusatkan pikiranku hanya pada satu hal: menjaga pedang ini tetap utuh. Setiap detik terasa berat, keringat mengalir deras di pelipisku. Aku bisa merasakan tubuhku semakin lemah seiring dengan darah yang terus mengalir keluar dari lukaku untuk membentuk pedang ini.

"aku harus terus fokus." Ucap ku pada diri sendiri, mencoba memberi semangat meski tahu batasanku sudah dekat.

Saat aku bertarung, pikiranku terus kembali ke kamar, tempat Giselle dan Haley melindungi Mavis dan Lizelle. Aku tahu mereka akan bertarung habis-habisan untuk melindungi anak-anak, tapi kecemasanku tak bisa ditahan. Setiap kali aku mendengar suara ledakan baru atau jeritan, hatiku semakin berat.

Saat aku mencoba mengatur napas di tengah kekacauan, aura yang sangat mengancam tiba-tiba menarik perhatianku. Aku bisa merasakan hawa membunuh yang begitu kuat, seolah menyelimuti udara di sekitarku. Dengan penglihatan iblisku, aku memfokuskan pandangan ke langit di kejauhan, dan di sana, samar-samar aku melihat sosok yang tak asing namun sangat mengerikan.

Seseorang berpakaian serba hitam melayang di udara, sayapnya besar dan kelam, bukan sayap malaikat yang pernah kulihat, melainkan sayap iblis yang mengancam. Sosok itu memiliki ekor yang menjuntai di belakangnya, bergerak seiring angin malam yang dingin. Wajahnya tersenyum, bukan senyuman yang penuh kehangatan, melainkan senyuman yang dingin dan sinis, seolah menikmati setiap detik dari kekacauan yang sedang terjadi.

Dia tidak menyerang langsung, hanya mengamati dari jauh, namun aura yang dipancarkannya begitu kuat sehingga membuat bulu kudukku meremang. Siapa pun dia, jelas bahwa dia bukan sekadar pengamat. Jelas dia yang melakukan semua ini atau setidaknya seseorang yang bersekutu dengan kekuatan kegelapan yang tengah menyerang kami.

"who the fuck is he?" batin ku.

Aku merasakan gelombang kemarahan dan ketakutan dalam diriku bercampur aduk. Dia tampak lebih seperti iblis daripada malaikat, dan kehadirannya membawa ingatan samar yang terkubur dalam ingatanku.

"tunggu apa yang kutakutkan..!" ucap ku menggenggam erat pedang ku.

Lubang-lubang mulai terbuka di sekitar kakiku, mengeluarkan undead-undead yang menjijikkan dengan tangan-tangan kotor mereka yang siap mencengkeram dan mencabik-cabik. Aku menebas beberapa dari mereka, tapi jumlah mereka seolah tak ada habisnya, terus-menerus muncul dari dalam kegelapan yang menakutkan itu. Perhatianku terfokus pada mereka, berusaha menjaga jarak dan melindungi diriku dari serangan-serangan mereka yang brutal.

Namun, di tengah-tengah kekacauan ini, aku merasakan hawa dingin yang tiba-tiba mendekat dengan sangat cepat. Ketika aku mengalihkan pandangan untuk mencari sumbernya, hanya sekejap mata sosok berpakaian hitam itu sudah berada di depanku, senyum sinisnya masih menghiasi wajahnya.

Tanpa memberi waktu untuk bereaksi, dia melancarkan serangan dengan tendangan yang begitu kuat. Aku hanya bisa merasakan pukulan keras itu menghantam tubuhku, memaksa udara keluar dari paru-paruku dan membuat tubuhku melayang ke belakang. Dalam sekejap, rasa sakit menyebar di seluruh tubuhku, namun naluri bertahan hidupku bekerja dengan cepat. Aku memusatkan energiku, merubah pedang darahku menjadi perisai, melindungi diriku dari serangan lanjutan yang mungkin terjadi.

Seketika, perisai darahku muncul, merah dan berdenyut seperti kehidupan itu sendiri, menahan serangan berikutnya yang datang dengan kecepatan yang tak terbayangkan. Sosok iblis itu menekan keras dengan cakarnya yang tajam, kekuatannya mendorong perisaiku hingga aku merasa terbenam ke dalam tanah.

"Mengandalkan darahmu sendiri? Sangat khas dirimu" ucap nya dengan nada mengejek.

"the..hell..a-are..you?" ucap ku menahan desakan itu, otot-ototku tegang saat aku mencoba menahan kekuatannya.

Diam-diam aku memanipulasi darahku menjadi bentuk jarum kecil yang sangat tajam—nyaris tak terlihat. Aku menyembunyikan jarum itu di bawah perisai darahku, memastikan dia tidak akan menyadari apa yang sedang ku persiapkan. aku mengarahkan jarum darah itu dengan kekuatan penuh ke arahnya. Gerakan itu begitu cepat dan tak terduga, namun saat jarum itu hampir mengenai sasaran, dia tiba-tiba bergerak dengan kelincahan yang tak terduga, menghindari serangan itu dengan gerakan halus yang membuat jarum itu meleset, hanya menggores ujung sayapnya.

"hehehe trik kecil seperti ini tak akan mumpan Lucifer..." ucap nya.

Aku merasakan frustrasi sejenak, namun dengan cepat mengendalikan diri. Ini bukan saatnya untuk meragukan diriku sendiri. Serangan itu memang gagal, tapi aku telah memaksa dia untuk menunjukkan seberapa waspadanya dia. Itu adalah informasi berharga yang bisa aku gunakan.

Namun, sebelum aku sempat merencanakan serangan berikutnya, dia menyerang balik dengan cepat. Kali ini, cakar tajamnya bergerak seperti kilat, mencoba menerobos pertahananku. Aku menangkis serangan itu dengan perisai darahku, tetapi kekuatannya memaksa ku mundur beberapa langkah.

"Sampai kapan kau akan terus bersembunyi di balik pertahananmu?" ucap nya mendekat tanpa memberiku ruang untuk bernapas.

Zrakk!!

Rasa sakit menyebar dari dadaku saat cakarnya menembus pertahananku yang sudah lebur. Darah mengucur deras, dan aku terjatuh ke tanah, tubuhku terasa berat dan tak berdaya. Aku mencoba untuk bangkit, tapi kekuatanku sudah terkuras habis. Setiap napas terasa seperti membawa beban tak terlihat, dan kesadaran mulai memudar seiring dengan hilangnya energi.

"ugh..!!" ucap ku, suaraku hampir tenggelam di tengah rasa sakit yang melumpuhkan.

Iblis itu berdiri di hadapanku, dengan tatapan penuh kekejaman. Tangannya kembali bergerak, memasukkan jarinya ke dalam mulutnya, lalu mengeluarkan sebuah pedang dari dalamnya. Pedang itu mengkilap, bersimbah air liur yang tampak menjijikkan. Dengan perlahan, ia mengangkat pedang itu, dan dari sudut pandangku yang kabur, aku bisa melihat bagaimana pedang itu seolah menyerap cahaya di sekelilingnya, menciptakan aura gelap yang mencekam.

Berkali-kali pedangnya menusuk tubuhku, dan rasa sakit yang mengerikan menjalar dari luka tersebut. Aku berteriak, tapi teriakan itu hanya terdengar samar di dalam barrier yang menciptakan kesunyian menekan. Darahku terus mengalir, membasahi tanah dan menciptakan genangan merah yang semakin membesar. Namun, rasa sakit ini tidak berhenti. Iblis itu dengan kejam menyembuhkan lukaku, hanya untuk kembali menusukku lagi. Di tengah penderitaan ini, wajah-wajah orang yang kucintai muncul dalam pikiranku.

"ahahahahahaha....hahaha" ucap nya tertawa lepas menikmati setiap derita yang kurasakan.

"aku bisa melakukan ini seribu tahun hanya untuk melihat wajah mu seperti ini.." ucap nya.



jangan lupa di vote dan commenya ya!!! 

Seeking Life In A World Of The UndeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang