Double up!! Soalnya weekend libur hehe~
----------------------
"Mas."
Aldimas berbalik badan lagi dan menemukan Layla sudah berdiri di belakangnya. Wanita itu menarik sedikit kemeja Aldimas dengan kepala tertunduk. Wajahnya tampak lebih pucat dari yang terakhir Aldimas lihat.
Aldimas menangkup kedua pipi Layla, membuat wanita itu menatapnya. "Kamu gak apa-apa?"
Layla hanya menggeleng.
"Mau pulang?"
Kali ini, pertanyaan Aldimas berhasil membuat Layla mengangkat kepalanya. Bisa Aldimas lihat mata wanita itu agak sembab dan memerah. Ada sebuah remasan tak kasat mata di hati Aldimas. Kepalanya muncul berbagai pertanyaan, tapi mulutnya terlalu berat untuk berucap.
Apa yang Opa katakan pada Layla? Apa dia menyakitinya juga? Kenapa Layla tampak habis menangis?
"Apa boleh?" tanya Layla dengan suara lemah.
Aldimas mengangguk tanpa berpikir panjang. Ia pun membawa tangan Layla dalam genggamannya, sebelum membawanya ke arah Opa yang baru saja kembali ke pesta.
"Kami akan pulang duluan," ucap Aldimas tanpa basa-basi begitu berdiri di samping Opa.
Tidak hanya pria tua itu, tapi beberapa kerabat yang mendengarnya pun menoleh. Kali ini, mereka jelas-jelas mencibir Aldimas tidak sopan. Sedangkan di satu sisi, Layla hanya terus menundukkan kepala.
"Kalian gak nginap?" tanya opanya.
"Tidak."
Aldimas bisa mendengar desisan kecil Layla. Wanita itu pasti tidak suka jawaban dingin Aldimas kepada sang opa.
Oleh sebab itu, Aldimas pun menambahkan setelah menghela napas, "Layla gak enak badan, dia butuh istirahat."
"Istirahat di kamarmu aja," jawab Opa enteng. Lalu, sebelum Aldimas membatah lagi, ia meminta salah satu asisten rumah tangga untuk menyiapkan kamar Aldimas. "Siapkan kamar Aldimas. Dia akan menginap dengan istrinya malam ini."
Satu kalimat itu adalah pertanda kalau mereka berdua tidak bisa mengelak lagi.
***
"Gimana, nih...."Itu adalah gumaman Layla entah yang sudah keberapa kalinya. Setelah masuk ke kamar lama Aldimas, pria itu menawarkannya untuk mandi lebih dulu. Sekarang, Layla sudah mandi dan mengganti pakaian dengan kaus lama Aldimas dan celana training paling kecil yang ia punya, sedangkan pria itu sedang mandi.
Layla hanya mondar-mandir di dekat kasur sambil menggigiti kuku ibu jarinya. Matanya berulang kali melihat ke arah kasur dan pintu kamar mandi yang tertutup. Sayangnya, kamar Aldimas tidak memiliki sofa, hanya sebuah kursi malas yang cukup untuk satu orang duduk, dan karpet tebal di depan TV. Kasurnya memang cukup besar, tapi....
Masa iya aku harus tidur sekasur sama dia?
Pada saat kepalanya ribut dengan pemikirannya sendiri, Layla dibuat terkejut dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Aldimas keluar sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Pria itu sekarang memakai kaus hitam polos dan celana pendek selutut. Rambutnya yang turun dan tanpa memakai kacamata tampak seperti salad di etalase toko.
Segar, menggoda, dan lezat.
Layla buru-buru menggelengkan kepala. Apa yang baru dia pikirkan?
"A-ayo kita suit!" ucap Layla refleks ketika melihat Aldimas sudah ada gelagat naik ke kasur.
"Apa?" bokong Aldimas melayang, tidak jadi menyentuh kasur.
"Suit! Yang kalah, harus tidur di bawah," jawab Layla. "Aku tau, ini kamar Mas, tapi... kita, kan, gak pernah tidur bareng sebelumnya. Mas pasti canggung, kan? Begitu juga aku. Tapi, aku juga gak suka tidur di bawah, nanti aku gak bisa tidur. Kalau gak bisa tidur, nanti paginya anemia-ku kambuh."
Selama Layla mengoceh, Aldimas hanya menatapnya dari sisi kasur yang lain. Entah apa yang dipikirkan pria itu. Layla hanya berharap, Aldimas mengerti apa yang disampaikannya.
"Oke," Aldimas mengangguk, membuat wajah Layla langsung semringah. "Kita tidur bareng aja di sini."
Mulut Layla pun terbuka lebar. Senyum itu hilang sepenuhnya, digantikan dengan wajah syok tak tertolong.
"Hah?!" pekik wanita itu.
Tanpa menunggu Layla, Aldimas menyibak selimut dan naik ke kasur. Dia pun merebahkan dirinya begitu saja, menopang kepalanya dengan dua lengannya yang kekar. Dia begitu santai, seolah kasur itu adalah miliknya.
Tapi... iya juga sih. Ini, kan, literally kamar dia, batin Layla menjawab sendiri.
Sambil memejamkan matanya—terlihat pura-pura—satu tangan Aldimas menepuk sisi kasur yang kosong. "Sini, kasurnya masih luas."
"Mas, mah...," rengek Layla.
"Layla." Aldimas menghela napas dan menoleh ke arahnya. "Tidur."
Layla mulai berpikir apakah ia akan mengalah dan tidur di lantai saja, atau pasrah tidur bersama Aldimas. Kasur itu memang luas, dan Layla yakin ia tidak banyak bergerak saat tidur. Namun... tidur dengan pria sama sekali tidak pernah ada di pikirannya.
Walaupun itu suaminya sendiri.
Oke, gak apa-apa, di lantai aja—
"Kamu mau dengar Opa ngoceh kalau dia lihat kamu tidur di lantai?" seolah bisa membaca pikiran Layla, Aldimas tiba-tiba berucap.
--------------------
*note
Cerita ini mungkin bab-nya akan banyak, tapi percaya deh setiap bab itu sengaja pendek-pendek kok. Paling 600-800 kata aja aku tulisnya biar kalian gak kebelingeran kalau baca panjang-panjang yaaa. Tapi kalau ada kritik dan saran boleh bangettt
Dan kalau di pf sebelah itu, aku uploadnya 2 bab digabung gitu (karena kebijakan platform harus lebih dari 1000 kata per bab), jadi sebenarnya sama aja, malah di WP yang duluan aku up hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name of Marriage Contract
RomansaLayla sama sekali tidak paham, kenapa pria yang menuduhnya sebagai simpanan kakek-kakek, tiba-tiba menawarkan pernikahan kontak? Terlebih, pria ini selalu datang seperti dewa penyelamat setiap kali Layla terkena musibah. Mulai dari ketika ia mabuk d...