chapter 59

225 26 2
                                    

Luxi POV

Suasana kota yang tadinya penuh dengan ketakutan perlahan-lahan berubah. Penduduk yang selamat mulai keluar dari persembunyian mereka, mencoba mengumpulkan kembali puing-puing kehidupan yang hancur. Bau asap dan suara palu yang beradu dengan besi mengisi udara saat orang-orang bekerja bahu-membahu membangun rumah dan tempat-tempat umum yang rusak. Meskipun mereka masih dihantui oleh bayang-bayang kegelapan yang menyerang, harapan mulai muncul di wajah-wajah yang lelah itu.

Malam itu, rumah kami di atas bukit dipenuhi oleh kehangatan dan tawa. Semua orang yang kusayangi sudah berkumpul di sini: Guill, Bell Gabriel tertawa dengan riang layaknya seorang teman dan aku mendapati Violet dan Lascrea sedang berciuman di balkon, serta kedua anakku yang berada di pelukan kakek-nenek mereka. Mavis tertawa kecil dalam gendongan orang tua Giselle sambil memainkan jari-jarinya, sementara Lizelle memandangi dunia dengan rasa ingin tahu dari pelukan neneknya, Haley. Melihat mereka, hatiku terasa penuh dengan cinta dan keberanian.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, melihat orang-orang yang begitu berarti dalam hidupku. Haley dan Giselle sedang bercanda di dekat perapian, wajah mereka berseri-seri dalam cahaya api yang menari-nari di dinding. Saat mereka melihatku, senyuman kecil terukir di wajah mereka, penuh dengan kehangatan yang selalu berhasil menenangkan hatiku.

Aku menarik napas dalam-dalam dan menatap semua orang. Suara tawa dan percakapan mereda, dan semua mata kini tertuju padaku. Haley dan Giselle melihatku dengan rasa ingin tahu yang terpancar dari wajah mereka. Ada sesuatu yang berbeda dalam tatapanku kali ini, dan mereka tampaknya merasakannya.

"Aku ingin menyampaikan sesuatu, Kita semua telah melalui banyak hal bersama, dan aku tak bisa mengungkapkan betapa bersyukurnya aku memiliki kalian semua di sini. Kalian adalah keluargaku, orang-orang yang paling kucintai." Ucap ku suaraku terdengar tenang meski hatiku berdegup kencang.

Mata Haley dan Giselle mulai melembut, mereka tahu betapa pentingnya momen ini. Aku merogoh sakuku, merasakan sentuhan dingin dari cincin yang telah kubuat dengan kekuatan darahku. Cahaya kecil dari cincin itu berkilau saat aku mengeluarkannya, menarik perhatian semua orang di ruangan.

"Aku telah berpikir lama tentang hal ini, dan malam ini, di depan kalian semua, aku ingin mengungkapkan perasaan terdalamku." Lanjutku, sambil mendekati Haley dan Giselle. Mereka terlihat bingung, tapi juga antusias.

Aku berlutut di depan mereka, sesuatu yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Haley menutup mulutnya dengan tangan, matanya membesar, sementara Giselle menatapku dengan campuran kebingungan dan harapan.

"Haley, Giselle, kalian adalah cahaya dan kegelapan dalam hidupku, alasanku berjuang dan terus bertahan. Kalian telah memberiku dua anak yang luar biasa, dan lebih dari itu, kalian telah memberiku cinta yang lebih dari yang pernah ku bayangkan." Ucap ku suaraku bergetar sedikit saat aku menatap mata mereka satu per satu.

Aku mengulurkan cincin itu, memandang mereka dengan tatapan penuh cinta.

"Dengan cincin ini, yang kubuat dari darahku sendiri, aku ingin mengikatkan kita dalam ikatan yang tak terpisahkan. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengan kalian, mencintai kalian, melindungi kalian, dan membesarkan anak-anak kita bersama. Haley, Giselle, maukah kalian menikah denganku?" ucap ku menutup mataku.

Seluruh ruangan hening sejenak, waktu seolah berhenti saat mereka memproses kata-kataku. Haley dan Giselle saling bertukar pandang, lalu menatapku dengan air mata kebahagiaan mengalir di wajah mereka.

"Iya, aku bersedia." bisik Haley, matanya bersinar dengan cinta yang begitu dalam. Giselle mengangguk dengan air mata di matanya, tak bisa berkata-kata karena emosi yang meluap.

"Ya, Luxi aku ingin menikah dengan mu!" ucap Giselle suaranya bergetar penuh perasaan.

Sorak-sorai dan tepuk tangan meledak dari semua orang di ruangan itu, tawa bahagia dan air mata haru memenuhi udara. Aku bangkit dan memeluk mereka berdua, merasakan kehangatan dan cinta yang meluap dari hati kami bertiga. Mavis dan Lizelle menatap kami dengan kebingungan anak-anak, tetapi senyum mereka yang kecil seolah memberi restu atas keputusan besar yang baru saja kami buat.

Malam itu menjadi awal baru bagi kami, sebuah janji untuk bersama dalam suka dan duka, dalam cahaya dan kegelapan. Kami tahu bahwa jalan di depan tidak akan selalu mudah, tetapi selama kami memiliki satu sama lain, kami akan selalu menemukan cara untuk melewatinya.

Di hari pernikahan...

Hari itu langit cerah dengan semburat matahari keemasan menyinari seluruh penjuru tanah. Rasanya ada ketenangan yang merambati setiap sudut tempat ini, seolah dunia tahu bahwa ini adalah hari yang istimewa. Di tengah hutan yang tenang, di mana suara daun yang bergesekan dengan angin menjadi musik latar, sebuah perayaan yang tak biasa sedang berlangsung.

Luxi berdiri di tengah-tengah lapangan kecil yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar. Dengan teliti dan penuh konsentrasi, ia mengulurkan tangannya, dan dari ujung jarinya, tetesan darah mengalir dengan halus, membentuk garis-garis merah yang memancarkan cahaya samar. Setiap tetesan darah yang jatuh membentuk ornamen-ornamen yang indah, menjulang dari tanah seperti patung-patung hidup yang berkilauan dalam cahaya matahari.

Bunga-bunga merah yang terbuat dari darah merekah di antara pilar-pilar yang kokoh, menyerupai mawar yang baru saja mekar. Angin yang berhembus lembut membuat kelopak-kelopak darah tersebut bergerak pelan, seakan-akan mereka adalah bagian dari alam itu sendiri. Luxi mengukir lengkungan-lengkungan halus yang membentang di atas, menciptakan kanopi dari darah yang memancarkan kehangatan, melindungi tempat sakral ini dari langit terbuka.

Di tengah hiruk pikuk persiapan, Giselle dan Haley datang menghampiri. Giselle mengenakan gaun putih dengan sentuhan emas yang bersinar dalam cahaya matahari, sementara Haley terlihat memukau dalam gaun hitam dengan aksen merah yang mencerminkan aura iblis dalam dirinya. Kedua wanita itu memandang hasil karya Luxi dengan kekaguman yang tak tersembunyikan.

"Luxi ini luar biasa, tempat ini jadi benar-benar indah." Bisik Giselle menggenggam tangan Luxi dengan lembut.

"aku tak pernah membayangkan sesuatu seperti ini, kau benar-benar hebat." ucap Haley mengangguk, matanya yang berubah merah karena emotional saat menatap Luxi dengan penuh cinta.

"aku ingin membuat sesuatu yang tak terlupakan untuk kita semua." Ucap Luxi tersenyum kecil.

Dengan hati-hati, Luxi mengambil kedua tangan Giselle dan Haley, membimbing mereka ke tengah-tengah lapangan yang telah ia persiapkan. Di sana, di bawah kanopi darah yang megah, mereka bertiga berdiri bersama, siap untuk mengucapkan janji setia yang akan mengikat mereka dalam ikatan yang abadi.

Sementara itu, yang lainnya berdiri sedikit lebih jauh, menyaksikan dengan senyum di wajah mereka. Mavis dan Lizelle berada di pelukan kakek nenek mereka, tersenyum tanpa tahu apa yang sedang terjadi, tetapi merasakan kebahagiaan yang terpancar dari orang tua mereka. Sebelum upacara dimulai, Luxi memandang ke arah Giselle dan Haley dengan mata yang penuh kasih.

"Kita telah melalui banyak hal bersama—bahaya, cobaan, dan pengorbanan. Tapi aku yakin, bersama-sama, kita bisa menghadapi apapun yang datang di masa depan." Ucap Luxi

"aku akan selalu bersamamu." Bisik Giselle tersenyum, pipinya memerah.

"dan aku akan selalu mendukungmu." Ucap Haley, suaranya bergetar oleh emosi.

Dengan hati yang penuh, Luxi melanjutkan upacara yang akan menyatukan mereka sebagai satu kesatuan, tidak hanya dalam cinta, tetapi juga dalam kekuatan dan tujuan. Di bawah kanopi darah yang bercahaya, mereka bertiga mengucapkan janji mereka, mengikat diri dalam ikatan cinta yang tak terpatahkan, siap untuk menghadapi dunia bersama-sama, dengan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka.



"selamat atas pernikahan kalian" ucap Author!!


jangan lupa di vote ya dan commentnya... XD

Seeking Life In A World Of The UndeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang