BAB 37

1.6K 100 0
                                    


Awalnya, Layla berpikir semua itu hanya lelucon. Mike tidak mungkin sebaik itu untuk pulang demi dirinya. Mike tidak mungkin selenggang itu jadwalnya. Dan Mike tidak mungkin senekat itu untuk meninggalkan 'pacar-pacarnya' di Amerika.

"Tapi, kamu gak bilang mau pulang. D-dan... ngapain kamu di sini?!" Layla mengambil satu langkah mundur begitu Mike berdiri tepat di depannya.

"Aku ke rumah kamu, tapi Nenek sama Tante bilang kamu itu udah tinggal sama suami." Mike menghela napas kasar. "Gimana aku gak syok pas dengar sendiri kamu itu udah bersuami, dan itu bukan si bajingan Raikhal?!"

"Maaf, itu—"

"Kamu gak hamil duluan, kan?"

"APA?!"

"Kayaknya mustahil juga." Mike menaruh jari telunjuknya di dagu, sembari matanya menatap ke arah perut Layla. "Kamu aja tanya soal seks sama aku."

"MICHAEL HARTONO!"

Wajah Layla memerah seketika. Ini tempat umum, bagaimana bisa Mike berkata segamblang itu di sini?!

"Sstt, jangan teriak-teriak dong!" Mike menurunkan kacamata hitamnya, dan menunjukkan wajah serius. "Aku sengaja kabur dari manajerku, gimana kalau semua orang tahu kalau model kebanggaan negara kita malah lagi berlibur diam-diam?! Aku rela langsung terbang ke sini, padahal baru semalam landing."

Layla mendengus setelah mendengar ocehan panjang-lebar Mike itu. "Gak ada yang nyuruh kamu!"

"Itu gara-gara kamu! Kamu utang penjelasan sama aku!" Mike membalas.

Ketegangan mereka kemudian terisi oleh suara angin pantai dan teriakan orang-orang di sekitar. Layla tidak mau lagi menyahut, karena pastinya akan berakhir tidak baik. Terakhir kali ia beradu mulut dengan Mike langsung itu adalah lima tahun lalu, dan berakhir Layla hampir membuat Mike pitak.

"Jadi, kamu beneran udah nikah?" tanya Mike, dengan suara lebih lembut.

"Hm."

"Dijodohin Nenek?"

Layla menggaruk pipinya. "Gak juga, sih secara teknis... tapi, ya... ada satu hal yang gak bisa dijelaskan secara sederhana."

"Nenek gak sedang terlilit utang, kan?"

"Ck!" Sekarang, Layla berdecak. Sama seperti dirinya, Mike terkadang mempunyai imajinasi di luar nalar.

"Kenapa gak nunggu aku?"

Layla menunjuk dada Mike dengan telunjuknya. "Nunggu restu kamu itu kelamaan. Bisa-bisa aku gak nikah selamanya."

"...bagus, kan...."

"Apa?" Layla mengulang. Mike bergumam tidak jelas dengan suara pelan, terlebih di sekitar sini sangat ramai.

Namun, bukannya mengulang ucapannya, Mike malah berdeham dan beranya hal lain. "Jadi, mana suamimu?"

"Di kantor, kerja," Layla menjawab acuh tak acuh. "Aku ke sini karena acara dari sekolah, bukan lagi liburan."

"Tapi, tetap saja. Dia kan wakil direktur, apa gak bisa luangin waktunya sedikit buat istri? Gak pengertian banget!"

"Ya, suka-suka—tunggu, dari mana kamu tau soal suami aku?" Layla akhirnya menyadari satu hal.

"Nenek kasih tau," jawab Mike enteng. "Dia juga yang kasih tau kamu lagi di sini."

Ya, perlakuan Nenek kepada Mike jauh berbeda dengan Layla. Padahal Layla adalah cucu kandungnya sendiri, sedangkan Mike hanya cucu dari teman lamanya. Layla bahkan pernah berpikir kalau mereka itu tukaran cucu.

Nenek tidak pernah menuntut Mike, meskipun jelas-jelas nilai Layla waktu sekolah sangat jauh di atas Mike. Ia malah memuji Mike karena unggul di bidang olahraga, dan menyuruh Layla untuk sesekali mengikuti Mike. Makanya, Layla sangat bersyukur saat Mike memutuskan untuk pindah ke Amerika.

"Pokoknya, malam ini—"

"BU GURU LAYLAAA!"

Kata-kata Mike terputus setelah mendengar suara nyaring dari arah samping. Lima orang anak yang sudah memakai pakaian renang itu berlari menghampiri Layla. Mereka juga membawa peralatan untuk bermain pasir. Dari kejauhan, Layla melihat orang tua para anak itu sedikit mengulaskan senyum canggung, mungkin merasa bersalah karena mengganggu Layla.

"Bu Guru, Bu Guru, lihat Gea dapat banyaaak sekali kerang!" seorang anak perempuan yang dikuncir dua, memamerkan ember merahnya yang sudah terisi penuh kerang.

Layla menanggapinya dengan antusias—tentunya khas seorang guru pre-school. Satu yang ia tidak sadari adalah, dua orang anak laki-laki tidak berhenti menatap Mike yang tinggi menjulang. Mata mereka bahkan sampai menyipit karena sinar matahari yang terik.

"Om ini pacar Bu Guru, ya?" ucap seorang anak bernama Ciko.

Lantas saja Layla menoleh, dan dengan cepat menyangkal, "Apa? Ngga—"

"Iya. Om pacar Bu Guru, dan yang akan menikahi Bu Guru," jawab Mike enteng.

"MIKE!"

Mike hanya mengangkat bahu ketika Layla protes. Oh, sinar matahari yang terik dan tingkah Mike yang tidak masuk akal ini sukses membuat kepala Layla berdenyut. Ingin sekali ia memukul kepala Mike sekarang, tapi tidak di hadapan murid-muridnya.

"OM BOHONG!" Ciko menyahut sambil menunjuk Mike. "Bu Guru, kan, udah janji mau menikah sama Ciko!"

Satu anak laki-laki lain yang bernama Reyhan ikut menambahkan, "Iya! Abis itu, Bu Guru nikah sama Viktor juga! Jadi Om menikah sama Bu Guru-nya habis Viktor!"

Layla tidak tahu harus apa sekarang. Haruskah ia malu karena ucapan polos anak-anak muridnya, atau kesal karena Mike tertawa keras sekarang. Ia tidak menyangka kalau obrolan asalnya dengan para murid waktu itu benar-benar membekas.

Mike masih tertawa, dan menatap Layla dengan konyol. "Wah... gak kusangka kamu hobi poliandri, ya."

"Hei!"

Untungnya sebuah getar di saku celana Layla menghentikan segala umpatannya. Walaupun amarahnya masih di ubun-ubun, Layla pun memeriksa ponselnya juga. Nama Aldimas langsung terpampang di sana.

Layla menelan air liurnya sendiri. Ia membiarkan panggilan Aldimas mati sendiri.

Sampai akhirnya, sebuah pesan singkat masuk dari pria itu.

[Angkat].

In The Name of Marriage ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang