"Kamu beneran gak apa-apa aku tinggal? Padahal kamu bisa tinggal di apartemen aku selama yang kamu mau, biar aku nginep di hotel aja."
Layla sekali lagi menggeleng sambil tersenyum tipis. Itu adalah pertanyaan ketiga Mike—dengan kalimat yang sama. Seharian kemarin, Layla memang menginap di apartemen Mike sedangkan pria itu tidur di hotel terdekat. Layla sudah cukup merasa bersalah membuat seorang super model tidur di hotel bintang 3, padahal dia baru saja landing di negara ini.
Setelah konferensi pers malam tadi, Mike menyuruh beberapa orangnya untuk membersihkan "kado" Layla, sekaligus memeriksa keadaan sekitar rumah itu. Ia mendapatkan laporan bahwa semuanya sudah aman. Layla yang mendengar itu pun memintanya untuk mengantar kembali ke rumah.
"Aku udah gak apa-apa," jawab Layla.
"Tapi, percaya sama aku, Lay. Itu bukan kiriman dari suami kamu," ucap Mike sambil terus menyetir. Mereka baru saja kembali dari pre-school untuk mengambil barang-barang Layla yang tertinggal. "Sebenci-bencinya Pak Aldimas sama kamu, gak mungkinlah sampai teror kamu begitu."
Layla juga berpikir begitu, tapi dirinya yang terlalu panik hari itu tidak bisa berpikir jernih. Ia terus mengumpat nama Aldimas ketika berada di pelukan Mike. Ditambah keadaan mereka memang sedang tidak baik-baik saja.
"Tapi, nama dia—"
"Lay." Mike menghentikan mobilnya di lampu merah. "Kamu sama Pak Aldimas itu butuh bicara. Oke, aku minta maaf karena selalu ada nama aku di pertengkaran kalian, tapi... shit! Kalian itu kan udah sama-sama dewasa!"
Layla bisa merasakan bagaimana frustrasinya Mike ketika mendengar cerita keduanya. Layla sendiri bukannya tidak mau berbicara dengan Aldimas, hanya saja pria itu terlalu cepat menyimpulkan sendiri. Belum lagi kalau sifat dinginnya keluar. Layla tidak bisa berbuat apa pun.
Mobil kembali melaju, dan diisi dengan segala ocehan Mike. Biasanya, Layla akan menimpali pria itu dengan cibiran lainnya. Namun, karena belakangan ini kondisi tubuh dan perasaannya tidak baik, Layla hanya diam dan menanggapi sesekali. Sampai akhirnya, mobil itu pun berhenti di perkarangan rumah Layla dan Aldimas.
"Ingat, kalau ada apa-apa, telepon aku cepet! Kalau aku gak balas, telepon Mas Jo aja, kamu tau kan nomornya?"
Jo adalah manajer Mike. Semalam adalah pertemuan pertama mereka, dan Mike langsung menjelaskan situasi Layla kepadanya—tentunya minus soal pernikahan kontrak itu.
Layla mengangguk sambil melepas sabuk pengaman. "Iya."
"Aku gak bisa turun, nanti ada yang foto lagi, kamu juga yang kena masalah."
Layla tersenyum tipis. "Gak apa-apa, Mike. Aku malah yang harusnya minta maaf karena repotin kamu terus."
Layla sudah bisa menebak respons Mike akan bagaimana. Pria itu mungkin hanya akan mengibaskan tangan dan berkata kalau Layla tidak usah berbasa-basi.
Namun, respons itu tidak Mike tunjukkan selama beberapa detik ke depan. Pria itu hanya menatapnya dalam diam, sebelum akhirnya menghela napas.
"Lay," panggil Mike.
Layla menahan tangannya yang ingin membuka pintu. "Hm?"
"Kamu gak mau ikut aku ke Amerika?"
Layla sepenuhnya terdiam. Perlahan, ia kembali menatap Mike.
Mike mengalihkan pandangannya. Jarinya di atas pahanya saling bertaut. "Aku... aku bisa bantuin kamu selesaikan masalah ini sama Pak Aldimas dan MD Group. Dan setelah itu... aku bakal rawat kamu di sana—jauh dari orang-orang jahat itu."
Layla menghela napas. "Mike."
Pria itu mengangkat tangannya, dan berkata dengan nada bicara semula, "Oke, oke, permintaan aku itu emang gila. Kamu boleh lupain."
"Makasih atas perhatian kamu, tapi...." Layla menyentuh punggung tangan Mike, dan menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Aku gak bisa."
Mike mungkin sudah menduga jawabannya, tapi pria itu tetap tidak bisa menyembunyikan ekspresi kecewanya. Senyumnya terlihat sangat pahit. Perlahan, pria itu balik menggenggam tangan Layla.
"Mas Aldi gak jahat, Mike," lanjut Layla. "Kita mungkin emang cuma butuh waktu."
"I got it." Pria itu pun mengangguk. "Tapi kamu tau kan, kalau aku bakal balik ke Amrik sore ini?"
Layla mengangguk sambil tersenyum. Ia pun kembali menarik tangannya dari genggaman Mike, lalu menarik pintu mobil untuk terbuka.
"Call me whenever you need me. Got it?" ucap Mike setelah Layla keluar dari mobil.
"Alright."
Wanita itu pun menutup pintu mobil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name of Marriage Contract
RomanceLayla sama sekali tidak paham, kenapa pria yang menuduhnya sebagai simpanan kakek-kakek, tiba-tiba menawarkan pernikahan kontak? Terlebih, pria ini selalu datang seperti dewa penyelamat setiap kali Layla terkena musibah. Mulai dari ketika ia mabuk d...